Enam Pasal RKUHP Dinilai Akan Timbulkan Over Kriminalisasi Untuk Kelompok Rentan
Menurutnya, hal itu mengakibatkan hilangnya jaminan kepastian hukum sebagai prinsip utama hukum pidana, dan melanggar asas legalitas.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
Padahal menurutnya dalam draft sebelumnya telah dikunci dengan delik aduan absolut di mana pengaduan hanya dapat dilakukan oleh suami, istri, orang tua, dan anak.
Sehingga perubahan itu akan membuat delik aduan menjadi delik biasa, dan pasangan suami isteri yang terikat dalam perkawinan adat ataupun perkawinan siri (tidak memiliki bukti pencatatan perkawinan) akan potensial menjadi sasaran utama penegakan pasal ini.
"Secara substansi penggunaan istilah “kepala desa atau dengan sebutan lainnya” adalah bentuk manipulasi hukum yang memberikan peluang masyarakat luas ataupun pihak ketiga terlibat dalam pemidanaan," kata Azriana.
Kelima, pasal 470-472 tentang Pengguguran Kandungan.
Menurutnya pasal itu akan mempidana setiap perempuan yang menghentikan kehamilan.
Ia menilai, pasal itu tidak sinkron dengan Undang-Undang tentang Kesehatan dan komitmen SDGs untuk menurunkan angka kematian ibu akibat kehamilan.
Karena menurutnya kehamilan tidak diinginkan menyumbang 70% angka kematian ibu.
Ia menilai dalam hal ini perlu ada sinkronisasi perlindungan korban perkosaan dalam RKUHP dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan secara utuh.
Selain itu menurutnya, pasal itu juga akan mempidanakan perempuan korban kekerasan seksual atau perempuan lainnya menghentikan kehamilan karena alasan darurat medis.
"Padahal pasal 31 PP 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi membenarkan tindakan aborsi yang dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan," kata Azriana.
Keenam, pasal 467 tentang Larangan seorang Ibu melakukan perampasan nyawa terhadap anak yang baru dilahirkan (Infantisida).
Menurutnya, rumusan pasal itu diskriminatif terhadap perempuan karena mengasumsikan hanya ibu yang takut kelahiran anak diketahui oleh orang (dalam konteks kelahiran anak di luar nikah).
"Padahal fakta di masyarakat laki-laki yang menyebabkan kehamilan juga mengalami ketakutan. Karena asumsi yang diskriminatif tersebut potensi terbesar untuk dikriminalkan dalam pasal ini adalah perempuan," jelas Azriana.
Untuk itu ia meminta kepada Presiden dan DPR RI agar pengesahan RKUHP ditunda sampai dilakukan penelitian yang komprehensif.