KPK Perpanjang Masa Penahanan Tangan Kanan Mantan Bupati Labuhanbatu
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan tangan kanan eks Bupati Labuhanbatu, Sumatera Utara, Pangonal Harahap, Umar Ritonga.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan tangan kanan eks Bupati Labuhanbatu, Sumatera Utara, Pangonal Harahap, Umar Ritonga.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menerangkan, Umar bakal mendekam di Rutan K4 KPK selama 40 hari ke depan.
"Dimulai tanggal 15 Agustus 2019 - 23 September 2019," ujar Febri Dinasyah kepada pewarta, Rabu (14/8/2019).
Sebelum resmi jadi tahanan KPK, Umar sempat jadi buron selama satu tahun sejak Juli 2018.
Ia akhirnya dibekuk tim Satgas KPK, Kamis (25/7/2019).
Baca: Kakek Nenek Melawan Perampok Bersenjata Pakai Sandal dan Kursi Viral, Lihat Videonya
Baca: Bursa Transfer Pemain: AS Monaco Resmi Rekrut Ben Yedder dan Henry Onyekuru
Baca: Seputar Komposisi Kabinet Jokowi: Dari Parpol 45 Persen, Dari Kelompok Muda dan Prediksinya
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap atas sejumlah proyek di Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu. Ketiga tersangka itu adalah Panganol Harahap, pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Syahputra, dan Umar Ritonga dari pihak swasta.
Pangonal diduga telah menerima suap dari Effendy Syahputra berkaitan dengan sejumlah proyek tahun anggaran 2018. Usai pengembangan perkara, penyidik menetapkan Thamrin Ritonga, orang kepercayaan Pangonal, sebagai tersangka.
Thamrin diduga menerima uang dari Effendy.
Thamrin juga sebagai penghubung Pangonal kepada Effendy.
Sogokan sebanyak Rp500 juta dari Effendy diserahkan ke Pangonal melalui Thamrin pada 17 Juli 2018.
Thamrin pun diduga mengoordinasikan proyek di Labuhanbatu.
Baca: PKS Yakin Gerindra Akan Pilih Jadi Oposisi Meskipun Kini Menjalin Komunikasi Intensif dengan PDIP
Baca: Tak Kaget, Tapi Ariel Menyayangkan Uki Keluar Dari Noah
Atas perbuatannya, Pangonal, Umar dan Thamrin sebagai pihak penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Effendy selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Setahun buron
Umar Ritonga, tersangka penyuapan eks Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap, ditangkap Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Ia dibekuk dikediamannya usai buron sejak Juli 2018.
"Pagi ini pukul 07.00 WIB, KPK menangkap seorang yang masuk daftar pencarian orang (DPO) dalam kasus dugaan suap terhadap Bupati Labuhanbatu, Sumatra Utara, yaitu UMR (Umar Ritonga)," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, kepada pewarta, Kamis (25/7/2019).
Febry mengatakan, tim penyidik KPK mengendus jejak Umar di kediamannya belakangan ini. Penyidik dibantu Polres Labuhanbatu langsung bergegas menangkapnya. Umar tidak melawan saat ditangkap.
"Pihak keluarga bersama lurah setempat juga kooperatif menyerahkan UMR untuk proses lebih lanjut. KPK menghargai sikap kooperatif," kata Febri.
Baca: Rekrutmen Direksi Perum Jasa Tirta 1 Pendidikan Minimal Sarjana, Daftar Online hingga 31 Juli 2019
Baca: Prakiraan Cuaca BMKG di 33 Kota Besok, Jumat 26 Juli 2019: Medan akan Hujan Siang hingga Malam Hari
Baca: VIDEO - Gol Bunuh Diri Matthijs de Ligt di Laga Juventus vs Inter Milan
Baca: Usai Diputuskan Rapat Paripurna Surat Persetujuan Amnesti Baiq Nuril Diserahkan Kembali ke Presiden
Umar segera dibawa ke kantor KPK di Jakarta sore ini untuk proses hukum lebih lanjut. KPK berharap penangkapan kasus korupsi yang menimpa Umar bisa jadi pelajaran bagi setiap orang.
"(Semuanya) untuk bersikap kooperatif dan tidak mempersulit proses proses hukum. Baik yang telah menjadi DPO ataupun saat ini dalam posisi sebagai tersangka korupsi," kata Febri.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap atas sejumlah proyek di Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu.
Ketiga tersangka itu adalah Panganol Harahap, pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Syahputra, dan Umar Ritonga dari pihak swasta.
Dalam kasus ini, Panganol diduga telah menerima suap dari Effendy Syahputra berkaitan dengan sejumlah proyek tahun anggaran 2018.
Usai pengembangan perkara, penyidik menetapkan Thamrin Ritonga (TR), orang kepercayaan Pangonal, sebagai tersangka.
Thamrin diduga menerima uang dari Effendy. Thamrin juga sebagai penghubung Pangonal kepada Effendy.
Sogokan sebanyak Rp500 juta dari Effendy diserahkan ke Pangonal melalui Thamrin pada 17 Juli 2018. Thamrin pun diduga mengoordinasikan proyek di Labuhanbatu.
Atas perbuatannya, Pangonal, Umar dan Thamrin sebagai pihak penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Effendy selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Dieksekusi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan Bupati nonaktif Labuhanbatu Pangonal Harahap ke dalam penjara.
Melalui Jaksa Eksekusi pada KPK, Pangonal Harahap dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tanjung Gusta, Medan pada Kamis (18/4/2019).
"Kamis (18/4/2019) sekitar pukul 18.30 WIB. Terpidana akan menjalankan masa hukumannya di lapas tersebut sesuai putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada PN Medan yang telah berkekuatan hukum tetap," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Minggu (21/4/2019).
Sekadar informasi, Pangonal Harahap divonis 7 tahun penjara serta denda Rp 200 juta dengan pencabutan hak politik berupa hak untuk dipilih selama 3 tahun.
Saat persidangan yang berlangsung di Ruang Cakra Utama, PN Medan, Kamis (4/4/2019), Hakim Ketua Irwan Effendi juga membebankan terdakwa dengan membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 42,28 miliar dan 218.000 dolar Singapura.
Baca: Denny Darko Ungkap Peruntungan Asmara Ayu Ting Ting dan Shaheer Sheikh
Hakim menjerat terdakwa dengan Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Kasus ini bermula, dimana Pangonal Harahap sebagai Bupati Labuhanbatu hingga periode 2021 ini melakukan beberapa perbuatan berlanjut, yakni menerima hadiah berupa uang yang seluruhnya Rp42.280.000.000 serta 218.000 dolar Singapura dari pengusaha Efendy Sahputra alias Asiong.
Dimana rincian pada tahun 2016 sejumlah Rp 12.480.000.000 pada tahun 2017 sejumlah Rp 12.300.000.000 dan pada tahun 2018 sejumlah Rp 17.500.000.000 dan pecahan Dolar Singapura sejumlah SGD 218.000.
Pemberian uang itu berlangsung sejak 2016 hingga 2018 dan diberikan melalui Thamrin Ritonga, Umar Ritonga (DPO), Baikandi Harahap, Abu Yazid Anshori Hasibuan.
Selanjutnya Pangonal Harahap mengkoordinir pejabat-pejabat di Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu untuk mematuhinya dan meminta agar perusahaan Asiong dimenangkan dalam proyek pekerjaan.
Pangonal Harahap bersama-sama dengan Thamrin Ritonga dan Umar Ritonga mengetahui uang Rp 42,28 miliar dan 218.000 dolar Singapura dari Asiong merupakan fee proyek atas pemberian beberapa proyek pekerjaan di Kabupaten Labuhanbatu tahun anggaran 2016, 2017 dan 2018.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.