Kritik Lengkap Sherly Annavita atas Keputusan Jokowi, Sisipkan Doa di Akhir Pembicaraan
Kritik lengkap Sherly Annavita atas keputusan Jokowi memindah ibu kota, sisipkan doa di akhir pembicaraannya.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Daryono
Kritik lengkap Sherly Annavita atas keputusan Jokowi memindah ibu kota, sisipkan doa di akhir pembicaraannya.
TRIBUNNEWS.COM - Simak kritik lengkap Sherly Annavita atas keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai kepindahan ibu kota ke Kalimantan.
Kritik Sherly Annavita terkait keputusan Jokowi memindah ibu kota, sisipkan doa di akhir pembicaraannya.
Pada Rabu (21/8/2019), Sherly muncul dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang tayang di stasiun televisi tvOne untuk membahas pemindahan ibu kota.
Dalam diskusi tersebut, Sherly Annavita menyatakan keberatan atas keputusan Jokowi yang ingin memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan.
Baca: Soroti Pembangunan Trans-Papua oleh Jokowi, Najwa Shihab Membisu saat Lukas Enembe Bicara Fakta Ini
Baca: Jokowi 3 Kali Bahas Pindah Ibu Kota, Fadli Zon: Presiden Jangan Mikir Sendiri, Jangan-jangan Wangsit
Ia menganggap banyak hal lebih penting yang harus dilakukan ketimbang memindah ibu kota, yakni mengatasi pengangguran, lapangan kerja, BPJS, hingga beberapa BUMN yang terancam bangkrut.
Terlebih dana yang akan dikucurkan tak sedikit, mencapai Rp 466 triliun.
Menurut Sherly, biaya tersebut justru bisa digunakan untuk mengurusi hal-hal darurat yang telah ia sebutkan.
Dikutip Tribunnews dari tayangan ILC, berikut kritik lengkap Sherly Annavita:
"Sebagaimana kita ketahui bahwa pemindahan ibu kota ini bukan wacana, tadi kalau kata Bang Fadli, bukan wacana baru. Ini sudah pernah diwacanakan oleh presiden-presiden sebelumnya. Namun, alasan utama presiden yang tadi sama-sama kita saksikan di awal program ini, setidaknya ada empat yang saya ingin highlight Pak Karni.
Yang pertama alasannya, alasan banjir, macet, polusi, dan perataan tanah. Alasan ini sebenarnya sedikit besarnya, menohok kapasitas Pak Jokowi sendiri dalam memerintah. Karena bukankah salah satu program besar Pak Jokowi, saat itu mencalonkan diri menjadi gubernur dan menjadi presiden, adalah tentang penanganan semua keruwetan Jakarta? Didalamnya termasuk macet, banjir, polusi, dan lain-lain.
Jadi ketika sekarang Beliau menjadikan alasan pindahnya ibu kota ini karena macet, banjir, polusi, seperti tadi kita sama-sama dengar. Maka seolah Beliau sedang mengonfirmasi kegagalannya dalam memenuhi janji kampanye beliau, saat Pilgub dan Pilpres. Atau kegagalannya Beliau sebagai seorang gubernur dan presiden. Itu yang pertama alasannya.
Yang kedua alasan pemerataan pembangunan. Kita bisa aja punya pendapat yang berbeda tentang ini. Tapi, kalau alasannya adalah pemindahan ibu kota itu untuk pemerataan pembangunan, maka saya pikir Pak Karni, tentu saja solusi yang seharusnya ditawarkan adalah meningkatkan pengawasan pemerataan pembangunan itu ke daerah-daerah. Bukan memindahkan ibu kota ke daerah tersebut.
Kenapa? Apakah akan ada jaminan ketika ibu kota dipindahkan ke suatu daerah, sebutlah Pulau Kalimantan, itu akan ada jaminan bahwa pemerataan pembangunan Indonesia akan membaik? Apakah justru tidak akan menimbulkan konflik baru? Semisal kecemburuan sosial. Karena Bang Fahri tadi juga bilang bahwa seandainya alasannya adalah pemerataan pembangunan, saya pikir seharusnya akan lebih bermanfaat warga Aceh atau warga Papua misalnya yang merasakan pemindahan ibu kota tersebut. Jadi, jangan sampai kemudian alasan pemerataan pembangunan ini justru memicu konflik baru, kecemburuan sosial dari provinsi-provinsi lainnya.