Jawab Keheranan Trimedya Panjaitan soal Harta Cuma Rp 70 Juta, Capim KPK: Sebenarnya Rp 700 Juta
Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Trimedya Pandjaitan menanyakan harta kekayaan Lili Pintauli yang hanya tertulis Rp 70 juta
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Pimpinan KPK (Capim KPK) Lili Pintauli Siregar menjalani fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR, pada Rabu, (11/9/2019).
Lili Pintauli yang merupakan mantan wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu sempat ditanya soal jumlah harta kekayaanya oleh Komisi III.
Baca: Capim KPK Nawawi Pomolango Setuju Kewenangan Penyadapan KPK Diperketat
Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan menanyakan harta kekayaan Lili Pintauli yang hanya tertulis Rp 70 juta.
"Berdasarkan daftar riwayat sauadara ini ada yang janggal dan kaget. Dalam laporan, harta kekayaan saudari hanya Rp 70 juta, padahal saudari punya suami, punya anak, rumah, bagaimana saudari bisa menceritakan, pada kami," katanya.
Menurut Trimedya panjaitan, harta kekayaan Lili Pintauli menjadi sosorotan karena paling sedikit di antara sembilan Capim yang lainnya.
Padahal dalam profilnya, Lili Pintauli memiliki rumah dan bekerja sebagai advokat.
"Saya ketahui walapun di daerah, advokat itu tidak ada yang biasa, rata rata luar biasa, misal contoh di sini pak Aziz Syamsuddin, ibu Risa Mariska juga advokat, jadi tolong dijelaskan itu, jangan sampai sebelum menjadi pimpinan, saudari memainpulasi hartanya," kata Trimedya Pandjaitan.
Menanggapi pertanyaan tersebut Lili Pintauli kemudian menjelaskan ada kesalahan penulisan harta kekayaan dalam profilnya.
Data tersebut sudah diperbaharui namum belum terkoreksi pada sistem LHKPN KPK. Sebetulnya menurut Lili Pintauli harta kekayaanya yakni RP 700 juta, bukan Rp 70 juta.
"Sebetulnya kurang angka nol, sebenarnya Rp 700 juta. Aneh memang kalau Rp 70 juta, sudah saya perbaiki, sebelum saya daftar kembali, saya revisi. Mungkin belum terkoreksi LHKPN di KPK," kata Lili Pintauli.
Namun terkait profesi advokat menurut Lili Pintauli, ia tidak seperti advokat lainnya.
Baca: Capim Sebut Wadah Pegawai KPK Sebagai Masalah Internal KPK
Ia selama ini menjadi advokat untuk kaum kaum marjinal, seperti, buruh, tani, dan nelayan.
"Saya selalu di basis, membantu petani, buruh, nelayan. Itu memang bayangan advokat sukses tidak ada, aktivitas saya concern pendampingan mengadvokasi dan lived in di basis-basis," kata Lili Pintauli.
Kritik KPK
Dalam kesempatannya tersebut Lili cenderung menjelek-jelekkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan pengalamannya sebagai wakil ketua LPSK.
Menurutnya nya koordinasi dengan lembagai KPK selama ini sulit.
"Saya dua periode di LPSK, berakhir kemarin Februari 2019. Pengalaman dengan KPK komunikasi baik. Tetapi ini menjadi tiba ketika dituangkan dalam MOU, ketika kita minta yang taktis itu mentok," ujar Lili.
MOU antara KPK dan LPSK selama ini menurut Lili sangat general dan tidak menyentuh hal teknis pada pendampingan orang-orang yang berstatus sebagai saksi pelapor sebagaimana tugas LPSK.
"Ketika kita mintakan adanya pendampingan LPSK, tapi KPK berkukuh tidak memberikan itu. Hanya ternyata ini berhubungan dengan SOP yang ada di dalam," katanya.
Baca: Wiranto: Jangan Sampai Penyiaran Dimanfaatkan Untuk Menimbulkan Kegaduhan
Selain itu menurutnya mengenai pemberian status justice collaborator (JC) kepada saksi yang seringkali berbeda antara KPK dan LPSK. Seorang saksi yang dianggap layak menjadi JC oleh LPSK, kemudian menurut KPK tidak layak.
Menurut Lili, Komisioner KPK saat ini sulit untuk ditemui. Dua kali surat yang dilayangkan LPSK untuk bertemu komisioner KPK tidak mendapatkan respon.
"KPK tidak menghormati lembaga lain. Kalau ditanya oknum atau institusi, mungkin dua duanya. Sebuah lembaga itu kalau tidak mau menghargai keberadaan lembaga lain bagaimana bisa sukses," pungkasnya.