GAMKI Sayangkan Terjadinya Kasus Mahasiswa Papua di Surabaya
Sebab, status mahasiswa sebagai simbol kehormatan komunitas intelektual dari Tanah Papua telah direndahkan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum terpilih DPP GAMKI, Willem Wandik menyesalkan kasus yang terjadi kepada mahasiswa asal Tanah Papua, di depan asrama mahasiswa di Surabaya.
Sebab, status mahasiswa sebagai simbol kehormatan komunitas intelektual dari Tanah Papua telah direndahkan.
"Para mahasiswa datang ke Surabaya, dengan restu dan dukungan masyarakat di daerah asal serta masyarakat adat, ikut berperan dalam suksesi studi mahasiswa asal Tanah Papua, baik dalam dukungan finansial, maupun dukungan dalam bentuk adat," ujar dia melalui keterangan tertulisnya, Minggu (18/8/2019).
Willem memaparkan, sebagian besar komunitas pendatang di Tanah Papua, yang bekerja di sektor pemerintahan maupun swasta, berasal dari Pulau Jawa.
Baca: 6 Fakta Penyerangan Terduga Teroris Polsek Wonokromo, Pelaku Pura-pura Buat Laporan, Bacok Polisi
Jangan sampai, kata dia, tindakan main hakim sendiri yang ditunjukkan oleh segelintir komunitas di Kota Surabaya dan Kota Malang, justru memicu gesekan sosial yang lebih besar di kota-kota di Tanah Papua, yang mengarah pada aksi-aksi tak terpuji.
GAMKI menghimbau kepada komunitas mahasiswa asal Tanah Papua yang diduga mengalami persekusi di asrama Surabaya untuk tetap tenang, sampai delegasi pemerintah daerah, tokoh parlemen, tokoh gereja, tokoh adat dari Tanah Papua, dapat ikut hadir memediasi masalah yang sedang terjadi.
Baca: Gadis Pekalongan Batal Dinikahi Kekasih Gara-gara Hitungan Weton, Keluarga Timang Soal Maut-Rezeki
Di momentum hari kemerdekaan ke-74 RI, Willem meminta kepada seluruh komponen untuk tidak melakukan aksi kekerasan fisik karena hal ini akan sangat berdampak terhadap nasib saudara-saudara asal Pulau Jawa yang juga saat ini hidup rukun dan tenteram di Tanah Papua.
43 Mahasiswa Diamankan
Sebelumnya diberitakan Kompas.com, sebanyak 43 mahasiswa Papua dibawa ke Mapolrestabes Surabaya setelah polisi menembakkan gas air mata dan menjebol pintu pagar Asrama Mahasiswa Papua, Sabtu (17/8/2019) sore.
Puluhan mahasiswa Papua tersebut diangkut paksa dan dimasukkan ke dalam truk oleh aparat kepolisian dari asrama mereka di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur.
Wakapolrestabes Surabaya AKBP Leonardus Simarmata mengatakan, mahasiswa Papua tersebut dibawa untuk kepentingan pemeriksaan.
Polisi, kata dia, akan mendalami perusakan dan pembuangan Bendera Merah Putih ke dalam selokan yang diduga dilakukan oknum mahasiswa Papua.
"Saat ini (mereka), kami ambil keterangan di Polrestabes Surabaya, seluruhnya ada 43 (mahasiswa Papua yang ditangkap)," kata Leo, di Asrama Mahasiswa Papua, Sabtu.
Leo mengatakan, 43 mahasiswa Papua tersebut terdiri dari 40 mahasiswa laki-laki dan tiga orang perempuan.
Ia memastikan, mahasiswa Papua akan dikembalikan setelah kepentenginan pemeriksaan selesai.
"Setelah selesai kami akan kembalikan. Kami perlakukan (mereka) dengan sangat baik, kami berikan juga waktu mau ke belakang, mau minum dan lain-lain, tetap kami berikan. Hak-haknya tetap kami berikan semuanya," ujar dia.
Sebelumnya, situasi Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, kembali mencekam, Sabtu siang.
Negosiasi antara mahasiswa Papua dengan pihak kepolisian, camat, serta tokoh masyarakat menemui jalan buntu.
Sekitar pukul 14.45 WIB, polisi menembakkan gas air mata sebanyak sepuluh kali ke dalam asrama.
Sejumlah polisi yang menggunakan perisai kemudian menerobos masuk dengan mendobrak pagar dan menjebol pintu pagar asrama Papua tersebut.
Petugas kepolisian lalu masuk ke dalam asrama dan membawa keluar sejumlah mahasiswa Papua. Mereka pun dibawa polisi menggunakan tiga mobil truk.