Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

TERKINI Polemik Revisi UU KPK: 10 Poin yang Dipersoalkan KPK hingga Pernyataan Terbaru Jokowi

Berita terkini polemik revisi UU KPK: 10 Poin yang dipersoalkan KPK hingga pernyataan terbaru Jokowi

Penulis: Daryono
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in TERKINI Polemik Revisi UU KPK: 10 Poin yang Dipersoalkan KPK hingga Pernyataan Terbaru Jokowi
TRIBUN/IQBAL FIRDAUS
Lambang Komisi Pemberantasan Korupsi ditutup sebagai simbolik pada aksi Seribu Bunga dengan tagar #SAVEKPK di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Minggu (8/9/2019). Aksi ini digelar dengan membagikan bunga dan kertas tulisan kepada masyarakat sebagai simbol terhadap penolakan revisi Undang-Undang KPK yang dapat melemahkan KPK untuk memberantas korupsi. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS 

TERKINI Polemik Revisi UU KPK: 10 Poin yang Dipersoalkan KPK hingga Pernyataan Terbaru Jokowi

TRIBUNNEWS.COM - Revisi Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menuai pro kontra.

Banyak pihak menuding revisi UU KPK ini bagian dari upaya pelemahan KPK.

Di sisi lain, tak sedikit pula yang setuju dengan revisi UU KPK.

Lambang Komisi Pemberantasan Korupsi ditutup sebagai simbolik pada aksi Seribu Bunga dengan tagar #SAVEKPK di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Minggu (8/9/2019). Aksi ini digelar dengan membagikan bunga dan kertas tulisan kepada masyarakat sebagai simbol terhadap penolakan revisi Undang-Undang KPK yang dapat melemahkan KPK untuk memberantas korupsi. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS
Lambang Komisi Pemberantasan Korupsi ditutup sebagai simbolik pada aksi Seribu Bunga dengan tagar #SAVEKPK di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Minggu (8/9/2019). Aksi ini digelar dengan membagikan bunga dan kertas tulisan kepada masyarakat sebagai simbol terhadap penolakan revisi Undang-Undang KPK yang dapat melemahkan KPK untuk memberantas korupsi. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS (TRIBUN/IQBAL FIRDAUS)

Setelah revisi UU KPK disetujui dalam rapat paripurna DPR pada Kamis (5/9/2019), kini bola panas revisi UU KPK ada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca: Lili Kritik KPK saat Fit and Proper Tes, Ini Katanya

Berikut rangkuman terkini polemik revisi UU KPK sebagaimana dihimpun Tribunnews.com, Rabu (11/9/2019):

1. Sepuluh Poin yang Persoalkan KPK

Berita Rekomendasi

Dikutip dari laman resmi KPK, terdapat 10 poin yang dipersoalkan KPK dalam draft RUU KPK.

Sepuluh poin tersebut yakni:

  • Independensi KPK terancam
  • Penyadapan dipersulit dan dibatasi
  • Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
  • Sumber penyelidik dan penyidik dibatasi
  • Sumber penyelidik dan penyidik dibatas
  • Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
  • Kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas
  • Kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan
  • KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan
  • Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas

Penjelasan tiap poin atas 10 poin yang dipersoalkan KPK itu dapat anda lihat lebih lengkap dalam link berikut ini:LINK

2. Tanggapan Terkini Jokowi

Presiden Jokowi akhirnya memberikan tanggapan terkait revisi UU KPK

Sebelumnya, Jokowi menolak berkomentar lantaran belum membaca draft RUU KPK

Dalam pernyataan terbarunya, Jokowi menegaskan, revisi UU KPK jangan sampai mengganggu independensi KPK.

"Jangan sampai ada pembatasan-pembatasan yang tidak perlu sehingga independensi KPK menjadi terganggu. Intinya ke sana," kata Jokowi di Jakarta, Rabu (11/9/2019) dikutip dari Kompas.com

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kanan) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) berjalan sebelum memberikan keterangan pers terkait rencana pemindahan Ibu Kota Negara di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8/2019). Presiden Jokowi secara resmi mengumumkan keputusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kanan) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) berjalan sebelum memberikan keterangan pers terkait rencana pemindahan Ibu Kota Negara di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8/2019). Presiden Jokowi secara resmi mengumumkan keputusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Jokowi mengatakan, pagi ini ia sudah menerima Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait revisi UU KPK dari Kementerian Hukum dan HAM.

Ia mengaku akan mempelajari terlebih dulu DIM tersebut.

Setelah itu ia baru akan memutuskan apakah akan mengirim surat presiden (surpres) ke DPR sebagai tanda dimulainya pembahasan revisi UU KPK antara dewan dan pemerintah.

"Nanti kalau surpres kami kirim, besok saya sampaikan. Nanti materi-materi apa yang perlu direvisi," kata dia.

Baca: Komentar Bamsoet Soal JK Setuju Beberapa Point RUU KPK

Jokowi juga mengaku akan mempelajari satu per satu setiap pasal dalam draf RUU KPK yang disusun DPR.

Bisa saja ada pasal yang disetujui pemerintah.

Namun, ada juga pasal yang ditolak.

"Nanti satu per satu kami pelajari, putusin, dan saya sampaikan. Kenapa (pasal) ini iya, kenapa (pasal) ini tidak, karena tentu saja ada yang setuju ada yang tidak setuju dalam DIM-nya," kata dia.

3. Fahri Hamzah Kritik Pejabat yang Takut Revisi UU KPK

Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah marah-marah ketika dirinya menjadi narasumber di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TVOne, Selasa (10/9/2019).

Fahri Hamzah meradang ketika dirinya membicarakan tentang para pejabat yang takut untuk merevisi UU KPK yang tengah hangat diperbincangkan.

Untuk diketahui, saat ini DPR RI tengah berinisiatif merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Dikutip dari acara ILC di akun YouTube TVOne ini, Fahri Hamzah awalnya mengatakan, maksud awal pembentukan KPK itu untuk mengantarkan negara untuk mengakhiri transisi secara cepat.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (27/8/2019).
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (27/8/2019). (Fransiskus Adhiyuda/Tribunnews.com)

Kemudian, Fahri menceritakan bagaimana pemberantasan korupsi di Korea Selatan berjalan saat dirinya melakukan kunjungan kerja di sana.

Fahri Hamzah menceritakan bahwa dahulu Korea Selatan memiliki lembaga anti korupsi yang dianggap mirip dengan KPK.

"CICAC berdiri pada tahun 2002 itu saudara kembarannya KPK, Corruption Independent Commussion Against Corruption (Komisi Perlawanan Korupsi) ," ujar Fahri Hamzah.

Baca: Capim KPK Nawawi Pomolango Setuju Kewenangan Penyadapan KPK Diperketat

Namun, kata Fahri, lembaga tersebut di Korea Selatan banyak mendapatkan protes dari masyarakatnya sendiri.

"Tapi tahun 2008 masyarakat sipil datang ke parlemen terutama para pengusaha, mengatakan This is will kill economy, ini akan membunuh ekonomi," ungkapnya.

Adanya protes tersebut, Fahri mengatakan jika lembaga antirasuah di Korea Selatan ini akhirnya diperbaiki.

Fahri menyebutkan jika di tahun 2008, lembaga CICAC diubah menjadi ACRC.

"Lalu pada 2008 diubah menjadi ACRC (Anti Corruption and Human Right Commision )," ucapnya.

Dirinya juga menceritakan bagaimana tanggapan orang-orang Korea Selatan sendiri ketika lembaga tersebut berganti.

"Saya ketemu berapa kali, bahwa pas mereka ke sini, saya ketemu juga, yang luar biasa dari mereka adalah dia mengatakan begini 'Pemberantasan korupsi itu jika tidak untuk mempersiapkan secara cepat, seluruh institusi penegak hukum untuk bekerja menegakkan hukum dan kita mundur sebagai lembaga complain ban dibilang itu akan menjadi disaster itu menjadi problem'," papar Fahri Hamzah.

Ia pun kemudian menyinggung kepada para pejabat yang takut merevisi UU KPK.

"Sekarang 17 tahun sudah karena kita ini takut semua kan, mulai dari Hakim Mahkamah Konstitusi, Judicial Review," tutur Fahri.

Puncaknya ketika Fahri Hamzah juga menyinggung kepada para media saat memberitakan tentang para anggota DPR yang akan merevisi UU KPK.

"Media-media ini juga nih kelakuannya nih. Corruptor Fight Back, setiap ada upaya kita mau merevisi Corruptor Fight Back. Kayak kita ini maling semua mau berkomplot. Enggak berani kita pakai akal dan otak kita untuk menalar suatu perkara," ujar Fahri.

Dengan nada marah, Fahri pun mengatakan jika ada orang yang bilang pejabat itu tidak takut adalah pengecut.

"Kalau ada orang yang bilang pejabat enggak takut, pengecut ulangi dari atas sampai bawah pengecut semua," kata Fahri dengan nada tinggi.

"Penakut, tidak mau menegakkan sistem, tidak berani terus terang, saya menggugat ini pejabat-pejabat main belakang, terus teranglah sehingga KPK jangan dijadikan public hero," bentak Fahri Hamzah.

Fahri pun juga meminta agar jangan ada penghukuman moral terus menerus kepada para pejabat.

"Jangan kemudian ada penghukuman moral terus menerus kepada masyarakat, kepada pejabat," ujar Fahri.

"DPR tidak bisa dipercaya, karena ketuanya masuk (Lapas) Sukamiskin, Ketua DPD ditangkap 100 juta masuk Sukamiskin, Ketua MK di Sukamiskin, Ketua MA digeledah kantornya, polisi kena geledah, jaksa kena tangkap, hakim kena tangkap, gubernur, bupati semua kena tangkap, terus mana yang namanya pencegahan?," ungkap Fahri dengan nada emosi.

Baca: Forum Dekan FH dan STIH PT Muhammadiyah Minta Jokowi Tak Terbitkan Surpres Revisi UU KPK

Dirinya pun menyarankan jika menginginkan untuk memperkuat hukum, ia mengatakan perkuat saja polisi agar seperti KPK.

"Kalau mau memperkuat, teori memperkuat, perkuat polisi tuh suruh dia kayak KPK. Kasih gaji Kapolri seperti gaji Kepala KPK, kasih gaji penyidik Polri seperti gaji penyidik KPK," kata Fahri.

"Sehingga semua orang di seluruh Indonesia ini akan ditangkap. Kepala Desa akan ditangkap dan kita tepuk tangan sambil kita rubuh sebagai negara," ujar Fahri dengan nada emosi.

(Tribunnews.com/Daryono/Whiesa) (Kompas.com/Ihsanuddin)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas