Aksi Unjuk Rasa Mahasiswa Hingga Banyak Korban, Yasonna: Presiden Sudah Bilang, Lewat MK Dong
"Kan sudah saya bilang, sudah presiden bilang, gunakan mekanisme konstitusional. Lewat MK dong. Masa kita main paksa-paksa, sudahlah," kata Yasonna
Editor: Imanuel Nicolas Manafe

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi unjuk rasa ribuan mahasiswa dari sejumlah universitas menggelar aksi unjuk rasa menolak sejumlah Revisi Undang-Undang (RUU) yang tengah dibahas DPR, salah satunya UU KPK hasil revisi yang telah disahkan itu.
Menanggapi aksi mahasiswa tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap menolak mencabut UU KPK hasil revisi.
Baca: Kritik RKUHP Pasal Denda Gelandangan, Haris Azhar: Pak Menteri Seolah Hebat Sudah Bela Gembel
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memastikan, presiden tetap tak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut UU KPK. Presiden, kata Yasonna, meminta penolak UU KPK untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
"Kan sudah saya bilang, sudah presiden bilang, gunakan mekanisme konstitusional. Lewat MK dong. Masa kita main paksa-paksa, sudahlah," kata Yasonna Laoly di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Yasonna Laoly menegaskan UU KPK baru disahkan oleh DPR dan pemerintah pada 17 September lalu.
Oleh karena itu, tak ada kegentingan yang memaksa bagi presiden untuk mencabut kembali UU yang dianggap banyak pihak dapat melemahkan KPK itu.
Ia menilai, demo mahasiswa yang berujung bentrokan dengan aparat di berbagai daerah juga tidak cukup untuk menjadi alasan bagi presiden mencabut UU KPK.
"Enggaklah. Bukan apa. Jangan dibiasakan, Irman Putra Sidin (pakar hukum) juga mengatakan janganlah membiasakan cara-cara begitu. Berarti dengan cara itu mendeligitimasi lembaga negara. Seolah-olah enggak percaya pada MK," kata dia.
"Itulah makanya dibuat MK. Bukan cara begitu (demo). Itu enggak elegan lah," sambungnya.
Hal serupa disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Ia juga meminta penolak revisi UU KPK untuk menempuh jalur ke Mahkamah Konstitusi.
"Kan ada mekanisme yang lain. Bisa di-judicial review bisa, jadi jangan, beginilah dalam bernegara ini kan ada ruang negosiasi, baik itu negosiasi secara politik dan negosiasi secara ketatanegaraan. Sudah diwadahi secara ketatanegaraan bagaimana proses politik sudah, semuanya tersedia," kata dia.
Demo yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil di berbagai daerah pada Senin (23/9/2019) dan Selasa (24/9/2019) kemarin berujung ricuh dengan aparat keamanan.
Catatan Kompas.com hingga Rabu (25/9/2019) dini hari, setidaknya 232 orang menjadi korban dari aksi demonstrasi yang berlangsung di berbagai daerah, mulai dari Jakarta, Bandung, Sumatera Selatan hingga Sulawesi Selatan. Tiga orang di antaranya dalam kondisi kritis.
Dalam aksinya, para mahasiswa menolak sejumlah revisi undang-undang yang dirancang pemerintah dan DPR, salah satunya revisi UU KPK yang sudah terlanjur disahkan menjadi UU.
Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Dinno Ardiansyah mendesak Jokowi mencabut UU KPK hasil revisi karena mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja komisi antikorupsi.
Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.
Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Baca: Moeldoko Kumpulkan 13 Tokoh Gerakan Suluh Kebangsaan Sikapi Kondisi Terkini Bangsa
Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Namun, Presiden Jokowi pada Senin (24/9/2019) lalu sudah menegaskan ia tidak akan mencabut UU KPK lewat penerbitan Perppu.
"Enggak ada (penerbitan Perppu KPK)," ucap Jokowi. (Ihsanuddin)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Korban Mahasiswa Berjatuhan, Jokowi Tetap Tolak Cabut UU KPK
Tuntutan mahasiswa
Ribuan Mahasiswa dari berbagai universitas kembali 'menggeruduk' Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).
Pantauan Tribunnews, pukul 12.00 WIB, ribuan mahasiswa secara bersama-sama menggelar longmarch dari arah Semanggi menuju Gedung DPR.
Baca: Depan Gedung DPR Dipenuhi Ribuan Mahasiswa, Jalan Gatot Subroto Arah ke Slipi Ditutup
Mereka menyerukan untuk menolak semua RUU termasuk RUU KPK, RKHUP dan RUU Agraria.
"Tolak..tolak..tolak RUU, tolak..tolak..tolak RUU," seru ribuan mahasiswa.

Ribuan mahasiswa lalu berhenti tepat di gedung DPR/MPR RI.
Baca: BREAKING NEWS: Ribuan Mahasiswa di Palembang Kepung Gedung DPRD Sumsel
Mereka langsung berorasi meminta semua pembahasan RUU dibatalkan.
Sementara itu, jalan Gatot Soebroto dari arah Semanggi menuju Slipi di tutup.
Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas tiba di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).
Mengutip dari TribunJakarta.com, sekira pukul 12.05 WIB, ribuan mahasiswa tersebut berjalan kaki dari arah Polda Metro Jaya.
Sambil berjalan, mereka membentangkan spanduk dan mengibarkan bendera Merah Putih.
Para mahasiswa yang berunjuk rasa itu juga meneriakkan sejumlah tuntutannya.
"Tolak revisi UU KPK, tolak RUKHP," teriak ribuan mahasiswa itu.
"Revolusi, revolusi, revolusi sampai mati."
Berkumpulnya ribuan mahasiswa di depan Gedung DPR RI membuat Jalan Gatot Subroto ditutup.