Mengapa Cerita KKN Desa Penari Viral dan Banyak Dibicarakan? Pakar Javanologi Beberkan Penyebabnya
Mengapa cerita KKN Desa Penari menjadi viral dan banyak dibicarakan? Pakar javanologi, Prof. Sahid membeberkan penyebabnya.
Penulis: Miftah Salis
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM- Cerita KKN Desa Penari menjadi viral di media sosial.
Mengapa cerita tersebut menjadi viral dan banyak dibicarakan bahkan akan dibuat menjadi novel?
Pakar Javanologi, Prof Sahid Teguh Widodo, MHum, PhD membeberkan penyebabnya.
Belakangan ini, masyarakat Indonesia tengah dihebohkan dengan cerita horor berjudul KKN di Desa Penari.
Sebuah thread dari akun Twitter @SimpleM81378523 mendadak menjadi viral.
Thread berjudul KKN di Desa Penari menjadi kisah horor yang banyak dibicarakan orang.
Baca: Novel KKN di Desa Penari Segera Terbit, Penerbit Bocorkan Sampul, Begini Kritikan Warganet
Baca: Menguak Cerita KKN Desa Penari, Wanita Indigo Furi Harun Ungkap Terawangannya: Sebuah Peringatan
Bahkan cerita tersebut juga menuai perdebatan mengenai keasliannya, entah kisah nyata atau bukan.
YouTuber sekaligus penulis buku, Raditya Dika, bahkan mengangkat cerita tersebut dalam video di YouTubenya.
Sempat menjadi perdebatan, pemilik akun Twitter @SimpleM81378523 memberikan klarifikasi soal keaslian cerita tersebut.
Hingga berita ini dibuat, unggahan Radit yang membahas soal KKN Desa Penari telah ditonton sebanyak 11 juta viewers.
Banyak YouTuber yang kemudian juga melakukan penelusuran ke tempat yang diduga menjadi lokasi KKN Desa Penari.
Cerita yang sukses menarik perhatian masyarakat Indonesia ini juga akan diterbitkan menjadi sebuah novel.
Penerbit Bukune dalam akun Twitternya mengumumkan bahwa bulan September ini buku tersebut akan rilis.
Lalu, mengapa cerita KKN Desa Penari menjadi viral dan banyak dibicarakan?
Cerita-cerita mengenai hal-hal mistis banyak diminati karena beberapa alasan.
Menurut pakar Javanologi Prof Sahid Teguh Widodo, MHum, PhD , ada kecenderungan bahwa semesta simbolik yang diproduksi oleh era milenial ini belum begitu kuat.
"Justru menunjukkan adanya pengulangan-pengulangan semesta simbolik lama," katanya, saat dihubungi melalui sambungan telepon oleh Tribunnews, Kamis (5/9/2019).
Prof Sahid menjelaskan beberapa fase perkembangan zaman termasuk semesta simboliknya.
Setiap zaman selalu memproduksi semesta simbolik yang menjadi representasi dari zamannya.
"zaman raja-raja, itu simbolnya mitis, kepatuhan, raja dianggap wakil Tuhan, wakil dari dewa-dewa yang mewujud untuk mengatur kehidupan manusia," tuturnya.
Misalnya, orang tidak boleh menggunakan nama secara sembarangan.
Lepas dari zaman itu, masuk ke era industrialisasi.
Baca: Viral Bocah Perempuan yang Miliki Iris Mata dengan Empat Warna, Bisa Berubah dan Tak Bisa Ditebak
Baca: CEK FAKTA: Viral Video Pemuda di Wonogiri yang Tertangkap Basah Selingkuhi Istri Orang
Di era ini berubah menjadi mitis modern tetapi individual.
Sementara itu, pada era teknokratis berubah semesta simboliknya yakni menjadi tawar-menawar.
"Manusia berusaha menyesuaikan perilaku dengan perubahan," katanya.
Saat ini di era yang digital, terjadi perubahan yang terlalu cepat.
Menurut Prof Sahid, orang tidak lagi mengenal orang secara langsung, tidak lagi lewat pertemuan langsung.
Gejala-gejala tersebut tak bisa ditahan oleh masyarakat.
Meskipun zaman terus berganti, semesta simbolik tidak serta merta berganti 100 persen.
Komputer sudah menjadi barang yang digunakan oleh semua masyarakat dewasa ini.
Dalam hal ini perkembangan virtual semakin pesat.
"Setiap orang memiliki kecenderungan untuk menderivasi dirinya sendiri", katanya.
Orang juga disebut cenderung ingin mendapat kesempurnaan dari dunia virtual.
Hal-hal ini kemudian memunculkan adanya hukum virtual yakni UU ITE.
Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS) ini berpendapat saat ini orang-orang cenderung mempercayai hal-hal yang tidak tampak.
"Padahal zaman tradisional hal itu sudah ada."
"Simbol-simbol masa lalu yang menjadi dasar kehidupan masyarakat utama di Jawa tidak 100 persen berubah," tambahnya.
Hal inilah yang membuat mengapa hal-hal virtual bisa menjadi viral.
"Hal-hal yang sifatnya virtual bisa menjadi viral karena ada rembesan-rembesan masa lalu," katanya.
Satu penyebab lain yakni nilai berita.
Menurut Prof Sahid, orang-orang saat ini sudah tidak tertarik pada hal-hal yang bersifat horizontal.
Misal seperti aktivitas sehari-hari bahkan prestasi seseorang.
"Kemajuan zaman tidak linier 100 persen, adanya rembesan-rembesan masa lalu yang masih ada walaupun dalam generasi yang berbeda," tambahnya.
Saat ditanya mengenai kebenaran cerita KKN Desa Penari, cerita-cerita mengani sosok penari di masa lalu memang ada.
Prof Sahid menambahkan, cerita folklor digunakan sebagai suatu alat untuk mengatur masyarakat.
"Hal itu timbul sebagai alat untuk memaksa masyarakat untuk tidak melakukan sesuatu," katanya.
(Tribunnews.com/Miftah)