Fakta-fakta Para Pendemo di KPK: Tak Tahu Pimpinan KPK hingga Pakai Jas Almamater Tak Berlogo
Beberapa hari terakhir aksi unjuk rasa atau demo di gedung KPK Jakarta menjadi sorotan publik.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa hari terakhir aksi unjuk rasa atau demo di gedung KPK Jakarta menjadi sorotan publik.
Demo dilakukan oleh pihak yang pro dan kontra terhadap revisi UU KPK oleh DPR RI.
Namun aksi penyampaian pendapat itu menjadi sorotan publik karena dianggap memiliki keanehan-keanehan.
Apa saja?
Berikut fakta-fakta para pendemo yang dilansir Tribunnews.com, Kamis (19/9/2019) dari berbagai sumber :
1. Peserta demo tak tahu apa yang disuarakan
Dikutip dari artikel Kompas.com berjudul "Demonstran di Depan KPK Tidak Tahu Menahu soal Revisi UU KPK", massa yang mengatasnamakan diri "Aliansi Masyarakat Sipil Pejuang Antikorupsi" menggelar aksi unjuk rasa mendukung revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/9/2019) lalu.
Mereka membentangkan spanduk bertulis, antara lain "UU KPK BUKAN KITAB SUCI MENGAPA TAKUT DIREVISI?" dan "CEGAH KPK JADI MAKELAR KASUS, DUKUNG KPK DENGAN MENDUKUNG REVISI UU KPK".
Baca: Koalisi Masyarakat Sipil akan Temui Perwakilan PBB Bahas Upaya Pelemahan KPK
Kompas.com sempat mencoba bertanya ke dua orang demonstran soal revisi UU KPK ini. Mengejutkannya, mereka mengaku, tidak tahu menahu soal revisi UU KPK yang diteriakkan selama aksi unjuk rasa berlangsung.
![Suasana demonstrasi di depam Gedung Merah Putih KPK, Senin (16/9/2019).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/suasana-demonstrasi-di-depam-gedung-merah-putih-kpk-senin-1692019.jpg)
Salah satunya seorang demonstran perempuan yang mengenakan kerudung, baju dan rok berwarna kuning.
"Enggak tahu, tanya ke panitia saja," kata seorang demonstran sambil tersenyum dan berlalu.
Ia tampak membawa banner banner dengan warna latar kuning bertuliskan, "REVISI UU KPK ADALAH AMANAT RAKYAT INDONESIA". Ia berjalan ke arah kerumunan massa.
Demonstran pria dengan mengenakan topi, jaket biru gelap dan celana jins juga mengatakan hal senada.
"Wah, enggak tahu saya, Bang. Tanya ke dia aja," sambil menunjuk orator.
Kemudian ia menatap layar ponselnya.
2. Pakai jas almamater tanpa logo
Puluhan orang yang mengaku mahasiswa pendukung revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memenuhi pelataran Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019) dikutip dari Tribun Manado.
Mereka menamakan diri mereka sebagai Laskar Pancasila.
Pantauan di lokasi, massa yang hadir sebagaian besar dari kalangan remaja, berbaju bebas. Mereka membawa spanduk berisi dukungan kepada UU KPK yang telah direvisi maupun kepada lima komisioner baru KPK.
Baca: Kronologi Kasus Menpora Imam Nahrawi, Berawal dari OTT KPK dan Temuan Uang Rp 7 Miliar
Dua mobil komando terparkir di jalan. Mobil itu memuat beberapa orator yang terus berpidato secara bergantian. Di bawah mereka para remaja Laskar Pancasila tersebut duduk sembari mengibarkan bendera merah putih.
Saat pembacaan deklarasi berlangsung, beberapa massa tersebut tampak bersiap mengenakan jaket almamater polos. Mulai dari warna hijau, kuning, sampai cokelat. Setelah mengenakan almamater, mereka kemudian berdiri di depan tulisan KPK lalu mendengarkan orasi.
Tribun Network mencoba bertanya kepada seorang peserta aksi yang mengenakan jaket almamater biru. Mengenakan topi merah secara terbalik, dia menyebut dirinya berasal dari kampus swasta di bilangan Jalan Proklamasi, Jakarta Selatan.
Pada pukul 16.50 WIB, massa aksi tersebut kemudian membubarkan diri. Sejumlah massa yang mengenakan jaket almamater kemudian melepaskan atribut mereka. Mereka menaruh jaket tersebut di kantong plastik hitam berukuran besar.
3. Tak tahu nama pimpinan KPK
Gedung Merah Putih yang merupakan markas Komisi Pemberantasan Korupsi didatangi demonstran dari sejumlah kelompok masyarakat sejak Senin (16/9/2019) siang hingga Senin sore.
Massa yang umumnya berusia muda itu meneriakkan aspirasi serupa, yaitu meminta para pimpinan KPK, terutama Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang, mundur atau dipecat dari jabatannya.
"Kami juga meminta presiden memecat lima komisioner yang lama atas tindakan mereka yang membuat gaduh atau yang dikatakan agitasi propaganda sehingga terjadi konflik antara lembaga KPK dengan pemerintah dan DPR," kata orator dengan lantang dikutip dari Kompas.com.
![Massa pendukung Revisi UU KPK memenuhi pelataran Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2109). Mereka menamakan diri mereka sebagai Laskar Pancasila](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/aksi-unjuk-rasa-di-kpk-lagi-dan-lagi.jpg)
Namun, tak semua demonstran memahami tuntutan tersebut. Bahkan, ada demonstran yang tak mengenal nama-nama pimpinan KPK.
Yanti, salah seorang demonstran, seolah bisu saat ditanya siapa nama pimpinan KPK.
"Enggak tahu siapa," kata Yanti ketika ditanya saat mengikuti aksi.
4. Ngaku dibayar ikut demo
Yanti juga tak menjawab panjang lebar saat ditanya mengenai tuntutan unjuk rasa. Ia juga mengelak saat ditanya apakah mendapat imbalan untuk mengikuti aksi tersebut.
"Saya juga enggak tahu, saya diajak saja. Enggak ada, enggak ada (imbalan)," ujar dia sambil malu-malu.
Sobirin, salah seorang demonstran lainnya, juga tak paham betul terkait hal-hal yang disuarakan orator dari atas mobil komando.
"Penurunan ini saja, penggantian, saya tahu dari media sosial," kata Sobirin.
Saat ditanya lebih lanjut mengenai tujuan aksi tersebut, Sobirin meminta awak media bertanya kepada panitia.
"Tanya korlapnya saja lebih jelas, tanya korlapnya," kata dia.
Jawaban serupa disampaikan Wati, demonstran yang datang dari Johar Baru, Jakarta Pusat. Ia mengaku hanya ikut-ikutan menjadi peserta unjuk rasa.
"Enggak tahu (tujuan unjuk rasa), hanya ikut saja, enggak tahu," kata dia.
![Massa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat melakukan aksi penyampaian pendapat di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019). Pada aksi tersebut mereka menuntut agar Presiden Joko Widodo tidak melantik Firli sebagai Pimpinan KPK serta menolak Revisi UU KPK. Tribunnews/Jeprima](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/hmi-demo-tolak-ketua-kpk-firli-bahuri_20190918_183109.jpg)
Sementara itu, seorang demonstran lain yang bernama Ken dari Aliansi Relawan Jokowi mengakui ada uang pecahan Rp 50.000 yang dibagi-bagikan kepada demonstran.
Ken mengatakan, pembagian uang itu merupakan simbol dari nazar salah satu kelompok yang mengikuti aksi.
Ken enggan ikut-ikutan menerima uang tersebut.
"Nazar kalau Novel Baswedan ini ditangkap," kata dia.
"Makanya ngeri juga saya. Makanya saya di sini tadi, orang kalau dikasih uang kan tahu sendiri," kata Ken yang datang dari kawasan Harmoni, Jakarta Pusat.
Ken menuntut Novel ditangkap karena dianggap telah mengkhianati Jokowi dengan mengkritik Jokowi soal revisi Undang-Undang KPK.
"Dia kan sudah banyak dibantuin Pak Jokowi, tapi kenapa dia kok malah menjelekkan Pak Jokowi, kan aneh kesannya," ujar Ken lagi.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, jumlah demonstran hari ini lebih banyak dari hari-hari biasanya.