Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

BREAKING NEWS - DPR Sahkan UU KPK Hasil Revisi

Selasa (17/9/2019), DPR menggelar rapat paripurna pengesahan UU KPK hasil revisi.Hingga berita ini ditulis, DPR masih menggelar rapat paripurna.

Penulis: Daryono
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in BREAKING NEWS - DPR Sahkan UU KPK Hasil Revisi
TRIBUN/IQBAL FIRDAUS
Lambang Komisi Pemberantasan Korupsi di atas gedung KPK ditutup sebagai simbolik pada aksi Seribu Bunga dengan tagar #SAVEKPK di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Minggu (8/9/2019). Aksi ini digelar dengan membagikan bunga dan kertas tulisan kepada masyarakat sebagai simbol terhadap penolakan revisi Undang-Undang KPK yang dapat melemahkan KPK untuk memberantas korupsi. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS 

TRIBUNNEWS.COM - Setelah poin-poin perubahan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disepakati DPR dan pemerintah, hari ini Selasa (17/9/2019), DPR menggelar rapat paripurna pengesahan UU KPK hasil revisi.

Hingga berita ini ditulis, DPR masih menggelar rapat paripurna.

Saat ini, fraksi- fraksi menyampaikan pandangannya atas revisi UU KPK.

Link live streaming dapat anda akses di sini.

Senin (16/9/2019) malam, DPR dan pemerintah menyepakati tujuh poin perubahan dalam revisi UU KPK.

Tujuh Poin Perubahan Disepakati

Sebelumnya, mengutip Kompas.com, Ketua Tim Panja DPR Revisi UU KPK Totok Daryanto mengatakan terdapat tujuh poin perubahan yang disepakati dalam revisi UU KPK.

Berita Rekomendasi

Pertama, soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap independen.

Kedua, terkait pembentukan Dewan Pengawas.

Ketiga, mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.

Keempat, mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) oleh KPK.

Kelima, koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Keenam, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan.

Ketujuh, sistem kepegawaian KPK.

Baca: Fadli Zon: Bencana Asap Menjadi Ironi Saat Wacana Pemindahan Ibu Kota

Penjelasan Menkumham

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan perihal telah selesainya pembahasan revisi UU KPK antara DPR dan pemerintah.

Beberapa poin strategis dalam revisi UU KPK pun telah disepakati oleh mayoritas fraksi di DPR.

Yasonna memastikan daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam revisi UU KPK sudah disinkronisasikan oleh DPR dan pemerintah.

"Maka saya dorong bagaimana ini surat, mereka mengatakan kita lanjut aja, ya kita lanjut."

"Dan memang sudah pembahasan DIM, Panja (Panitia Kerja) sudah menyelesaikan DIM-nya."

"Ada pending tadi kemudian panja meneruskan kembali dan diselesaikan," ujar Yasonna usai menghadiri rapat Baleg bersama DPR terkait pembahasan revisi UU KPK, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019) malam.

Dalam beberapa poin revisi UU KPK, Jokowi sempat menolak izin pihak luar untuk penyadapan, pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK serta penyidik dan penyelidik KPK hanya dari unsur kepolisian dan kejaksaan.

PKS dan Demokrat pun masih belum menyetujui beberapa poin dalam revisi tersebut.

Namun, Yasonna menegaskan mayoritas fraksi di DPR sudah sepakat untuk melanjutkan pembahasan revisi UU KPK ke rapat paripurna.

"Kami sudah memasukkan DIM apa yang diajukan oleh DPR, dan DIM ini udah kita bahas dan kita serahkan ke DPR. Dan DPR menerima DIM kami hanya sedikit perubahan. Setelah kita melihat perubahan itu dapat kita akomodasi ya kita katakan setuju," jelasnya.

Baca: Alasan Jokowi Tolak Pengembalian Mandat Pimpinan KPK

Gerindra dan PKS Beri Catatan

Badan Legislasi DPR dan pemerintah menyetujui revisi UU KPK untuk dimintakan persetujuan disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (17/9/2019).

Persetujuan diwarnai keberatan dari dua fraksi, yaitu Fraksi Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera.

Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, fraksinya keberatan dengan pembentukan Dewan Pengawas KPK yang anggotanya dipilih presiden.

Komposisi Dewan Pengawas semestinya terdiri atas pemerintah, DPR, dan masyarakat.

“Kami juga keberatan soal penyadapan yang membutuhkan izin tertulis Dewan Pengawas. Kami mengusulkan agar KPK memberikan pemberitahuan tertulis sebelum penyadapan dan nanti bisa dievaluasi Dewan Pengawas,” kata Ledia.

Keberatan soal Dewan Pengawas yang anggotanya mutlak dipilih oleh presiden juga hadir dari Fraksi Partai Gerindra.

Namun, belum ada penjelasan detail mengenai keberatan tersebut. Menurut rencana, penjelasan Gerindra baru akan disampaikan saat rapat paripurna, besok.

Sementara itu, Fraksi Partai Demokrat belum menentukan sikap.

Mereka masih mengonsultasikan sikap fraksi dengan pimpinan partai.

Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua Panitia Kerja RUU KPK sekaligus Wakil Ketua Baleg dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Totok Daryanto membacakan sejumlah poin revisi UU KPK yang telah disepakati.

Di antaranya terkait pembentukan Dewan Pengawas, pengaturan penyadapan, dan kewenangan bagi KPK untuk menghentikan penyidikan suatu perkara.

Agenda Rapat Paripurna Pengesahan Revisi UU KPK

Setelah DPR dan pemerintah menyepakati poin-poin perubahan dalam revisi UU KPK, lantas kapan DPR akan mengesahkan revisi Undang-Undang tentang KPK ?

Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan, pimpinan DPR terlebih dahulu akan menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk menetapkan agenda-agenda rapat paripurna.

Rapat Bamus itu sendiri rencananya dilaksanakan Selasa (17/9/2019) hari ini.

"Pagi ini jam 09.00 WIB akan ada rapat Bamus dulu. Setelah itu ditetapkan agenda-agendanya untuk paripurna," kata Indra saat dihubungi Kompas.com, Selasa (17/9/2019).

Ketika ditanya apakah revisi UU KPK akan diketok pada saat rapat paripurna itu juga, Indra juga tak bisa memastikannya.

Ia mengatakan, hal itu diputuskan dalam rapat bamus.

"Rapur direncanakan jam 10.00 WIB. Semua yang diputuskan di rapur harus melalui bamus dahulu, semua mekanisme hukum acara nya harus ada," lanjut dia.

(Tribunnews.com/Daryono/Chaerul Umam) (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas