Fakta-fakta OTT KPK Angkasa Pura II: Diduga Bukan Suap Pertama Kali hingga Tanggapan BUMN dan KPK
Berikut fakta-fakta OTT KPK Angkasa Pura II, diduga pernah terima suap lain hingga tanggapan BUMN dan KPK.
Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Tiara Shelavie
Berikut fakta-fakta OTT KPK Angkasa Pura II, diduga pernah terima suap lain hingga tanggapan BUMN dan KPK.
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II, Andra Y Agussalam, dan staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT Inti), Taswin Nur, Jumat (2/8/2019) dini hari.
Keduanya ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan baggage handling system (BHS) di enam bandara udara.
"Dilakukan penahanan 20 hari pertama terhadap AYA ditahan di Rutan Cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih. TSW ditahan di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Sebelumnya, Andra dan Taswin ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu, (31/7/2019) lalu.
Baca: Direktur Keuangan PT AP II yang Terjerat OTT KPK Pernah Diperiksa dalam Kasus e-KTP
Baca: Perjalanan Karier Andra Agussalam, Dirkeu AP II yang Terjaring OTT KPK
Baca: Pejabat AP II Kena OTT KPK, Kementerian BUMN Kooperatif
"Sebagai penerima adalah AYA yaitu Direktur Keuangan PT AP II. Kemudian pemberi adalah TSW (Taswin Nur) yang adalah staf PT INTI ," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Basaria Pandjaitan dalam konferensi pers, Kamis (1/8/2019).
Sebanyak lima orang yang terdiri dari direksi PT Angkasa Pura II, pihak PT INTI, dan pegawai kedua BUMN terjaring dalam operasi tangkap tangan yang berlangsung di Jakarta Selatan itu.
Dari hasil pemeriksaan, KPK menduga aksi suap ini tidak terjadi untuk pertama kalinya.
Menanggapi kasus ini, beberapa pihak dari BUMN maupun KPK memberikan komentar.
Berikut fakta-fakta OTT KPK Angkasa Pura II, dirangkum Tribunnews dari Kompas.com :
1. Kronologi
Basaria Pandjaitan membeberkan kronologi OTT Andra Y Agussalam pada Rabu (31/7/2019) kemarin.
Basaria mengatakan, rangkaian operasi tangkap tangan itu bermula dari informasi akan terjadinya pemberian uang dari Taswin Nur kepada seorang sopir berinisial END.
"Setelah penyerahan uang terjadi di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, tim mengamankan TSW dan END pada Hari Rabu tanggal 31 Juli pukul 21.00," kata Basaria dalam konferensi pers, Kamis (1/8/2019) malam.
Basaria mengatakan, petugas mendapati uang sebesar 96.700 dollar Singapura dari tangan END.
Setelah mengamankan TSW dan END, petugas bergerak ke rumah Andra dan mengamankan Andra pada pukul 22.00 WIB.
Andra diduga menerima suap sebesar 96.700 dollar Singapura dari Taswin Nur.
Menurut Basaria, suap diberikan kepada Andra berkaitan proyek pengadaan baggage handling system (BHS) di enam bandar udara yang dikerjakan oleh PT Inti.
"Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait dengan pengadaan BHS pada PT Angkasa Pura Propertindo yang dilaksanakan PT Inti," kata Basaria.
Basaria menuturkan, PT Angkasa Pura Propertindo (PT APP) awalnya ingin menggelar lelang proyek pengadaan BHS.
Namun, Andra justru mengarahkan PT APP untuk melakukan penjajakan dan menunjuk langsung PT INTI.
Selain itu, kata Basaria, Andra juga mengarahkan negosiasi antara PT APP dan PT Inti untuk meningkatkan uang muka dari 15 persen menjadi 20 persen.
Basaria menyebut, uang muka itu ditingkatkan karena adanya kendala cashflow di PT Inti.
Uang muka itu juga dibutuhkan untuk modal awal pengerjaan proyek oleh PT Inti.
"AYA (Andra) juga mengarahkan WRA (Wisnu Raharjo, Direktur Utama PT APP) agar mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT Inti," ujar Basaria.
Basaria mengatakan, uang 96.700 dollar Singapura itu diserahkan kepada Andra sebagai imbalan atas tindakannya "mengawal" proyek BHS untuk dikerjakan PT INTI.
2. 5 Orang Saksi Dilepas KPK
Selain penangkapan Andra, Taswin, dan sopir inisial END, KPK memanggil empat orang lainnya.
Tiga orang itu yakni sopir berinisial DIN, Executive General Manager Divisi Airport Maintanence Angkasa Pura II Marzuki Battung, Direktur PT Angkasa Pura Propertindo Wisnu Raharjo, dan staf PT Inti bernama Tedy Simanjuntak.
Basaria mengatakan, keempat orang tersebut silih berganti mendatangi Gedung Merah-Putih KPK untuk menjalani pemeriksaan.
Dari hasil pemeriksaan, KPK menetapkan Andra dan Taswin sebagai tersangka.
Sedangkan, lima orang lainnya berstatus sebagai saksi dan dilepas oleh KPK.
3. Hukuman
Sebagai penerima, Andra disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, Taswin sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
4. Diduga Bukan Pertama Kali
KPK menduga Andra sudah pernah menerima suap sebelum diciduk KPK dalam OTT.
Basaria mengatakan, suap yang diterima Andra diduga juga bukan terkait pengadaan baggage handling system saja.
"Apakah ini penerimaan pertama? Menurut informasi dari gelaran perkara sudah yang ke berapa dan proyeknya tidak hanya ini," kata Basaria dalam konferensi pers, Kamis (1/8/2019).
Namun, kata Basaria, barang bukti yang diamankan dalam operasi tangkap tangan pada Rabu lalu baru merujuk pada kasus suap proyek pengadaan baggage handling system.
Basaria mengungkapkan, KPK masih mendalami kasus tersebut termasuk membuka kemungkinan adanya tersangka-tersangka baru dalam kasus ini.
"Kemungkinan akan dikembangkan karena operasi ini adalah operasi tangkap tangan, sudah barang tentu tidak bisa dalam satu hari ini kita simpulkan siapa pelaku-pelaku yang boleh atau memenuhi unsur dijadikan tersangka," kata Basaria.
5. Pendapat Pihak BUMN
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN, Gatot Trihargo mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang sedang dihadapi PT Angkasa Pura II (Persero) dan PT INTI (Persero).
“Dalam pelaksanaannya, Kementerian BUMN meminta agar semua kegiatan terus berpedoman pada tata kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) dan terus mendukung upaya-upaya pemberian informasi yang benar dan berimbang sebagai wujud oganisasi yang menghormati hukum,” ujar Gatot dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/8/2019).
Selanjutnya, Kementerian BUMN meminta manajemen Angkasa Pura II dan PT INTI (Persero) untuk melaksanakan dan memastikan operasional perusahaan tetap berjalan dengan baik.
Harapannya, kedua perusahaan tersebut terus memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat di seluruh pelosok Tanah Air.
“Kementerian BUMN menghormati azas praduga tak bersalah, bersama PT Angkasa Pura II (Persero) dan PT INTI (Persero) siap bekerjasama dengan KPK dalam menangani kasus ini,” kata Gatot.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Plt VP Corporate Communication AP II, Dewandono Prasetyo.
Dewando mengutarakan, PT Angkasa Pura II akan terus menghormati proses hukum yang berjalan.
“PT Angkasa Pura II (Persero) menghormati proses hukum terkait pemeriksaan Direktur Keuangan perseroan oleh KPK,” ujar Plt VP Corporate Communication AP II, Dewandono Prasetyo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/8/2019).
Dewandono mengaku, AP II mendukung penuh kepatuhan hukum di mana pun dan akan bekerjasama dengan pihak berwenang terhadap hal ini.
“Saat ini kegiatan operasional perusahaan berjalan dengan sebagaimana mestinya,” kata dia.
6. Tanggapan KPK
Basaria Pandjaitan mengaku miris melihat adanya praktik suap tersebut.
Basaria mengatakan, praktik suap antara dua pihak yang berada di bawah naungan BUMN memprihatinkan dan sangat bertentangan dengan nilai etis dalam dunia bisnis.
"Perusahaan negara yang seharusnya bisa bekerja lebih efektif dan efisien untuk keuangan negara tetapi malah menjadi bancakan hingga ke anak usahanya," kata Wakil Ketua KPK itu.
Basaria pun mengimbau kepada para pejabat negara, termasuk pejabat BUMN, untuk berani menolak tawaran suap.
Menurut Basaria, hal itu merupakan salah satu cara menekan praktik korupsi di lingkungan BUMN.
"Ini yang boleh kita utamakan, ada keberanian menolak apabila seseorang dipaksa untuk memberikan bantuan. Termasuk sekarang kita sudah selalu katakan kalau ada keraguan untuk bertemu langsung dengan KPK atau tim kita, bisa hubungi 198," kata Basaria.
(Tribunnews.com/Citra Agusta PA/Kompas.com/Dylan Aprialdo Rachman/Ardito Ramadhan/Akhdi Martin Pratama)