Dokter Romi Telusuri Dua Versi Pembatalan Kelulusannya Sebagai CPNS
Dokter Romi Syofpa Ismae menemukan kejanggalan dengan adanya dua alasan berbeda terkait pembatalan kelulusannya sebagai CPNS
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dokter Romi Syofpa Ismae menemukan kejanggalan dengan adanya dua alasan berbeda terkait pembatalan kelulusannya sebagai CPNS di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.
Pertama, Pemkab Solok Selatan memutuskan menganulir kelulusan dokter gigi Romi dengan alasan tak memenuhi syarat sehat jasmani.
Padahal dalam surat sehat yang didapat dokter gigi Romi dari RSUD setempat menyatakan dirinya layak kerja dengan limitasi karena adanya kelemahan otot kaki usai dirinya melahirkan pada 2016 silam.
Baca: Pengamat: Rektor Asing Bukan Solusi Pacu Perguruan Tinggi Indonesia Masuk Top 100 Dunia
Baca: Kisah Letda Adwin Syahputra Jadi Lulusan Terbaik Siswa Asing di National Defence Academy Jepang
Baca: Keluarga 10 Gadis Bandung yang akan Dijual di Lokalisasi Situbondo Ingin Bertemu
Kedua, adanya alasan mengundurkan diri secara sukarela yang disebut oleh BKN.
“Padahal saya tak pernah membuat surat pengunduran diri secara sukarela, ini ada dua versi kan. Ini yang coba kita telusuri kebenarannya,” ungkap dokter Romi ditemui di Kantor HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia) di Menteng Square Apartement di Senen, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019).
Belum berniat bawa ke pengadilan
Dokter gigi Romi Syofpa Ismae melalui pengacaranya, Happy Sebayang menegaskan belum mau membawa kasus penganuliran kelulusan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dirinya oleh Pemkab Solok Selatan, Sumatera Barat ke pengadilan.
Menurut Happy melangkah ke pengadilan merupakan upaya terakhir dokter gigi Romi jika pendekatan lainnya telah menemui jalan buntu.
“Jadi membawa kasus ini ke pengadilan adalah opsi terakhir, apakah itu pengadilan tata usaha negara, perdata atau pun pidana. Kami masih coba memaksimalkan penyelesaian di luar hukum,” ujar Happy saat mendampingi dokter Romi di Kantor HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia) di Menteng Square Apartement di Senen, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019).
Baca: Fakta Baru Pria Pemakan Kucing Hidup: Abah Grandong jadi Tersangka hingga Sedang Belajar Ilmu Hitam
Baca: Abah Grandong Pria Pemakan Kucing Hidup Ditetapkan Jadi Tersangka
Baca: Gubernur Kaltim Isran Noor Minta Kaltim Jangan Diadu dengan Kalteng
Upaya di luar hukum sendiri telah dilakukan Romi dengan datang ke Jakarta.
Sejak di Jakarta, Romi sudah bertemu dengan Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri serta Kepala Staf Kepresidenan dan menurutnya semuanya memberikan dukungan positif kepada Romi.
Bahkan Romi sudah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan kronologi kasusnya.
“Bagaimana menarik dukungan kementerian terkait, juga Presiden merupakan upaya Ibu Romi di luar jalur hukum, kami belum mengambil opsi jalur hukum meskipun hal tersebut terbuka. Kalau semua buntu baru jalur hukum jadi opsi terakhir,” tegasnya.
Baca: Tangis Anak Sulung Fatmawati, Korban Kecelakaan Maut Truk vs Sigra: Mama, Jangan Tinggalin Kayla
Sementara itu Maulani Rotinsulu dari HWDI mengatakan apa yang menimpa dokter Romi adalah sebuah diskriminasi dan melanggar hukum.
“Pembatalan kelulusan tersebut melanggar Pasal 45 UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menyebut pemerintah dan pemda wajib menjamin proses rekrutmen, penerimaan, pelatihan kerja, penempatan kerja, keberlanjutan kerja, dan pengembangan karir tanpa adanya diskriminasi kepada penyandang disabilitas,” ungkap Maulani Rotinsulu.
Sementara itu Yeni Rosa Damayanti dari Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) mengatakan pemerintah memiliki cara pandang salah dalam perekrutan penyandang disabilitas untuk CPNS.
“Kuota dua persen untuk penyandang disabilitas dalam rekrutmen CPNS adalah ‘affirmative action’ dengan syarat-syarat tertentu supaya mereka memiliki hak sama. Namun pemerintah tak boleh melarang seorang disabilitas untuk mengikuti seleksi formasi umum,” jelas Yeni Rosa.
Air mata dokter Romi
Dokter gigi Romi Syofpa Ismae tak mau begitu saja menyerah untuk mengembalikan status kelulusannya sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang sebelumnya dicabut secara sepihak oleh Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.
Ditemui di Kantor Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) di Menteng Square Apartement, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019) siang, dokter gigi Romi menegaskan dirinya memenuhi syarat sehat jasmani dan rohani, tidak seperti yang dituduhkan pihak Pemkab Solok Selatan.
Ia mengatakan kondisi paraplegia atau lemah otot tungkai yang dialaminya usai melahirkan di tahun 2016 tak menghalanginya untuk terus mengabdi melayani masyarakat sebagai dokter gigi.
Dirinya tak menampik bahwa pembatalan kelulusannya secara sepihak tersebut tak hanya menyakiti hatinya tetapi juga anak dan suaminya.
Baca: Pemprov DKI Jakarta Hentikan Bantuan Bagi Pencari Suaka
Baca: Agung Hercules Meninggal Dunia, Indra Bekti Ungkap Rasa Kehilangan yang Mendalam
Baca: PDI-P Undang Prabowo Hadiri Kongres Kelima di Bali
Bahkan ia teringat perjuangan suaminya untuk memperkeras jalan agar dirinya tetap bisa bertugas sebagai pegawai tidak tetap (PTT) di Puskesmas Solok Selatan setelah dirinya mengalami musibah tersebut.
“Perlu diketahui bahwa Puskesmas tempat saya bertugas masih terpencil dan akses jalannya masih berupa tanah, dan saya harus mengeluarkan tenaga ekstra keras untuk mendorong kursi roda saya melalui jalan tanah tersebut.”
“Lalu suami inisiatif untuk memperkeras jalan, dibeton supaya saya bisa pulang dan pergi sendiri. Jarak rumah saya dan Puskesmas hanya beberapa meter,” ungkap dokter Romi sambil meneteskan air mata.
Baca: Junior Tennis Summer Camp 2019 Pesertanya Membludak Bikin Terkejut Paquita Widajaja
Baca: Kemendagri: Kami Tidak Laporkan Hendra Tapi Peristiwa Jual Beli Data Kependudukan
Dokter Romi pun mengaku dirinya dan suami menggunakan uang pribadi untuk memperkeras jalan tersebut.
“Kan seharusnya dilakukan pemerintag, tapi kami tidak masalah yang penting saya tetap bisa mengabdi sebagai dokter gigi,” imbuhnya.
Ia pun menceritakan kembali kronologi munculnya pembatalan kelulusannya sebagai CPNS.
Awalnya dokter Romi bertugas sebagai pegawai tidak tetap atau PTT dokter gigi yang bertugas di Puskesmas Taruna di Solok Selatan sejak 2015 hingga 2017.
Namun sayang, di tahun 2016 dirinya mengalami paraplegia atau lemah otot kaki usai dokter Romi melahirkan.
“Saya sempat mengajukan surat pengunduran diri tapi pimpinan puskesmas hingga Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan mendukung saya untuk terus bekerja,” jelasnya.
Lalu tahun 2018 dirinya mengikuti tes CPNS untuk mengisi posisi dokter gigi melalui formasi umum karena formasi khusus untuk disabilitas tidak tersedia.
Romi berhasil membuktikan dirinya layak diterima sebagai CPNS karena berhasil melalui tes administrasi, seleksi kompetensi dasar, dan bahkan di seleksi kompetensi bidang dirinya berhasil meraih peringkat pertama.
“Lalu saat pemberkasan saya sudah melampirkan surat keterangan sehat dari RSUD dan mengikuti semua tahapan mulai dari pemeriksaan jantung, paru-paru, mata, gigi, darah, dan pemeriksaan internal lainnya. Memang ditemukan adanya kelemahan otot kaki saya dan kemudian saya diusulkan untuk konsultasi dengan bagian okupasi, lalu keluar keterangan layak bekerja dengan limitasi.”
“Dan memang kelemahan saya tak menghalangi untuk memberi pelayanan kepada masyarakat. Hal itu didukung oleh pimpinan puskesmas dan Dinas Kesehatan Solok Selatan,” ceritanya.
Tanggal 18 Maret 2019 dirinya dinyatakan lulus dan diterima sebagai CPNS.
Namun, seminggu berselang dirinya mendapat kabar bahwa kelulusannya dianulir secara sepihak.
“Hal itu menghancurkan hati saya, suami, dan anak saya. Padahal saya sempat bertekad untuk semangat menjalani terapi agar bisa berjalan kembali,” katanya.
Banyak upaya sudah dilakukan Romi dengan bantuan berbagai pihak untuk mengembalikan status kelulusannya.
Hingga akhirnya dirinya tiba di Jakarta untuk mengadu pada Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan terakhir bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Bahkan dirinya sempat mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo.
“Perjuangan ini kami lakukan bukan hanya untuk saya tapi untuk semua wanita penyandang disabilitas. Jangan sampai ada lagi disabilitas yang tidak boleh ikut tes CPNS formasi umum, seharusnya boleh kalau memang kita punya kompetensi untuk bersaing dengan yang lain,” pungkasnya.
Mengadu kepada Moeldoko
Dokter Gigi Romi Syofpa Ismael, Kamis (1/9/2019) mengadu ke Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko atas nasib CPNS-nya yang dicabut karena difabel.
Dengan mengadu pada Moeldoko, dokter asal Sumatera Barat ini berharap agar status CPNS-nya bisa dikembalikan dan dia mendapatkan keadilan.
"Alhamdulilah apresiasi yang luar biasa. Ami (sapaan dokter Romi) kesini berharap keadilan buat Ami dan keluarga, terutama anak dan suami untuk bisa hak Ami dipulihkan lagi," ujar Romi saar ditemui di kantor KSP, Jakarta.
Romi juga menegaskan dirinya ingin membuktikan bahwa ia mampu bekerja ditengah keterbatasan. Walau harus duduk di kursi roda, Ami yakin dia dapat memberikan pelayanan dan pengabdian yang maksimal.
Baca: Karding: Menteri Harus Lebih Gila dari Presidennya
"Ami tidak ingin kondisi seperti ini, ini kehendak Allah. Ami buktikan, Ami mampu bekerja walau duduk di kursi roda. Ami memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Pemda Solok Selatan," tegasnya.
Terakhir Romi meminta Pemda Solok Selatan bisa menerima dirinya menjadi PNS karena dia mampu membuktikan bekerja dengan baik.
"Terimalah Ami kembali, dengan kerendahan hati Ami," singkatnya lirih.
Menanggapi itu, Moeldoko menjelaskan Romi telah mengikuti seleksi CPNS sesuai standart. Apabila kesehatan jasmani dan rohani dihadirkan sebagai alasan, Moeldoko merasa semestinya itu tidak dikaitkan dengan disabilitas.
Baca: Disinggung Beda Tim Teknis dengan Tim Pendahulu, Ini Jawaban Polri
"UU Disabilitas sangat jelas, memberikan hak seluas-luasnya bagi penyandang disabilitas untuk bisa mendapatkan hak-haknya," tegas Moeldoko.
Diketahui Romi telah mengikuti serangkaian tes CPNS 2018 di Solok Selatan, Sumatera Barat. Dia bahkan dinyatakan lolos menjadi calon pengisi formasi dokter gigi pada Desember 2018.
Tapi saat pembagian surat keputusan, kelulusan Romi dianulir dengan alasan ada k