RUU Sumber Daya Air Harus Buka Ruang Berusaha Bagi Pihak Swasta
PBNU meminta penyusunan Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) dikaji lebih mendalam agar tidak menutup ruang bagi dunia usaha
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) menegaskan sektor usaha tetap memiliki hak untuk mendapatkan kepastian berusaha dengan alokasi sumber daya air yang mencukupi bagi proses produksinya agar perekonomian nasional dapat tumbuh.
PBNU memandang tidak ada masalah pengelolaan air oleh pihak swasta, sepanjang ada ketegasan pengaturan oleh pemerintah.
Karena itu, PBNU meminta penyusunan Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) dikaji lebih mendalam agar tidak menutup ruang bagi dunia usaha.
RUU SDA jangan sampai memiliki semangat anti industri, karena keberadaan industri ini dibutuhkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
"Sepanjang diatur lewat regulasi, kalangan swasta tetap bisa diberikan izin pengelolaan air,” kata Wakil Ketua Umum PBNU, Prof Dr H Maksum Macfoed pada acara diskusi publik dengan tema “Air Untuk Semua: Perspektif NU Atas Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air” di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu, (31/07/19).
PBNU juga secara khusus menyoroti Pasal 55 ayat (3) RUU SDA yang menyebutkan bahwa penggunaan sumber daya air untuk kebutuhan usaha dapat diselenggarakan apabila air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat telah terpenuhi, serta sepanjang ketersediaan air masih mencukupi.
Bunyi klausul ini perlu dipikir masak-masak supaya tidak terkesan bahwa negara tidak bersungguh-sungguh menjamin kepastian berusaha (business certainty) bagi perusahaan sebab selain fungsi sosial dan lingkungan hidup, keselarasan fungsi ekonomi juga penting untuk diperhatikan.
Baca: KPK: Empat Tersangka Baru Megakorupsi e-KTP Berasal dari Birokrat dan Swasta
"Yakni ketika sektor usaha seperti perusahaan perkebunan skala besar, industri manufactur, jasa perhotelan, wisata, dan lain-lain, membutuhkan jaminan legal business certainty dalam mendapatkan sumber daya air,” katanya.
Pasal 55 ayat (3) ini, kata Maksum, juga kontradiksi dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian pada Pasal 33 yang menyebutkan bahwa “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan dan penyaluran SDA untuk industri dalam negeri.
Oleh karena itu PBNU meminta pemerintah perlu memberikan kepastian berusaha, seperti menetapkan data pendukung di awal tentang ketersediaan daya dukung lingkungan atau neraca air untuk melayani kebutuhan domestik, pertanian rakyat dan sektor usaha sesuai wilayah bagian Indonesia.
Penegasan PBNU tentang perlunya melibatkan swasta dalam pengelolaan air di Indonesia sejalan dengan pendapat Intan Fitriana Fauzi, anggota Komisi V DPR yang juga tim perumus RUU SDA.
Intan yang menjadi penanggap di acara Diskusi Publik tersebut menegaskan bahwa DPR dan pemerintah tetap memperhatikan dunia usaha. “Kami sama-sama sepakat bahwa RUU SDA akan memprioritaskan pemenuhan hak utama air kepada rakyat. Air harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Tapi kita tidak bisa mengenyampingkan dunia usaha, sepanjang penggunaan itu harus diatur,” tegasnya.
Baca: Sekjen PBNU Sebut Hal Wajar Jika Ada Pihak yang Menginginkan Kader NU Jadi Menteri
Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini menegaskan bahwa DPR dan Pemerintah tetap mengakomodir dunia usaha karena tidak ingin mematikan stake holder.
“Karena yang dimaksud dengan rakyat disini bukan hanya masyarakat yang membutuhkan air untuk kepentingan pokok saja, tetapi juga ada dunia usaha yang membutuhkan air untuk sarana dan prasarana, dan termasuk juga ESDM yang memerlukan air untuk pemurnian tambang. Semuanya kami perhatikan,” tambahnya.
Intan juga menegaskan DPR optimis RUU SDA yang saat ini sudah dibahas di Panja akan disahkan sebelum periode legislatif 2014-2019 berakhir.
“Kami optimis akan menyelesaikan pembahasan RUU SDA ini. Saat ini posisi RUU SDA sudah dibahas di Panja, dan akan kembali ke Tim Perumus,” tambahnya.
Intan menyebut, dinamika dalam pembahasan RUU SDA pasti ada namun ia optimis dinamika ini akan berujung pada kesepakatan bersama antara DPR dan Pemerintah untuk kemaslahatan rakyat Indonesia.
“Sebab visi kami sudah sama. Baik pemerintah maupun DPR sama-sama mengacu kepada pasal 33 UUD 45 dan 6 prinsip dasar yang menjadi keputusan MK. Bahwa air harus dikuasai Negara dan pemenuhan hak rakyat atas air,” ujarnya.
Saat ini, kata Intan, pemerintah dan DPR hanya perlu menyepakati satu DIM khususnya pasal 51.
“Hanya tinggal satu DIM saja. Ini memang terkait dengan pengelolaan SPAM. Kami masih membahas ini di DPR dan memang belum selesai. Tapi kami sangat optimis karena masih ada waktu untuk membahas hal ini,” pungkas Intan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.