Dewan Pengawas, Potensi Munculnya Matahari Kembar di KPK
Potensi adanya matahari kembar ini lantaran dalam UU yang baru terdapat organ bernama Dewan Pengawas.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpotensi memiliki matahari kembar setelah Undang-Undang KPK versi revisi baru berlaku nantinya. Istilah matahari kembar merujuk pada dua kepemimpinan dalam satu organisasi.
Potensi adanya matahari kembar ini lantaran dalam UU yang baru terdapat organ bernama Dewan Pengawas. Meski bernama pengawas, dewan yang bakal dibentuk ini justru memiliki peran setara atau bahkan lebih tinggi dari komisioner KPK.
Beberapa peran itu di antaranya memberikan atau tidak memberikan izin penyadapan, penyitaan dan penggeledahan. Dengan demikian, Dewan Pengawas masuk dalam proses penegakan hukum yang dilakukan KPK.
Sementara, di sisi lain, kewenangan pimpinan KPK dipangkas. Setidaknya Pasal 21 UU KPK yang baru tidak lagi menyebutkan komisioner KPK sebagai penyidik dan penuntut umum.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengakui UU yang baru memberikan peran besar kepada Dewan Pengawas. Sebaliknya, peran komisioner berkurang.
Baca: BPK Rekomendasikan KONI Jadi Satuan Kerja Kemenpora
"Sepertinya revisi UU ini akan memperkuat Dewan Pengawas, peran Dewas tadi itu kan. Kalau saya baca justru peran pimpinan yang berkurang," kata Alex--panggilan Alexander--kepada wartawan, Kamis (19/9/2019).
Alex mengaku tidak mempersoalkan mengenai hal tersebut. Namun, ia mempertanyakan relasi atau pola hubungan kerja antara pimpinan dan Dewan Pengawas. Termasuk penanggung jawab tertinggi di KPK nantinya.
"Jadi nanti di KPK selain lima komisioner, ada lima Dewan Pengawas, strukturnya seperti itu. Mana yang lebih tinggi tidak dijelaskan dalam UU, siapa yang menjadi penanggung jawab tertinggi juga tak dijelaskan dalam UU. Mungkin kolaborasi antara Dewas dan pimpinan KPK tapi tak dijelaskan siapa yang menjadi penanggung jawab tertinggi di KPK," katanya.
Alex mengakui keberadaan Dewas akan mempengaruhi proses bisnis KPK termasuk dalam bidang penindakan. Dewas kemungkinan bakal hadir dalam gelar perkara.
Hal ini lantaran Dewas berwenang untuk izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan berada di tangan Dewas. Sementara rangkaian kegiatan itu dilakukan setelah gelar perkara. Tak tertutup kemungkinan komisioner nantinya hanya berperan di bidang pencegahan korupsi.
"Mungkin itu ada perubahan-perubahan terkait dengan proses bisnis di KPK ya. Mungkin nanti komisioner KPK bertugas hanya untuk pencegahan saja mungkin. Mungkin ya. Nanti kita akan lihat, mungkin kan ada apa Peraturan Presiden sebagai penjabaran dari UU ini nanti seperti apa tentu nanti kita lihat, dan ini juga kan belum ditandatangani presiden," katanya.
Sebelum UU yang baru ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan tercantum dalam lembar negara, KPK berencana bertemu dan berdialog dengan Jokowi.
Pertemuan ini untuk membahas berbagai perubahan yang terjadi di internal KPK setelah UU yang baru berjalan.
Saat ini, tim transisi yang dibentuk pimpinan KPK sedang menganalisis materi dalam UU KPK baru, mengidentifikasi konsekuensi terhadap kelembagaan, SDM dan pelaksanaan tugas KPK baik di penindakan ataupun pencegahan dan unit lain yang terkait.
Hasil dari kajian tersebut menjadi rekomendasi untuk ditindaklanjuti pimpinan KPK.
"Tentu kami akan mencoba memberikan masukan ke presiden karena terakhir kan nanti yang tanda tangan kan presiden terkait apa yang dirasakan dampak dari perubahan ini meski saya tidak tahu keputusan apapun. Nanti kan terserah presiden. Kami juga sudah berdialog kira-kira dampak terkait revisi UU KPK terhadap KPK seperti apa," ujarnya.