Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ranjang Besi Tua Saksi Bisu Habibie Kecil yang Senang Main Pesawat-pesawatan Sepulang Sekolah

"Kamar Habibie masih seperti dulu. Ranjang dan lemari beliau masih tersimpan rapi," kata Rio Usman Balo, anak pemilik rumah, Rabu (11/9/2019).

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ranjang Besi Tua Saksi Bisu Habibie Kecil yang Senang Main Pesawat-pesawatan Sepulang Sekolah
KOMPAS/ALIF ICHWAN
BJ Habibie 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - BJ Habibie lahir di Kota Parepare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936.

Ia lahir di rumah dinas ayahnya, Abdul Jalil Habibie yang saat itu bertugas sebagai PNS Dinas Pertanian.

Sementara itu, sekitar 700 meter dari rumah dinas ayahnya, rumah keluarga Habibie masih berdiri Kokoh.

Rumah itu kini menjadi milik keluarga pejuang Usman Balo.

Di rumah itu, pemilik rumah masih menyimpan ranjang dan lemari kayu milik Habibie.

"Kamar Habibie masih seperti dulu. Ranjang dan lemari beliau masih tersimpan rapi," kata Rio Usman Balo, anak pemilik rumah, Rabu (11/9/2019) seperti  dikutip dari artikel Kompas.com dengan judul "Ranjang dan Lemari Kayu Habibie Kecil yang Masih Tersimpan Rapi di Parepare"

Ranjang dan Lemari Habibie, Masih Terjaga(SUDDIN SYAMSUDDIN)
Ranjang dan Lemari Habibie, Masih Terjaga(SUDDIN SYAMSUDDIN) (SUDDIN SYAMSUDDIN)

Baca: Melayat ke Rumah Duka, Ahok Berharap BJ Habibie Diberi Umur Panjang

Ranjang besi dan lemari kayu merupakan saksi bisu Habibie kecil senang bermain pesawat-pesawatan sepulang sekolah.

Berita Rekomendasi

Kenangan bersama Habibie juga disampaikan Wali Kota Parepare Taufan Pawe.

Taufan mengenang saat ia berkunjung ke rumah kelahiran BJ Habibie.

Taufan mengaku kerap berkomunikasi dengan Habibie semasa masih hidup. Bahkan, ia dan Habibie sering saling mengirim lagu kesukaan.

Misalnya, lagu-lagu perjuangan seperti Kereta Senja dan Sepasang Mata Bola.

"Saya dan Bapak BJ Habibie intens berkomunikasi, terakhir dua hari sebelum masuk rumah sakit," ujar Taufan Pawe.

Taufan rencananya berangkat ke Jakarta pada Kamis (12/9/2019) besok. Dia akan melayat langsung ke ayah intelektualnya itu.

Sebelumnya diberitakan, Presiden ketiga RI Bacharuddin Jusuf Habibie wafat pukul Rabu (11/9/2019) pukul 18.03 WIB.

Habibie meninggal dunia karena sudah berusia tua sehingga sejumlah organ dalam tubuhnya mengalami degenerasi.

Rencananya, Habibie akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP), Kalibata, Jakarta Selatan, tepatnya di samping makam almarhum istrinya, Asri Ainun, Kamis (12/9/2019).

"Kami koordinasikan ke Garnisun, slot makam di samping almarhum Ainun Habibie. Di slot 120 dan 121," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu malam. 

Asal usul nama Habibie

Pada awalnya, BJ Habibie kerap disapa Rudy oleh keluarga dan teman-temannya.

"Saat usia tiga tahun saya pandai membaca Quran karena sejak kecil sudah dibacakan ayat-ayat Quran oleh ayah saya," kata Habibie seperti dilansir Antara sewaktu peluncuran buku biografinya pada Oktober 2015 silam.

"Melihat saya mulai bisa baca Quran, orangtua saya memanggilkan guru mengaji untuk mengajari saya, kakak, dan adik saya, kami memanggilnya Kapten Arab," lanjutnya.

Seperti dilansir Kompas.com melalui artikel berjudul "Asal Usul Nama Habibie dan Prestasinya yang Jadi Sumber Inspirasi", guru ngaji berjuluk Kapten Arab itulah yang kemudian sering memanggilnya dengan sebutan Habibie.

"Saat dia panggil Habibie, semuanya nengok, tapi Kapten bilang, yang dimaksud Habibie adalah saya," lanjutnya.

Perjalanan Rudy menjadi Habibie, tertuang dalam buku biografinya yang ditulis Ginas S Noer, Rudy, Kisah Masa Muda Sang Visioner.

Termasuk juga kisah yang mengharukan dari Rudy, saat itu ia masih remaja dan baru 40 hari ditinggal ayahnya meninggal, terpaksa dikirim ibunya menyeberang ke Pulau Jawa dari Parepare demi melanjutkan studi.

Pada saat itu, Rudy yang baru berusia 13 tahun mengaku sangat memahami pilihan ibunya untuk mengirimnya berlayar tiga hari tiga malam jauh dari keluarga.

"Saat itu ibu mengatakan, saya tidak mau melepasmu sendiri tapi saya harus melaksanakan agar kamu selalu nomor satu dan selalu menjadi panutan, kamu harus laksanakan tugasmu," papar Habibie dengan mata berkaca-kaca.

Berkat ketegaran ibunya tersebut, Rudy akhirnya dapat menjelma menjadi Habibie yang dikenal seperti saat ini.

Prestasi

Pada semasa hidupnya, Habibie juga pernah beberapa kali menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan saat masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Hal tersebut tidak terlepas dari keahliannya dalam bidang teknologi dirgantara dan Habibie memiliki gelar Prof Dr Ing yang disandangkan di bagian awal namanya.

Gelar tersebut ternyata menginspirasi banyak pihak, tidak terkecuali Hutomo Suryo Wasisto, ilmuwan diaspora Indonesia yang saat ini bermukim dan bekerja di Technische Universitat Braunschweig, Jerman.

Ito kecil bercita-cita dapat memiliki gelar seperti yang diperoleh Habibie, yakni Prof Dr Ing.

"Saya lihat di televisi dan koran, ingin ke Jerman dan punya gelar seperti BJ Habibie. Waktu itu mimpinya sudah tinggi sekali. Teman-teman bilang enggak usah mimpi tinggi-tinggi, susah, bahasa Inggris juga pas-pasan," ujar Ito, panggilan akrab Hutomo Suryo Wasisto, kepada Kompas.com, Jumat (23/8/2019) di Jakarta.

Sejumlah karangan bunga berada di rumah duka almarhum Presiden ke-3 RI, BJ Habibie di Patra Kuningan, Jakarta, Rabu (11/10/2019). BJ Habibie meninggal dunia setelah menjalani perawatan di RSPAD. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah karangan bunga berada di rumah duka almarhum Presiden ke-3 RI, BJ Habibie di Patra Kuningan, Jakarta, Rabu (11/10/2019). BJ Habibie meninggal dunia setelah menjalani perawatan di RSPAD. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Saat duduk di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Purbalingga, Ito selalu berhasil menempati peringkat pertama di antara teman-teman seangkatannya.

"Didikan orang tua menanamkan bahwa jangan lihat kita di mana. Meski di daerah, tapi lakukan yang terbaik. Belajar keras," ucapnya.

Setelah lulus sekolah menengah pertama, Ito melanjutkan ke sekolah menengah atas di Yogyakarta dan terpilih menjadi siswa yang masuk kelas akselerasi. Hal tersebut membuatnya hanya menempuh masa pendidikan selama dua tahun di SMA Negeri 3 Yogyakarta.

"Ada program kelas akselerasi, saya coba-coba aja dan diterima. Dari ratusan siswa, yang diterima cuma tiga orang dan sekolahnya cuma dua tahun," kata pria kelahiran 7 September 1987 itu.

Ia pun melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi di Universitas Gadjah Mada. Tepatnya di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro. Saat lulus, ia juga mampu keluar dan menjadi lulusan terbaik.

Tidak berhenti disitu, Ito berkeinginan untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Ia mencoba memperoleh beasiswa di negara pilihannya dan cita-citanya sejak kecil yakni Jerman.

Dia mendaftar di RWTH Aachen University, Jerman. Universitas untuk pengembangan teknologi melalui riset dan aplikasinya dalam dunia industri sekaligus mantan sekolah BJ Habibie.

Sayangnya, ia tidak berhasil diterima lantaran kampus tersebut meminta menyerahkan ijazah S1 sebagai syarat administratif, tetapi ijazahnya belum bisa langsung keluar sehingga harus menunggu selama satu semester.

Akhirnya, Ito mendapat tawaran dari seorang profesor dari Taiwan untuk program kuliah lewat pembiayaan dan perusahaan semikonduktor. Ia memutuskan untuk menerima tawaran tersebut dan menempuh studi di Asia University, Taiwan.

Ito mampu lulus sebagai lulusan terbaik dengan meraih GPA 92 dan menyandang predikat Outstanding scholar of semiconductor engineering industry R and D master degree.

Ia pun memperoleh gelar Master of Engineering in Computer Science and Information Engineering

"Saya jadi lulusan terbaik, dapat master degree award. Itu kelas spesial yang menggabungkan industri dengan universitas. Masalah yang dihadapi di industri dilempar ke universitas," tuturnya.

Setelah itu, tekad Ito untuk mewujudkan impiannya ke Jerman terus meluap. Dia akhirnya berhasil diterima sebagai scientific student sekaligus research assistant di negeri beribu kota di Berlin itu.

Ito dapat menempuh studi dan bekerja di Technische Universitat Braunschweig. Kota itu dikenal sebagai sister city Bandung.

Seiring berjalannya waktu, Ito mampu menghasilkan banyak journal paper yang mendasari dirinya untuk mendapat sejumlah penghargaan diantaranya Best Young Scientist Poster Award pada 2012 di Krakow, Polandia, dari Eurosensors.

Terdapat 45 journal paper yang berhasil ia terbitkan sejak tahun 2011 hingga 2019. Hal tersebut membuat orang-orang Jerman di kampus merasa bingung bagaimana bisa dia melakukan hal itu.

"Tadinya saya diremehin, dibilang itu susah, enggak berhasil. Tapi, semakin diremehin dan ditantang, saya semakin ingin membuktikan bahwa saya bisa," tegas Ito.

Ito berhasil lulus dari studi S-3 dibidang nanoteknologi di Technische Universitas Braunschweig sejak 2010 hingga 24 Juni 2014 dan mendapatkan gelar Doktor-Ingenieur (Dr Ing) in Electrical Engineering, Information, and Physics dengan status Summa Cum Laude with distinction/honor.

"Waktu wisuda saya diumumkan jadi PhD terbaik. Umur saya waktu itu 26 tahun dan akhirnya saya meraih gelar Dr Ing seperti Habibie. Itu doktor teknik yang cuma ada di Jerman," imbuh Ito.

Atas prestasi yang mampu ia peroleh, Ito berhak menyadang status German permanent residency for high-qualified person dan menduduki posisi sebagai Reasearch Group Leader.

Dia bertanggung jawab di Laboratory for Emerging Nanometrology (LENA) dan Institute of Semiconductor Technology (IHT), di Technische Universitat Braunschweig, Jerman.

Bisa dikatakan bahwa kedudukan itu setara dengan asisten profesor di Amerika Serikat. Artinya, selain sebagai dosen, Ito mempunyai kelompok mahasiswa sendiri dan otoritas untuk menentukan arah pengembangan riset apa yang akan dilakukan.

Tak terasa, sudah sekitar 9 tahun dia tinggal di Jerman. Status ilmuwan diaspora yang disandangnya sekarang membuatnya tidak bisa melupakan Indonesia sebagai tanah airnya. Ito ingin berkontribusi nyata.

Tokoh melayat

Sejumlah tokoh nasional melayat ke rumah duka BJ Habibie.

Termasuk Presiden RI, Joko Widodo, melayat ke rumah duka Presiden RI ke-3 BJ Habibie, di Jl Patra Kuningan VII, Jakarta Selatan, Kamis (12/9).

Pantauan Tribunnews.com, kedatangan Jokowi diketahui dengan kehadiran paspamres sekira pukul 09.06 WIB.

Jokowi nampak berjalan dengan pelan seraya berbincang dengan seorang pria yang mengenakan baju koko putih.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu sendiri mengenakan setelah jas berwarna abu-abu. Ia ditemani pula oleh sang istri Iriana Jokowi.

Mengenakan baju gamis putih dipadukan dengan selendang warna orange yang dibalut di mahkotanya, Iriana nampak berjalan dibelakang Jokowi.

Amatan Tribunnews.com, Jokowi hanya melayat atau berada di kediaman suami Ainun tersebut selama kurang lebih 10 menit.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melayat BJ Habibie di rumah duka, Kamis (12/9/2019).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melayat BJ Habibie di rumah duka, Kamis (12/9/2019). (Biro Setpres/Rusman)

Kehadiran dirinya dirumah duka, disebut Jokowi sebagai bentuk penghormatan kepada almarhum.

"Pagi hari ini saya kembali bertakziah di kediaman rumah duka Bapak BJ Habibie.  Meskipun tadi malam saya sudah ke RSPAD, tapi ini adalah sebuah penghormatan besar kita, dari seluruh rakyat Indonesia, dari pemerintah atas pengabdian beliau pada bangsa dan negara," ujar Jokowi, di lokasi, Kamis (12/9/2019).

Ia juga menyinggung bahwa siang ini dirinya akan menjadi Inspektur Upacara dalam prosesi pemakaman almarhum di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata.

Terakhir kali, Jokowi mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mengirim doa kepada BJ Habibie.

"Kepada seluruh masyarakat, saya mengajak berdoa bersama semoga arwah beliau diterima di sisi Allah, diberikan tempat terbaik di sisinya," tandasnya.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas