Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jokowi: 14 Pasal Dalam Revisi KUHP Perlu Ditinjau Kembali

Namun terkait 14 pasal yang dinilai Jokowi harus ditinjau kembali, Ia tidak merincikannya satu persatu dan akan dikomunikasikan dengan semua pihak.

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Jokowi: 14 Pasal Dalam Revisi KUHP Perlu Ditinjau Kembali
Warta Kota/henry lopulalan
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Presiden menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK diantaranya kewenangan menerbitkan SP3, pembentukan Dewan Pengawas KPK dari unsur akademisi atau aktivis anti korupsi yang akan diangkat langsung oleh presiden, ijin penyadapan dari dewan pengawas internal KPK serta status pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara. Warta Kota/henry lopulalan 

TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melihat ada sekitar 14 pasal di dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang perlu ditinjau kembali dengan seksama. 

"Saya lihat materi yang ada, substansi yang ada kurang lebih 14 pasal (perlu ditinjau kembali)," ujar Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (20/9/2019).

Namun terkait 14 pasal yang dinilai Jokowi harus ditinjau kembali, Ia tidak merincikannya satu persatu dan akan dikomunikasikan dengan semua pihak. 

"Nanti ini yang akan kami komunikasikan, baik dengan DPR maupun dengan kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan materi yang ada," tutur Jokowi. 

Baca: RUU Pemasyarakatan: Napi Bisa Pulang ke Rumah dan Nge-mall

Melihat kondisi tersebut, Jokowi pun mengaku telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan ke DPR bahwa revisi KUHP tidak disahkan pada periode ini. 

"Pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahan tidak dilakukan DPR periode ini. Saya harap DPR punya sikap sama sehingga pembahasan RUU KUHP dilakukan dpr periode berikutnya," ucap Jokowi.

Diketahui, terdapat enam isu krusial dalam revisi KUHP, di antaranya: 

Berita Rekomendasi

1. Penerapan asas legalitas pasif. Berdasarkan asas tersebut hukum positif yang tertulis maupun tidak tertulis dapat diterapkan di Indonesia supaya tidak bertentangan dengan Pancasila dan undang-undang dasar 1945 serta asas-asas hukum lainnya. 

2 Perluasan pertanggungjawaban pidana.  Korporasi kini bisa menjadi subjek hukum pidana sehingga bisa dimintai pertanggungjawaban hukum.

3. Penerapan doktrin ultimum remedium, yakni sistem pemidanaan diatur dengan tujuan tidak menderitakan tapi memasyarakatkan dan pembinaan. 

4. Pidana mati kini merupakan pidana yang sifatnya khusus yang selalu diancam secara alternatif. Artinya harus diancamkan dengan pidana seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun.  Selain itu harus diatur dengan syarat-syarat atau kriteria khusus dalam penjatuhan pidana mati.

5. RUU KUHP merupakan bagian dari rekodifikasi dan pengaturan-pengaturan terhadap berbagai jenis tindak pidana yang telah ada di KUHP dan undang-undang terkait lainnya. RUU KUHP telah menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat modern. 

6. Pengaturan tindak pidana khusus dalam RUU KUHP diatur dengan kriteria-kriteria yang jelas dan pasti. Dikategorikan sebagai tindak pidana khusus, untuk merespon perkembangan teknologi dan komunikasi yang telah mempengaruhi kejahatan yang lebih luas,  lintas batas, dan terorganisir. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas