Catatan Psikolog Forensik Reza Indragiri Terkait Hukuman Kebiri
Padahal menurut Reza Indragiri Amriel, kebiri kimiawi seharusnya adalah bentuk rehabilitasi fisik
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Vonis kebiri kimiawi Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto terhadap Terpidana kasus pemerkosaan sembilan anak menuai reaksi dari sejumlah pihak.
Salah satunya Psikolog Reza Indragiri Amriel.
Baca: Tangisan Via Vallen Soroti Hukuman Kebiri Kimia Predator 9 Anak di Mojokerto: Mohon Pencerahannya!
Reza Indragiri Amriel menilai tujuan dari penerapan kebiri kimiawi seperti yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 yakni sebagai bentuk hukuman yang menimbulkan efek jera.
Padahal menurut Reza Indragiri Amriel, kebiri kimiawi seharusnya adalah bentuk rehabilitasi fisik.
"Kebiri kimiawi diyakini memunculkan efek jera. Padahal, efek jera itu baru muncul ketika kebiri dikemas sebagai bentuk tindakan rehabilitatif, bukan tindakan retributif," kata Reza Indragiri Amriel dalam keterangannya, Kamis (29/8/2019).
Reza Indragiri mengatakan penerapan penerapan kebiri di negara lain lebih bersifat rehabilitatif, tidak seperti di Indonesia.
"Pemerintah berbangga menyebut Indonesia adalah salah satu negara yang memberlakukan kebiri. Padahal, berbeda dengan di Indonesia di mana kebiri bersifat retributif, di negara-negara lain, kebiri bersifat rehabilitatif," kata Reza Indragiri.
"Alhasil, di sini kebiri dikritik sebagai pelanggaran hak azasi manusia, sementara di negara-negara lain kebiri justru memanusiakan manusia (pelaku)," ucap Reza Indragiri.
Menurut Reza Indragiri, ada mispersepsi terkait tujuan memberikan efek jera dengan mengebiri kimiawi terpidana kasus kejahatan seksual terhadap anak.
"Padahal, efek jera itu baru muncul ketika kebiri (sebagai rehabilitasi fisik) dikemas bersamaan dengan rehabilitasi psikis," kata Reza Indragiri.
Selain itu, Reza Indragiri mengatakan ada bias gender di dalam Undang-Undang dan narasi publik tentang kebiri di Indonesia.
Baca: Hukuman Kebiri Untuk Aris Dipastikan Dilakukan Setelah Jalani Hukuman Pokok
"Kebiri ditujukan untuk menekan testosteron (hormon seksual yang seakan hanya ada pada lelaki). Ini nyata-nyata bias gender. Penyusun UU dan masyarakat punya cara pandang sexist, tidak objektif," ucap Reza.
Padahal, Lanjut Reza Indragiri, data Sensus 2012 di Amerika Serikat misalnya, perbandingan predator lelaki dan perempuan adalah 56,4% dan 43,6%.
Pertama kali di Mojokerto
Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Nugroho Wisnu mengatakan, dari sekian kasus kejahatan seksual, khususnya pemerkosaan yang diajukan ke pengadilan, baru kali ini keluar vonis hukuman kebiri kimia.
Diketahui, Muh Aris (20), pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Baca: 2 Fakta Penampilan Trengginas Robert Lewandowski pada Pekan Kedua Bundesliga
Baca: Video Mewahnya Venue Resepsi Roger Danuarta & Cut Meyriska, Bertabur Cahaya Kunang-kunang
Baca: Film Perempuan Tanah Jahanam, Karya Joko Anwar yang Buat Tara Basro Gugup
Baca: Kemensos dan BRI Pastikan 1130 KPM PKH di Kabupaten Sampang Mendapatkan Haknya
Pengadilan memutuskan Aris bersalah melanggar Pasal 76 D junto Pasal 81 Ayat (2) Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pemuda tukang las itu dihukum penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, Aris dikenakan hukuman tambahan beruapa kebiri kimia.
"Untuk wilayah Mojokerto, ini yang pertama kali," kata Nugroho Wisnu saat dihubungi Kompas.com, Minggu (25/8/2019) malam.
Aris dihukum penjara dan kebiri kimia setelah terbukti melakukan 9 kali pemerkosaan di wilayah Kota dan Kabupaten Mojokerto.
Ada pun para korbannya merupakan anak-anak.
"Dalam persidangan, terungkap 9 korban," kata Wisnu.
Sebelumnya diberitakan, seorang pemuda di Mojokerto dihukum kebiri kimia setelah terbukti memperkosa 9 anak.