Pengamat: Larang Eks Koruptor Maju Pilkada Bisa Cegah Kasus Korupsi Kembali Terjadi
Menurut Ray Rangkuti, aturan seperti ini sangat mendesak untuk mencegah berkuasanya kembali mantan koruptor menjadi pejabat di Indonesia.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat politik Ray Rangkuti menilai memang sejatinya larangan eks koruptor maju dalam Pilkada diatur dalam Undang-undang.
Menurut Ray Rangkuti, aturan seperti ini sangat mendesak untuk mencegah berkuasanya kembali mantan koruptor menjadi pejabat di Indonesia.
Dalam beberapa kasus, dia melihat, mantan narapidana koruptor malah kembali terjebak korupsi yang membuat mereka kembali berhadapan dengan penegak hukum.
Di luar itu, di beberapa tempat, kepala daerahnya berulang kali ditangkap penegak hukum karena terlibat kasus korupsi.
"Nyata, pemenjaraan para koruptor, tidak dengan sendirinya berimplikasi pada berkurangnya praktek korupsi," ujar Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Rabu (28/8/2019).
Karena itu dia menilai, salah satu sanksi yang akan ampuh membuat koruptor tidak kembali melakukan kasus korupsi adalah menahan mereka untuk dapat kembali ke politik.
Baca: BREAKING NEWS - Polres Lampung Selatan Gagalkan Penyelundupan Benih Lobster Senilai Rp 12,8 Miliar
"Melarang mereka masuk ke politik dalam kurun waktu tertentu akan memberi efek menyakitkan. Sebab, kesempatan mereka untuk mengakumulasi kehormatan atau bahkan ekonomi akan terbatas. Ini jauh lebih menakutkan mereka dibandingkan dengan masuk penjara," jelas Ray Rangkuti.
Karena itu dia bersama KPU dan Bawaslu mendorong segera dilakukan revisi terbatas terkait Pilkada, khususnya adanya penambahan larangan eks koruptor maju dalam Pilkada.
Anggota DPR: MK Sudah Membatalkan Syarat Itu
Anggota Komisi II DPR RI, Achmad Baidowi menanggapi usulan Bawaslu dan KPU agar dilakukan revisi terbatas UU No 10 Pilkada Tahun 2016 tentang Pilkada. Salah satu poin revisi yang dia usulkan adalah penambahan aturan terkait pelarangan pencalonan eks napi koruptor.
Wakil Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengingatkan, penyusunan UU harus selalu mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
DPR RI pun pernah membuat aturan larangan eks koruptor mencalonkan diri dalam Pilkada.
Namun MK membatalkan aturan larangan bagi eks koruptor maju dalam Pilkada.
Baca: Ingin Dapatkan Upah dengan Cara Mudah, Sulaiman Mau Saja Diminta Simpan Ganja Ratusan Kilogram
"Bukankah MK sudah menghapus syarat bagi mantan napi untuk bisa beraktivitas kembali dalam pencalonan pejabat negara dengan syarat secara terbuka menyampaikan kepada publik," ujar Baidowi kepada Tribunnews.com, Rabu (28/8/2019).
Artinya, dia tegaskan, dalam putusan MK tidak ada larangan untuk mantan narapidana kasus korupsi.
Bukan itu saja, dia mengingatkan pula, Mahkamah Agung (MA) juga membatalkan aturan PKPU terkait pelarangan eks koruptor menjadi Calon Legislatif.
"Kenapa PKPU yang melarang mantan napi koruptor jadi caleg dibatalkan MA? Karena bertentangan dengan UU dan UU sejalan dengan konstitusi," tegasnya.
Bawaslu dan KPU Dorong Revisi UU Pilkada Agar Eks Koruptor Tak Bisa Ikut
Ketua Bawaslu Abhan menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Kedatangan Abhan untuk melaporkan kinerja Bawaslu dalam mengawasi Pemilu 2019 dan persiapan kontestasi Pilkada 2020.
Selain itu, kata Abhan, Bawaslu juga menyampaikan perlu dilakukan revisi terbatas.
Ia mencontohkan yang perlu diperbaiki, seperti syarat pelarangan calon peserta Pilkada bagi seseorang berstatus mantan terpidana kasus korupsi agar diperkuat di dalam undang-undang.
Baca: Polisi Belum Temukan Indikasi Kasus Polsek Tlogowungu terkait dengan Polsek Wonokromo
"Tidak cukup dengan PKPU (Peraturan KPU), karena kalau PKPU nanti, norma undang-undangnya masih membolehkan, nanti jadi masalah kembali," ujarnya.
"Seperti pengalaman saat di Pileg tahun 2019, ketika PKPU mengatur napi koruptor, kemudian diuji di Mahkamah Agung dan ditolak. Itu jangan sampai terulang," sambung Abhan.
Menurutnya, hal tersebut diusulkan ke Presiden, dimana undang-undang yang harus direvisi terbatas maupun meyeluluruh yaitu terkait syarat peserta Pilkada pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
"Tadi kami melakukan usulan itu kepada pemerintah, dan kami juga menyerahkan naskah akademik atas usulan revisi UU 10 tahun 2016," ujar Abhan.
Di tempat berbeda, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menyakini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan segera mensahkan larangan eks koruptor maju dalam pilkada menjadi undang-undang.
Selain itu, Ketua KPU Arief Budiman berharap, baik pemerintah dan DPR juga dapat melakukan revisi dalam undang-undang pemilu.
Hal itu disampaikan, Arief usai bertemu wakil presiden RI, Jusuf Kalla, di kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).
"Untuk yang sekarang ya, untuk pilkada, kan kita belum pernah rapat resmi untuk membahas ini dengan DPR. Tetapi di dalam banyak forum kita diskusi mereka (DPR) setuju dengan substansi bahwa jangan lagi lah ada mantan terpidana korupsi untuk maju dalam pilkada," ujar Arief.
Baca: Misteri Tengkorak Manusia di Banyumas Tersingkap, Ini Kronologi serta Motif Pelaku Pembunuhan
Meski demikian, ia menyerahkan kewenangan larangan itu dimasukan dalam UU sepenuhnya kepada Pemerintah dan DPR.
"Kewenangannya ada di Pemerintah dan DPR ya kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan DPR. Tapi KPU kan sudah pernah menyampaikan ini sebenarnya. Baik kepada pemerintah dan DPR," jelasnya.
Menurut dia, subtansi keinginan KPU agar larangan eks.koruptor diundangkan adalah untuk menghindari adanya judicial review di Mahkamah Agung.
"Jadi mudah-mudahan. Apa lagi ada kejadian yang terakhir itu, mudah-mudahan untuk pilkada ini tidak dijudicial review, tidak dichallenge oleh para pihak," harapnya.(*)