RUSUH PAPUA, Polisi Sebut Paulus Suryanta Ginting Penghubung Informasi ke Media Asing
Paulus Suryanta Ginting diketahui telah menggelar tiga kali pertemuan untuk merencanakan aksi unjuk rasa tersebut.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi menyebutkan, Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), Paulus Suryanta Ginting (PSG), berperan sebagai perantara ke media asing untuk menginformasikan isu kemerdekaan Papua.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, Suryanta juga berperan sebagai inisiator aksi unjuk rasa yang digelar di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019) lalu.
Dalam aksi unjuk rasa tersebut, sejumlah orang tampak mengibarkan bendera Bintang Kejora.
Suryanta diketahui telah menggelar tiga kali pertemuan untuk merencanakan aksi unjuk rasa tersebut.
Namun, Argo tak mengungkapkan kapan dan di mana lokasi pertemuan itu dilakukan.
"Intinya bahwa yang bersangkutan itu tersangka, PSG, dia sebagai inisiator, sebagai narator, sebagai penghubung media asing yang intinya untuk mengangkat isu kemerdekaan Papua dengan referendum," kata Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu ini.
Namun, Argo tak menjelaskan secara rinci peran Suryanta.
"Tentunya kan semua ada kaitannya (Suryanta ditangkap karena mengundang media asing). ( Tersangka) masih kami lakukan pemeriksaan," ujar Argo.
Polisi telah menetapkan enam tersangka terkait pengibaran bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara, Jakarta.
Argo mengklaim, tidak ada tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian saat menangkap keenam tersangka tersebut.
Keenam tersangka saat ini ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Mereka dijerat pasal makar sebagaimana tercantum dalam Pasal 106 dan 110 KUHP.
Kejar Veronica Koman
Terkait dalang rusuh di Papua, polisi saat ini juga mengejar aktivis yang juga pengacara LBH Jakarta, Veronica Koman. Veronica saat ini dikabarkan sudah kabur ke luar negeri.
Karenanya, Polri akan bekerja sama dengan Interpol untuk melacak keberadaan aktivis Veronica Koman (VK) karena di luar negeri.
Veronica sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka akibat provokasi yang dilakukannya melalui media sosial terkait rusuh di Papua.
"Kalau VK kan masih WNI. Karena keberadaannya di luar negeri, maka nanti dari Interpol akan membantu untuk melacak yang bersangkutan, sekaligus untuk proses penegakan hukumnya," tutur Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (4/9/2019).
Menurut keterangan polisi, konten yang disebarkan Veronica bersifat provokatif dan berita bohong atau hoaks.
Saat ini, penyidik Polda Jawa Timur bersama Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri masih mendalami jejak digital VK.
Berdasarkan hasil sementara, sebagian konten diduga disebarkan dari Jakarta dan sebagian di luar negeri.
"Ada beberapa jejak digital yang masih didalami, masih ada yang didalami di Jakarta dan beberapa yang memang ada di luar negeri. Itu masih didalami laboratorium forensik digital," tutur Dedi.
Sebelumnya, pada Rabu siang, penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim menetapkan seorang aktivis perempuan bernama Veronica Koman sebagai tersangka, karena disebut aktif melakukan provokasi melalui media sosial tentang isu-isu Papua.
Kapolda Jatim, Irjen (Pol) Luki Hermawan mengatakan, saat aksi protes perusakan Bendera Merah Putih di asrama mahasiswa Papua, Surabaya, VK diduga berada di luar negeri.
"Yang bersangkutan sendiri tidak ada di lokasi saat aksi protes bendera di Asrama Papua Surabaya 16 Agustus lalu. Saat itu dia dikabarkan berada di luar negeri," terang Luki.
Namun meski tidak ada di lokasi, Veronica melalui akun media sosialnya sangat aktif mengunggah ungkapan maupun foto yang bernada provokasi.
Sebagian unggahan menggunakan bahasa Inggris.
Luki menyebut beberapa postingan bernada provokasi seperti pada 18 Agustus 2019, "Mobilisasi aksi monyet turun ke jalan untuk besok di Jayapura", ada juga "Moment polisi mulai tembak asrama Papua. Total 23 tembakan dan gas air mata".
Selain itu, juga ada unggahan "Anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung disuruh keluar ke lautan massa".
Lalu, "43 mahasiswa Papua ditangkap tanpa alasan yang jelas, 5 terluka, 1 terkena tembakan gas air mata".
Polisi menjerat Veronica Koman dengan sejumlah pasal pada empat undang-undang yang berbeda, yakni UU ITE, UU 1 tahun 46, UU KUHP pasal 160, dan UU 40 tahun 2008.
KOMPAS.com, mencoba menghubungi Veronica Koman melalui nomor ponselnya namun tidak tersambung. Pesan singkat yang dikirim juga belum direspons.
Sebagian artikel ini tayang di Kompas.com dengan judul Suryanta Ginting Disebut sebagai Penghubung dengan Media Asing untuk Angkat Isu Papua Merdeka