KY: Perlindungan Terhadap Hakim Harus Ditingkatkan
Pihaknya melakukan survey di enam wilayah yakni Medan, Palembang, Makassar, Samarinda, dan Mataram.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Yudisial (KY), Jaja Ahmad Jayus, meminta supaya perlindungan terhadap hakim ditingkatkan. Hal ini perlu dilakukan mengingat hakim masih menjadi sasaran teror.
Menurut dia, perlindungan tersebut tak bisa hanya ditafsirkan selama hakim berada di dalam ruang sidang, tetapi juga perlindungan di luar lingkungan pengadilan.
"Berdasarkan fakta pemetaan problematika hakim, diketahui kecenderungan perilaku merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim adalah perilaku menghina peradilan," kata dia, Jumat (2/8/2019).
Pada 2017, KY memetakan potensi hakim menjadi sasaran teror. Pihaknya melakukan survey di enam wilayah yakni Medan, Palembang, Makassar, Samarinda, dan Mataram.
Dia menjelaskan, hasil survei itu memiliki kemiripan dengan bentuk-bentuk penghinaan terhadap pengadilan atau lazimnya dikenal dengan istilah contempt of court.
Baca: Hotman Paris Ogah Bela Pablo Benua Soal Kasus Investasi Bodong, Bukti Foto Suami Rey Utami Masih Ada
Sebanyak 133 hakim menjadi responden. Mereka berasal dari tiga badan peradilan yakni pengadilan negeri (PN), pengadilan agama, dan pengadilan tata usaha negara (PTUN).
Berdasarkan hasil survei, ditemukan 14 perbuatan teror atau ancaman terhadap hakim. Selain itu ada 3 kekerasan fisik, dan 4 penyanderaan terhadap hakim.
KY juga menemukan ada 29 perbuatan membuat keonaran selama persidangan; 14 perbuatan menghalangi pelaksanaan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap; 10 perbuatan mengabaikan putusan hakim yang telah berkekuatan hukun tetap; dan 11 aksi demonstrasi berlebihan.
Selain itu, KY menemukan 17 kasus perilaku tidak sopan di ruang sidang, 12 kasus pencemaran nama baik hakim, 7 kasus perusakan sarana dan prasarana peradilan, 16 kasus komentar secara berlebihan; dan 16 kasus berpakaian tidak sopan dalam sidang.
"Namun demikian tetap harus membedakan antara konflik pribadi hakim dan jabatan hakim," tambahnya.
Sebelumnya, dua orang hakim di PN Jakarta Pusat, HS dan DB menjadi korban penganiayaan seorang kuasa hukum.
Upaya penganiayaan itu terjadi saat sidang perkara perdata dengan nomor perkara 223/Pdt/G/2018/PNJkt.Pst yang berlangsung, di ruang sidang Subekti, pada Kamis (18/7/2019) sekitar pukul 16.00 WIB.
Baca: Kakek 78 Hidup Sebatang Kara Berjualan Bubur, Tetap Sepi Pembeli Meski Harga Buburnya Hanya 9200
Insiden itu berawal pada saat majelis hakim sedang membacakan pertimbangan pada putusan perkara. Setelah itu, seorang kuasa hukum dari pihak penggugat TW, berinisial D, berdiri dari tempat kursi.
Dia melangkah ke hadapan majelis hakim yang membacakan pertimbangan putusan, lalu menarik ikat pinggang untuk kemudian diarahkan kepada majelis hakim.
Tali ikat pinggang digunakan atau dijadikan sarana pelaku berinisial D untuk menyerang majelis hakim yang sedang membacakan putusan.
Insiden penyerangan itu mengenai bagian kepala ketua majelis hakim berinisial HS dan juga hakim anggota I berinisial DB. Beruntung, petugas keamanan segera mengamankan pelaku sehingga situasi menjadi kembali normal.
Adanya penyerangan itu membuat hakim HS dan DB membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Pusat. Pada Jumat ini, aparat kepolisian sudah menetapkan status tersangka kepada D.