Draf Revisi UU KPK Dianggap Langgar Konvensi Antikorupsi PBB
Saut mencontohkan salah satu poin dalam draf RUU KPK usulan DPR yang menyebut KPK merupakan lembaga pemerintah pusat.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan sejumlah pasal dalam draf revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang diusulkan DPR tidak relevan dengan Konvensi Antikorupsi PBB atau United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) tahun 2003.
Padahal, Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut melalui UU nomor 7 tahun 2006.
"Ada poin-poin yang kita anggap tidak relevan dengan piagam PBB Antikorupsi," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di sela-sela aksi #savekpk bersama ratusan pegawai KPK di lobi Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2019).
Baca: Menkeu Sri Mulyani Berharap Masyarakat Mampu Ikut Urunan BPJS Kesehatan
Baca: Mobil Esemka Telah Diresmikan, Jokowi Mulanya Tak Memaksa Beli tapi Berubah Pikiran: Memang Bagus
Saut mencontohkan salah satu poin dalam draf RUU KPK usulan DPR yang menyebut KPK merupakan lembaga pemerintah pusat. Padahal, kata Saut, UNCAC menyatakan Lembaga Antikorupsi harus independen dan terbebas dari kepentingan manapun.
"Disitu diperjelas bahwa tidak ada pengaruh-pengaruh. Pengaruh tidak penting harus dihilangkan demi independensi, demi integritas. Ini kepastian pemberantasan korupsi," tegasnya.
Untuk itu, kata Saut aksi yang digelar pimpinan dan pegawai KPK hari ini merupakan wujud memperjuangkan poin-poin dalam UNCAC yang telah diratifikasi Indonesia. Menurut Saut, UU KPK yang ada saat ini sudah sejalan dengan UNCAC.
Bahkan kata Saut terdapat sejumlah poin dalam UNCAC yang belum diatur dalam aturan perundang-undangan di Indonesia seperti korupsi di sektor swasta, perdagangan pengaruh serta memperkaya diri sendiri secara tidak sah dan perdagangan pengaruh.
Untuk itu, kata Saut, ketimbang merevisi UU KPK yang sudah sejalan dengan UNCAC, DPR seharusnya merevisi UU Tipikor dengan mengakomodasi poin-poin UNCAC.
"Yang lebih prioritas adalah bukan mengubah UU KPK, tetapi yang dengan jelas seperti yang diminta piagam PBB yaitu UU Tindak Pidana Korupsi," katanya.
Saut mengatakan, dengan UU yang ada saat ini saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dalam posisi yang sulit, yakni kurang dari enam persen.
Saut khawatir, jika RUU KPK disahkan, korupsi akan semakin merajalela dan semakin mengancam ekonomi Indonesia.
Untuk itu, Saut menegaskan sikap pimpinan dan pegawai lembaga antirasuah menolak revisi UU KPK bukan menyangkut KPK secara lembaga, tapi juga menyangkut kepentingan seluruh rakyat Indonesia masa kini dan masa yang akan datang, termasuk cucu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ini harus disampaikan ini harus diulang terus karena untuk masa depan bangsa Indonesia, untuk masa depan kita semua, untuk masa depan Indonesia, untuk masa depan cucu saya, untuk masa depan cucunya Presiden masa depan cucunya menteri. Oleh sebab itu sekali lagi harus dilawan," tegasnya.
Untuk itu, Saut menyatakan, lima pimpinan KPK telah menandatangani surat untuk disampaikan kepada Jokowi. Dalam surat itu, KPK menegaskan sikapnya menolak RUU KPK dan meminta Jokowi mendengarkan dan mempertimbangkan suara seluruh elemen masyarakat terkait UU ini.
Saut menyatakan, lima Pimpinan KPK telah menandatangani surat untuk disampaikan kepada Presiden Jokowi. Dalam surat itu, KPK meminta Jokowi mendengarkan dan mempertimbangkan suara seluruh elemen masyarakat terkait revisi UU KPK.
"Kami kirim surat ke Presiden hari ini. Mudah-mudahan dengan kewenangannya dia laksanakan itu," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.