PBNU Percaya Integritas Pansel Capim KPK
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) percaya dengan integritas Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) percaya dengan integritas Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya percaya integritas Pansel Capim KPK," kata Ketua PBNU bidang Hukum dan Perundang-undangan Robikin Emhas ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (25/8/2019).
Robikin juga percaya Pansel Capim KPK yang dipimpin Yenti Garnasih akan memilih kandidat sesuai dengan syarat yang ditentukan undang-undang serta maksud didirikannya lembaga antirasuah tersebut.
Syarat capim KPK yang ditentukan UU 30/2002 di antaranya adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela, cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi dan memiliki reputasi yang baik.
"Itu berarti capim KPK harus terbebas dari kepentingan apa pun dan dari pihak mana pun, selain agenda pemberantasan korupsi itu sendiri," ujar Robikin.
Baca: Tersisa 20 Capim KPK, Nama Besar Berguguran
Untuk itu, lanjut Robikin, proses rekrutmen yang kini berlangsung harus memastikan tercapainya maksud tersebut.
"Alangkah berbahayanya jika KPK yang merupakan lembaga superbody itu memiliki agenda lain selain menjalankan mandat pemberantasan korupsi," kata Robikin.
Pada Jumat (23/8/2019) pekan lalu, Pansel Capim KPK mengumumkan 20 calon pimpinan KPK masa jabatan 2019-2023 yang lulus profile assesment sehingga dapat mengikuti tahapan seleksi berikutnya.
Anggota Pansel Capim KPK Hendardi menyatakan pada tahapan profile assessment pihaknya tidak hanya menerima masukan dari KPK, tapi juga dari tujuh lembaga negara lain, yakni BNPT, BNN, Polri, PPATK, BIN, Dirjen Pajak, dan MA.
Hendardi memastikan selalu mengecek kembali masukan dari sejumlah lembaga mengenai rekam jejak para capim KPK. Namun, menurut Hendardi, tak semua masukan tersebut memiliki kategori kebenaran atau kepastian hukum.
"Tracking dan masukan-masukan itu tentu saja ada yang berkategori kebenaran, indikasi atau sudah/belum berkekuatan pasti. Semua itu kami klarifikasi terhadap pihak yang menyampaikan tracking dari lembaga-lembaga tersebut," kata Hendardi, Sabtu (24/8/2019).
Jadi, lanjut Hendardi, jika lembaga seperti KPK menyampaikan tracking itu belum tentu semua memiiliki kategori kebenaran atau kepastian hukum.
"Bisa berupa indikasi yang nantinya dapat diperdalam dalam tahapan seleksi berikutnya. Jika temuan merupakan kebenaran atau berkekuatan hukum tentu tidak kami toleransi," kata Hendardi.