Jokowi Dinilai Bijak Minta DPR Tunda Pengesahan RKUHP
Ada yang menuntut agar segera diselesaikan, tetapi ada juga yang menolak. Perbedaan sikap dan pandangan demikian sudah lama terjadi.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat politik Sebastian Salang menilai sangat bijak sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta DPR RI menunda pengesahan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Sikap presiden untuk menunda pembahasan akhir RUU KUHP sangat tepat dan bijak. Keputusan presiden Jokowi dibuat dan dikeluarkan pada saat yang tepat. Dan keputusan ini sangat dinantikan publik," ujar Sebastian Salang kepada Tribunnews.com, Senin (23/9/2019).
Pembahasan RUU KUHP ini memang sudah bertahun-tahun dan tak kunjung seleaai.
Ada yang menuntut agar segera diselesaikan, tetapi ada juga yang menolak. Perbedaan sikap dan pandangan demikian sudah lama terjadi.
Di penghujung periode, kata dia, perdebatan tentang RUU KUHP semakin kencang, lantaran DPR ingin segera mengesahkannya.
Sementara sejumlah pasal krusial dianggap publik riskan, jika RUU itu segera disahkan.
Selain itu, jika pembahasaan RUU yang sangat penting ini dilakukan secara tergesa-gesa karena waktu yang tinggal sedikit, itu akan berdampak fatal kedepannya.
Memang revisi UU KUHP sangat penting karena sejumlah pasalnya dinilai kurang relevan lagi dengan perkembangan.
Tetapi tidak baik kalau pembahasan dan pengesahannya dilakukan secara terburu-terburu. Apalagi kalau dilakukan untuk mengejar waktu akhir periode ini.
Baca: Pengesahan RKUHP Menunggu Hasil Audiensi DPR dengan Jokowi
Karena itu, di tengah kegelisahan dan kecemasan publik tersebut, Jokowi keluar dengan keputusan yang tepat.
Jokowi Minta DPR Tunda Revisi KUHP
Presiden Jokowi telah meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menyampaikan ke DPR, agar tidak mengesahkan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Sudah saya perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR dan pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini, yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda," ujar Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019).
Jokowi mengaku terus mengikuti perkembangan pembahasan revisi KUHP yang dilakukan pemerintah dan DPR secara seksama.
"Setelah memcermati masukan-masukan dari berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi RUU KUHP, saya berkesimpulan masih ada beberapa materi yang membutuhkan pendalaman lebih lanjut," jelas Jokowi.
Menurut Jokowi, pemerintah dan DPR perlu meninjau kembali serta melakukan menerima masukan dari kalangan masyarakat sebagai upaya penyempurnaan RUU KUHP.
"Tadi saya lihat materi yang ada, substansi yang ada ada, kurang lebih 14 pasal (harus ditinjau ulang)," kata Jokowi.
"Saya berharap DPR juga mempunyai sikap yang sama, sehingga pembahasm RUU KUHP bisa dilakukan oleh DPR RI periode berikutnya," ujar Jokowi.
Setuju atau Tidak RKUHP Disahkan Periode ini Ditentukan Setelah DPR Konsultasi dengan Jokowi
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyatakan pihaknya akan mengambil sikap terkait RKUHP setelah berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo hari ini di Istana Negara, Jakarta, Senin (23/9/2019).
"Rencananya semua RUU yang sudah dibahas akan diagendakan dalam rapat paripurna, terkait RKUHP nanti kita akan sikapi setelah selesai rapat konsultasi dengan Presiden hari ini," ujar Arsul Sani di kompleks parlemen.
Arsul menuturkan, sebelum bertemu Presiden Jokowi, DPR telah melaksanakan badan musyawarah (bamus) membahas permintaan Presiden soal RKUHP.
Ia menyebutkan, dalam rapat bamus tersebut, seluruh fraksi sepakat RKUHP perlu dikonsultasikan dulu dengan Presiden sebelum menentukan langkah ke depannya.
Apakah disahkan di masa jabatan DPR periode 2014-2019 atau ditunda ke periode 2019-2024.
"Nanti dalam konsultasi kita jelaskan proses pembahasan RKUHP yang sudah berjalan. Setuju atau tidaknya pengesahan pada periode ini ditentukan setelah konsultasi. Kita juga dengarkan dulu masukan dari Presiden, tentu setiap fraksi juga akan menyampaikan pandanganya," jelasnya.