Tanggapi Aksi Unjuk Rasa, Muhammadiyah Minta Elite Bangsa Tidak Lontarkan Opini Memanaskan Suasana
Ia meminta agar aparat kepolisian dapat menegakkan hukum dan ketertiban dengan benar, adil, objektif, dan moral yang tinggi.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir memberikan pernyataannya menanggapi aksi unjuk rasa sejumlah mahasiwa dan masyarakat terkait dengan sejumlah Rancangan Undang-Undang.
Haedar menghargai aksi mahasiswa Indonesia yang secara murni memperjuangkan aspirasi rakyat berkaitan dengan Undang-Undang KPK hasil revisi dan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang kontroversial seperti RUU KUHP, Pertanahan, Minerba, dan lain-lain sebagai wujud panggilan nurani kecendekiaan selaku insan kampus.
Karena itu menurutnya, aksi tersebut harus betul-betul dijaga agar tetap pada tujuan semula dan berjalan dengan damai, tertib, taat aturan, dan tidak menjadi anarkis.
Baca: Moeldoko: Harus Ada Sanksi Bagi Polisi Bertindak Represif Ke Mahasiswa dan Wartawan
Ia juga mengimbau kepada aparat kepolisian dan keamanan hendaknya menjalankan tugas sebagaimana mestinya dan tidak melakukan tindakan-tindakan represif atau kekerasan dalam bentuk apapun sehingga semakin tercipta suasana yang kondusif.
Ia meminta agar aparat kepolisian dapat menegakkan hukum dan ketertiban dengan benar, adil, objektif, dan moral yang tinggi.
Tidak hanya itu, ia juga meminta aparat kepolisian untuk menghormati tempat ibadah dan ruang publik agar tetap terjaga dengan baik.
"Para pejabat negara dan elite bangsa hendaknya mengedepankan sikap yang positif dan seksama serta tidak melontarkan opini-opini atau pendapat yang dapat memanaskan suasana," kata Haedar dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (25/9/2019).
Ia menilai, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) telah menunjukkan langkah yang tepat dengan menunda pembahasan RUU yang kontroversial tersebut sebagai bentuk kepekaan terhadap aspirasi rakyat.
Ia meminta juga secara khusus kepada DPR-RI untuk penundaan sejumlah RUU tersebut bukanlah sekadar prosesnya tetapi harus menyangkut perubahan substansi atau isi agar benar-benar sejalan dengan aspirasi terbesar masyarakat.
Haedar juga meminta kepada DPR RI untuk mempertimbangkan kepentingan utama bangsa dan negara Indonesia selaras dengan jiwa, pikiran, dan cita-cita luhur yang terkandung dalam Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945.
"Pengalaman revisi UU KPK menjadi pelajaran berharga agar DPR benar-benar menyerap aspirasi masyarakat dan tidak menunjukkan keangkuhan kuasa yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan publik," kata Haedar.
Ia juga meminta agar aksi mahasiswa yang murni dan situasi kehidupan bangsa yang memanas agar tidak dipolitisasi atau diperkeruh yang menyebabkan keadaan semakin tidak kondusif.
Haedar juga meminta semua pihak harus berintrospeksi diri sekaligus mengedepankan sikap berbangsa dan bernegara yang dilandasi jiwa kenegarawanan yang luhur demi Indonesia milik bersama.
"Bangsa ini memiliki banyak masalah dan tangangan yang tidak ringan karenanya diperlukan persatuan, kebersamaan, suasana aman dan damai, modal ruhani dan akal budi, serta keseksamaan semua pihak dalam berbangsa dan bernegara," kata Haedar.