Jokowi Diminta Segera Bersikap Terkait Demo Mahasiswa, Sikap Aparat Kepolisian Jadi Sorotan
Presiden Jokowi diminta segera bersikap terkait demo mahasiswa, sikap aparat kepolisian jadi sorotan.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Daryono
Demo mahasiswa menolak UU KPK dan RKUHP, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta segera bersikap hingga penanganan kepolisian jadi sorotan
TRIBUNNEWS.COM - Ribuan mahasiswa di berbagai Indonesia menggelar aksi demo sebagai bentuk penolakan terhadap RUU KPK, RKUHP, RUU Minerba, RUU Pertanahan, dan RUU Pemasyarakatan.
Seperti diketahui, Senin (23/9/2019) dan Selasa (24/9/2019), ribuan mahasiswa memadati Gedung DPR RI dan Gedung DPRD setempat.
Dalam aksi demo di depan Gedung DPR RI Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat pada Selasa, para mahasiswa menyampaikan empat poin tuntutan mereka, yaitu:
- Merestorasi upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Baca: Aksi Demo Mahasiswa Diramaikan Idol K-Pop, DPR LIVE hingga BTS
Baca: Ratusan Pelajar Ikut Unjuk Rasa, Lempari Batu ke Dalam Kompleks DPR
- Merestorasi perlindungan sumber daya alam, pelaksanaan reforma agraria, dan tenaga kerja dari ekonomi yang eksploitatif.
- Merestorasi demokrasi, hak rakyat untuk berpendapat, penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, serta keterlibatan rakyat dalam proses pengambilan kebijakan.
- Merestorasi kesatuan bangsa dan negara dengan penghapusan diskriminasi antar etnis, pemerataan ekonomi, dan perlindungan bagi perempuan.
Dirangkum Tribunnews dari Kompas.com, berikut berita terbaru mengenai demo mahasiswa menolak RUU KPK, RKUHP, RUU Minerba, RUU Pertanahan, dan RUU Pemasyarakatan:
1. Jokowi diminta bersikap
Hingga saat ini, Jokowi belum mengeluarkan pernyataan terkait tuntutan yang disampaikan mahasiswa di sejumlah wilayah Indonesia melalui aksi demo.
Tuntutan tersebut antara lain adalah pemerintah diminta membatalkan pengesahan revisi UU KPK dan menunda RKUHP, serta beberapa RUU lainnya.
Mengutip Kompas.com, Sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, mengatakan Jokowi harus segera bersikap dan memberi pernyataan yang membuat suasana lebih adem.
Imam menyebutkan hal penting yang saat ini harus dilakukan adalah memadamkan emosi dari kedua belah pihak, mahasiswa dan pemerintah.
“Yang penting sekarang memadamkan emosi dulu dari kedua belah pihak,” kata Imam, Rabu (25/9/2019).
Baca: VIRAL Ada Kutipan RM BTS pada Aksi Demo Tolak RUU KUHP dan KPK di Malang
Baca: Pernyataan Lengkap Ketua BEM UI, Manik Marganamahendra soal Dewan Pengkhianat Rakyat yang Viral
Lebih lanjut, Imam menuturkan saat ini hal yang ingin didengar mahasiswa dan publik yang mendukung aksi ini adalah mengabulkan tuntutan mereka terkait RUU.
Meski RUU KPK sudah disahkan, Jokowi masih bisa mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkannya.
Sementara untuk RKUHP dan RUU lain yang pasal-pasalnya dianggap kontroversial, ditunda pembahasannya.
"Yang penting tidak diterapkan dulu. Keputusan strategis yang lebih menimbulkan gejolak di-hold saja dulu, jangan terus dipaksakan," jelas Imam.
2. Jokowi didesak memerintahkan Kapolri
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mendesak Jokowi memerintahkan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk menginvestigasi adanya dugaan kekerasaan oleh aparat dalam penanganan aksi demo mahasiswa di sejumlah daerah.
"Presiden juga wajib instruksikan Kapolri untuk melakukan sebuah investigasi yang efektif terhadap perilaku kekerasan aparat dalam penanganan demo kemarin," ujar Usman, Rabu, dilansir Kompas.com.
Dugaan kekerasan yang dimaksud saat ini tengah ramai diperbincangkan karena terekam video dan beredar di linimasa media sosial.
Juga dari wartawan Kompas.com yang melihat langsung penganiayaan terhadap beberapa demonstran di Jakarta.
Karena itu, Usman meminta Jokowi menyampaikan simpati dan empati terhadap sejumlah mahasiswa yang diduga menjadi korban kekerasan aparat.
Baca: VIRAL Seorang Pengunjuk Rasa di Malang Bawa Kutipan RM BTS saat Demo
Baca: Aksi Demo Tolak RUU KUHP dan KPK, 4 Poin Tuntutan Mahasiswa hingga Batas Waktu Unjuk Rasa
"Seyogyanya Presiden Jokowi itu memberi pernyataan sebagai sebuah ungkapan simpati dan empati pada mahasiswa dan khususnya pada mereka yang menjadi korban kekerasan aparat," ungkap dia.
Usman pun menilai Jokowi harus memberi penegasan terkait larangan aparat menggunakan kekerasan.
3. Bamsoet pastikan akan tinjau kembali pasal kontroversial
Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, memastikan anggota dewan akan meninjau kembali berbagai pasal yang dinilai kontroversial.
Termasuk pasal-pasal yang dianggap berpotensi menghalangi kebebasan jurnalistik dan pers sebagai pilar keempat demokrasi.
"Apalagi saya juga masih tercatat sebagai wartawan."
"Jika pun ada pasal-pasal yang dianggap berpotensi menghambat pertumbuhan insan pers, DPR RI siap membuka pintu dialog selebarnya," kata pria yang akrab disapa Bamsoet melalui keterangan tertulis, Rabu, seperti dikutip dari Kompas.com.
Lebih lanjut, Bamsoet menjelaskan berbagai pasal yang menjadi sorotan insan pers.
Antara lain adalah Pasal 219 tentang Penghinaan Terhadap Presiden, Pasal 241 tentang Penghinaan Terhadap Pemerintah, Pasal 247 tentang Hasutan Melawan penguasa, Pasal 262 tentang Penyiaran Berita Bohong, Pasal 263 tentang Berita Tidak Pasti.
Juga Pasal 281 tentang Penghinaan Terhadap Pengadilan, Pasal 305 Tentang Penghinaan Terhadap Agama, Pasal 354 Tentang Penghinaan Terhadap Kekuasaan Umum atau Lembaga Negara, Pasal 440 Tentang Pencemaran Nama Baik, serta Pasal 446 Tentang Pencemaran Orang Mati.
Baca: Cerita Pedagang Kopi Keliling Tinggalkan Dagangannya Hindari Demo Anarkis di Kompleks Parlemen
Baca: Polisi Tembakkan Gas Air Mata untuk Bubarkan Massa
"Komisi III DPR RI sebagai leading sector pembahasan RUU KUHP nanti bisa memanggil Dewan Pers dan organisasi pers untuk menyerap lebih lanjut aspirasi mereka," terang Bamsoet.
Ia melanjutkan, perwakilan pers bisa mengetahui lebih jauh latar belakang hadirnya pasal-pasal itu sehingga tidak berburuk sangka pada DPR RI.
Bamsoet pun menegaskan, RKUHP pada dasarnya dirancang bukan untuk mengebiri hak warga negara apalagi pers.
Perumusan pasal-pasal yang telah disebutkan tersebut akan dikaji kembali dengan melibatkan insan pers.
Sehingga niat baik DPR RI dan pemerintah bisa sejalan dengan niat baik pers.
4. Sikap aparat kepolisian jadi sorotan
Manajer Kampanye Amnesty International, Puri Kencana Putri menilai penanganan Polri ketika menangani pengunjuk rasa di depan Bawaslu pada 21-22 Mei 2019 dan Gedung DPR RI pada Selasa kemarin, berbeda.
"Aksinya (penanganan polisi) cukup jomplang dengan aksi 21-23 Mei 2019. Standardnya beda," kata Puri di Kantor LBH, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu.
Puri menilai Kapolres tidak mampu bernegosiasi dengan para demonstran.
Baca: Kondisi Terkini Demo Ricuh Depan DPR, Massa Kibarkan Bendera Merah Putih dan Lempar Batu ke Polisi
Baca: Polisi Pulangkan 206 Mahasiswa yang Demo di DPRD Sulsel, 2 Orang Masih Diamankan
"Kapolres tidak mampu negosiasi kepada para demonstran yang ada dalam tiga mobil komando."
"Tidak ada ucapan persuasif yang dilakukan Kapolres Hari," tutur dia.
Dikutip dari Kompas.com, polisi dinilai mampu bersikap lebih persuasif saat berhadapan dengan demonstran di depan Bawaslu.
Sebaliknya, ketika menghadapi demonstran di depan Gedung DPR RI, polisi justru menunjukkan wajah beringasnya.
Puri menjelaskan, polisi memiliki tingkat pendekatan pengamanan di dalam menangani unjuk rasa.
Kode hijau untuk situasi aman, kuning untuk situasi memerlukan negosiasi, dan merah untuk situasi memerlukan langkah represif.
"Jarak hijau ke merah, ketika demonstran batalkan siaran pers, eskalasi jadi memburuk, Kapolres Hari langsung ambil langkah warna merah."
"Apa ukuran Polres Jakarta Pusat ambil status warna merah sehingga ada aksi penyemprotan water canon dan gas air mata?" ujar Puri.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Ambaranie Nadia Kemala Movanita/Devina Halim/Alex Kurniawan/Deti Mega Purnamasari)