Kapolri Sebut KNPB Dalang Kerusuhan Wamena
Ia mengatakan ada oknum KNPB berseragam pelajar diduga memprovokasi para pelajar lainnya dengan menyebar isu adanya dugaan rasisme yang dilakukan
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut Komisi Nasional Papua Barat (KNPB) beserta jaringan bawah tanahnya sebagai dalang dari kerusuhan yang terjadi tanggal 23 September 2019 kemarin di Wamena, Papua.
Kapolri menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019) bersama Menko Polhukam Wiranto dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Ia mengatakan ada oknum KNPB berseragam pelajar diduga memprovokasi para pelajar lainnya dengan menyebar isu adanya dugaan rasisme yang dilakukan seorang guru kepada muridnya di salah satu sekolah di Wamena.
“Tanggal 23 September pagi ada yang sebarkan isu dugaan rasisme seorang guru terhadap siswanya di Wamena, dalam pengembangannya diduga ada anggota KNPB dan organisasi bawah tanahnya menggunakan seragam pelajar dan sebarkan isu tersebut, ini yang sedang kita cari. Kelompok KNPB dan ‘underbouw’-nya tadi memprovokasi pelajar ,” ungkap Kapolri.
Baca: Polri Imbau Peserta Aksi Tak Anarkis
Lebih lanjut Kapolri mengatakan sel-sel KNPB tersebut sudah didesain untuk membuat kerusuhan disertai kekerasan untuk menarik simpati dunia internasional.
Tito menjelaskan aparat keamanan dipancing untuk melakukan kekerasan dan jika itu terjadi maka pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat keamanan kepada warga Papua dijadikan isu memperkuat upaya referendum Papua merdeka dalam sidang PBB (Persatuan Bangsa-bangsa).
Karena dalam bulan September 2019 ini juga sedang digelar dua agenda PBB yakni Sidang Komisi Tinggi HAM PBB di Genewa, Swiss mulai 9 September dan Sidang Majelis Umum Tahunan PBB di New York, Amerika Serikat.
“Sel-sel KNPB memang didesain melakukan kerusuhan sekaligus kekerasan di Jayapura dan Wamena untuk tarik media nasional dan media internasional yang kemudian membungkus itu sebagai ‘branding’ kekerasan HAM. Yang kemudian digunakan sebagai upaya diplomasi di acara PBB,” terangnya.
Suasana mencekam di Wamena itu diakui Kapolri membuat sejumlah kerugian berupa pembakaran Kantor Bupati, Kantor Kejaksaan, Kantor BRI, 50 motor, dan 50 mobil.
Bahkan menurutnya hingga hari ini ada 26 korban meninggal dunia akibat kerusuhan di Wamena.
“Sampai hari ini ada 22 warga Papua pendatang yang meninggal dunia akibat kerusuhan di sana yang berprofesi sebagai tukang ojek, pelayan restoran, dan lain sebagainya. Sementara empat warga Papua asli Wamena juga meninggal dunia, ini sedang kami investigasi apakah terkena panah temannya, akibat dari upaya membela diri aparat keamanan atau akibat dari upaya membela diri dari korban mereka,” tegasnya.
Untuk mengamankan situasi di Papua, Kapolri mengaku sudah menerjunkan personil tambahan di Bumi Cendrawasih tadi pagi.