Pengamat: e-Rekap Bisa Persempit Ruang 'Bermain' dalam Pemilu
Ketua KODE Inisiatif, Veri Junaidi mengatakan penggunaan e-rekap pada Pilkada 2020 tidak akan begitu saja menghilangkan kecurangan Pemilu.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif, Veri Junaidi mengatakan penggunaan e-rekap pada Pilkada 2020 tidak akan begitu saja menghilangkan kecurangan Pemilu.
Peserta Pilkada menurut Veri Junaidi bisa saja mencari cara agar bisa menang.
Hanya saja hal paling penting dalam penerapan e-rekap ialah demi mempercepat proses penghitungan suara.
"Sebenarnya yang paling penting, dengan menggunakan sistem e-rekap, bisa mempercepat proses rekap," ungkap Veri di kantornya, kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019).
Dengan cepatnya penghitungan suara, hal itu dapat menekan praktik kecurangan yang mungkin terjadi meskipun tidak 100 persen.
Baca: Yakin Kasus yang Membelit Syafruddin Pidana Korupsi, KPK Lihat Unsur Subyektif Penerbitan SKL
Baca: Putusan MA Terkait Kasasi Arsyad Temenggung Tak Surutkan KPK Kembalikan Uang Negara Rp 4,58 Triliun
Baca: Saat Tai Tzu Ying Kehilangan Status Ratu Bulu Tangkis Dunia
Selain itu, e-rekap juga bisa mempersempit ruang terhadap potensi jual beli suara, penggelembungan suara, dan penggembosan suara antar peserta Pemilu.
"Kita membayangkan kalau proses itu lama, ruang 'bermain' semakin panjang. Apakah itu akan 100 persen menutup proses kecurangan Pemilu? Pasti tidak. Tapi sistem itu diharapkan akan menekan kecurangan hasil Pemilu," ujarnya.
"Kalau proseanya cepat, ruangnya semakin sempit. Sehingga itu bisa meminimalisir potensi kecurangan," imbuh dia.
Selain itu, proses e-rekap dengan dokumen yang terbuka bagi seluruh peserta Pemilu, dapat mempermudah mereka menggunakan data elektronik tersebut untuk maju sengketa hasil ke Mahkamah Konstitusi.
Mereka bisa mencari tahu sendiri apakah data dari hasil rekap itu memang benar atau ada kesalahan.
"Kalau manual kan kita auditnya berdasarkan proses pemantauan, saksi-saksi, bisa lihat apa bener atau nggak. Tapi dengan elektronik ini diberikan akses yang sama untuk seluruh peserta pemilu bisa akses ini. Apa cara rekap benar atau nggak," terang dia.
Kata KPU
Komisioner KPU RI Pramono Ubaid mengatakan Indonesia mau tidak mau harus siap menghadapi perkembangan zaman di bidang teknologi.
Termasuk merambahnya teknologi untuk sistem Pemilu Indonesia.
Menurut Pramono, Indonesia tak bisa terus menerus menggunakan sistem yang sudah bertahan sejak lama dan sudah harus memulai mengadopsi sistem baru.
"Kemajuan teknologi ini mau tidak mau kita hadapi dan kita adopsi. Kita tidak bisa terus menerus menggunakan sistem yang lama," terang Pramono dalam diskusi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019).
Baca: Ruben Onsu Angkat Betrand Peto Jadi Putranya, Suami Sarwendah Tak Lagi Idamkan Anak Laki-laki
Baca: 18 Belasan Warga Pakistan Dilaporkan Meninggal Tertimpa Pesawat Militer yang Jatuh di Permukiman
Baca: Kepala Kejaksaan Negeri Semarang Diperiksa Kejaksaan Agung
Baca: Peringatan Dini BMKG Besok, Kamis 1 Agustus 2019: Cuaca Buruk dan Gelombang Tinggi Landa Indonesia
KPU sendiri juga sudah mewacanakan penerapan sistem rekapitulasi hasil suara alias e-rekap untuk Pilkada 2020 mendatang.
Pramono mengatakan pihaknya sedang menakar dan memperhitungkan peluang penggunaan e-rekap untuk penyelenggaraan Pemilu ke depan.
Tapi meski sudah melempar wacana ini, KPU tak mau terburu-buru menerapkannya pada skala nasional.
Dari 270 daerah yang bakal menjalani Pilkada, satu atau beberapa daerah akan ditunjuk sebagai pilot project penerapan e-rekap.
Sebelum itu, KPU bakal terlebih dulu memperbanyak sosialisasi yang melibatkan publik supaya mereka paham dan terdidik bagaimana sesungguhnya proses penghitugan suara elektronik ini.
"Ini harus diperbanyak dan wacana diperbanyak ke publik. Karena saat Pemilu lalu, ada publik yang nggak percaya. Kalau legitimasi masih rendah, maka maknanya kurang baik. Di sisi lain kita buat kesadaran publik bahwa sistem ini reliable," ungkap Pramono.
Tenologi Indonesia mampu
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mewacanakan bakal menggunakan sistem elektronik untuk rekapitulasi hasil Pilkada 2020 mendatang.
Komisioner KPU RI Pramono Ubaid percaya teknologi yang dimiliki Indonesia sudah mampu menjalankan e-rekap.
"Saya percaya kalau secara teknologi kita akan mampu," kata Pramono dalam diskusi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019).
Namun, ada potensi permasalahan yang diperkirakan akan timbul seiring dengan sistem rekap elektronik ini diberlakukan.
Baca: Tokoh di Balik Konflik Nduga, Siapa Sebenarnya Egianus Kogoya?
Pramono menganalogikan, sistem e-rekap ini layaknya teknologi pembangkit listrik tenaga nuklir. Meski diyakini mampu memproduksi listrik dalam negeri, namun publik ramai-ramai menolak karena mempertimbangkan bahaya radiasi yang mungkin ditimbulkan.
"Ini persis sama dengan pembangkit listrik tenaga nuklir. Kita sangat mampu, tapi orang akan ramai-ramai menolak, ini bahaya radiasi segala macem," jelas dia.
Pramono juga tak menampik, masih banyak masyarakat yang belum percaya sepenuhnya terhadap penghitungan suara lewat teknologi.
Kekhawatiran itu semisal, apakah suara yang telah mereka salurkan pada hari pemungutan suara, bakal sampai pada proses penghitungan dan sebagainya.
Baca: Warga Diimbau Tak Mendekati Sumur Tua yang Semburkan Gas di Peureulak Timur
Maka dari itu, kini KPU tengah gencar memberikan edukasi kepada publik dalam rangka meningkatkan kepercayaan sekaligus meyakini bahwa potensi-potensi seperti itu tidak akan terjadi dan mampu diatasi.
Karena KPU berpandangan, semakin banyak publik yang tidak percaya terhadap proses dan hasil Pemilu, maka bisa dipastikan semakin rendah pula legitimasi yang didapat.
"Maka KPU sekarang memberi edukasi agar orang percaya itu (e-rekap)," ungkap Pramono.