182 Masyarakat Sipil, dan Anggota TNI-Polri Tewas Setelah Pembantaian Karyawan PT IK Desember 2018
Total korbannya itu ada sekitar 184. Dari 184 itu dua masih hidup. Jadi total yang meninggal itu 182.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua sekaligus Anggota tim Kemanusiaan Kabupaten Nduga, Theo Hasegem, mengatakan setidaknya sudah ada 182 orang masyarakat sipil, dan Anggota TNI-Polri tewas sejak peristiwa pembantaian karyawan PT Istaka Karya di distrik Mugi, Nduga, Papua pada 2 Desember 2018 silam.
Selain menyampaikannya di depan awak media, Theo juga menyebut data itu tercantum dalam Laporan Dugaan Korban Kekerasan Pelanggaran HAM Kabupaten Nduga Tahun 2018-2019 yang dibuat oleh Tim Kemanusiaan Kabupaten Nduga Provinsi Papua.
"Total korbannya itu ada sekitar 184. Dari 184 itu dua masih hidup. Jadi total yang meninggal itu 182. Satu orang diduga masih hidup dan satu masih hidup. Yang diduga masih hidup itu seorang anak kecil berusia satu tahun yang diduga disandera oleh militer. Itu sedang ditahan di Pos Mugi. Itu belum kita masukan ke dalam kategori meninggal. Tapi dia diduga madih hidup," kata Theo saat konferensi pers di Kantor Amnesty International Indonesia Jakarta Pusat pada Rabu (14/8/2019).
Baca: Menaker Belum Lapor Presiden Soal Wacana Tambahan Dua Jaminan Tenaga Kerja
Ia mengatakan, pihaknya sangat tidak setuju yang namanya menghilangkan nyawa manusia. Setiap orang punya hak hidup yang sama sehingga tidak seorang pun yang punya kewenangan untuk menghilangkan hak hidup seseorang.
Theo juga mengatakan pihaknya punya keprithatinan terkait anggota TNI dan Polri dalam peristiwa ini.
"Sejak tanggal 2 Desember ada 18 orang yang menjadi korban jiwa. Kami juga sudah bawa karangan bunga bagi teman-teman yang sudah dieksekusi oleh kelompok Goliath Tabuni," kata Theo.
Terkait dengan Anggota TNI dan Polri yang menjadi korban dari pihak OPM, ia berpandangan sebagai manusia para amggota TNI-Polri juga punya hak hidup yang sama sebagai warga negara yang perlu dihargai dan dihormati.
Tidak hanya itu, Theo menjelaskan korban jumlah korban meninggal tersebut kebanyakan berasal dari pengungsi yang merupakan masyarakat sipil.
Ia membagi para pengungsi menjadi tiga kategori.
Pertama adalah mereka yang mengungsi di Kabupaten-Kabupaten misalnya di Asmat, Yahukimo, Timika, Kenyam, juga ada di beberapa tempat.
Kedua pengungsi yang ada di hutan.
Baca: Sarankan Anies Dijauhkan dari Pilpres 2024, Adian Napitupulu Buat Mardani Ali Senyum-senyum
Terakhir para pengungsi yang ada di Kota/Kabupaten.
"Kami melihat korban terus bertambah, banyak yang meninggal. Lebih banyak yang umur 1-18 tahun. Ada yang sakit karena hidup lama di hutan, ada yang melahirkan di hutan lalu langsung meninggal, ada yang karena kedinginan meninggal. Mereka yang melahirkan dan meninggal itu karena tidak dapat pertolongan medis. Banyak juga yang meninggal di Kabupaten Jayawijaya dan kota kabupaten lainnya. Saya pikir ini adalah dampak dari kekerasan sejak tanggal 20 Desember," kata Theo.
Theo mengatakan, pihaknya berani mempertanggung jawabkan kevalidan data tersebut karena data tersebut telah dikonfirmadi oleh para hamba Tuhan yang mengurus penguburan para korban.
"Korban-korban itu sudah kita identifikasi betul lewat para hamba Tuhan yang ada disana. Kita sudah paparkan seluruh nama-nama itu dengan power point di hadapan seluruh hamba Tuhan. Mereka mengkonfirmasi karena mereka yang tangani setiap ada korban yang meninggal. Kami bisa pertanggungjawabkan laporan ini," kata Theo.
Terkait dengan data korban meninggal dari Kementerian Sosial yang menyebut ada 53 orang meninggal, Theo mengatakan data tersebut hanya diambil pada Desember 2018 sampai Maret 2019.
"Itu data dari bulan Desember (2018) sampai Maret (2019). Setelah Maret itu Kementerian Sosial belum publikasi," kata Theo.
Untuk itu ia meminta kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menarik pasukan TNI-Polri di seluruh wilayah Nduga.
Baca: Punya Anak Tanpa Nikah, Vicky Prasetyo Disebut Tak Pernah Beri Nafkah
Pihaknya juga menilai Bantuan Sosial yang akan diberikan oleh Kementerian Sosial atau Dinas Sosial harus atau pihak luar harus diserahkan ke pihak yang netral yakni Gereja dan bebas dari keterlibatan TNI-Polri.
Selain itu, pihaknya meminta agar pemerintah pusat harus melibatkan pihak Gereja sebagai pihak yang dipercaya dalam menyalurkan bantuan.
Sejumlah pihak yang namanya tercantum dalam laporan tersebut antara lain Pemerintah Kabupaten Nduga, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Nduga, Anggota Majelis Rakyat Papua, Sinode Gereja Kingmi di Tanah Papua, Yayasan Keadilan Keutuhan Manusia Papua, Intelektual Suku Nduga, Mahasiswa dan Pemuda, serta Tokoh Perempuan Pemerhati HAM Kabupaten Nduga.