Terkait TPPU Soetikno Soedarjo, KPK Panggil Dua Karyawan Anak Perusahaan MRA Grup
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua karyawan PT Dimitri Utama Abadi (DUA), Amanda Pradita dan Dahlia Ambarwati.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua karyawan PT Dimitri Utama Abadi (DUA), Amanda Pradita dan Dahlia Ambarwati.
Selain mereka berdua, penyidik KPK turut memanggil pensiunan PT DUA Zulhaida, serta dua karyawan PT Mugi Rekso Abadi (MRA), Tita Wahyuni dan Widhi Darmawan.
"Lima orang akan bersaksi untuk kasus TPPU dengan tersangka SS (Soetikno Soedarjo)," ujar Plh Kepala Biro Humas KPK Chrystelina G. S. kepada pewarta, Senin (12/8/2019).
Baca: Dugaan Suap Garuda, KPK Tahan Soetikno Soedarjo
Baca: Terungkap, Sosok Ini Disebut-sebut Bakal Gantikan Steven Paulle di Persija Jakarta
Sebagai latar belakang, PT DUA merupakan anak perusahaan dari MRA Grup milik Soetikno Soedarjo.
KPK telah menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan beneficial owner Connaught International Pte. Ltd. Soetikno Soedarjo sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) berdasarkan pengembangan kasus suap Garuda.
Tak hanya itu, lembaga pimpinan Agus Rahardjo menetapkan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2007-2012 Hadinoto Soedigno sebagai tersangka baru kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.
Dalam kasus suap, Hadinoto diduga menerima uang dari beneficial owner Connaught International Pte. Ltd. Soetikno Soedarjo senilai USD2,3 juta dan EUR477.000 yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif pernah mengatakan, selama proses penyidikan tersebut KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan bahwa uang suap yang diberikan Soetikno kepada mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar dan Hadinoto tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce.
"Akan tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia," kata Laode dalam konferensi pers, Rabu (7/8/2019).
Laode lantas membeberkan fakta-fakta yang ditemukan selama penyidikan tersebut dan menyebut beberapa nama perusahaan asing.
Menurutnya, untuk program peremajaan pesawat, Satar saat menjabat sebagai dirut melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran.
Kontrak itu yakni kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls-Royce.
Kemudian, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
"Selaku konsultan bisnis atau komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut," ujar Laode.
Selain itu, Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia, dan empat pabrikan tersebut.
Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Satar dan Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.
Soetikno diduga memberi Satar senilai Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, USD680.000 dan EUR1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Satar di Singapura, dan SGD1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Satar di Singapura.
Untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi USD2,3 juta dan EUR477.000 yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.
Rumah, apartemen dan rekening tersebut sejauh ini sudah disita KPK atas bantuan komisi antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau, dan Serious Fraud Office, asal Inggris.
Dalam pengembangan kasus ini, lanjut Laode, diduga juga ada keterlibatan beberapa pabrikan asing yang perusahaan induknya ada di negara yang berbeda-beda.
"Untuk itu, KPK membuka peluang kerja sama dengan otoritas penegak hukum dari negara-negara tersebut terkait dengan penanganan perkara ini," katanya.
Tersangka Hadinoto diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.