Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mantan Pimpinan KPK: Penerbitan Perppu Jangan Serampangan

Saran menerbitkan Perppu adalah solusi menyesatkan dan memosisikan Presiden dalam jebakan dan penerbitan Perppu yang secara substansial melanggar huku

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Mantan Pimpinan KPK: Penerbitan Perppu Jangan Serampangan
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Plt Pimpinan KPK, Johan Budi bersama Plt Pimpinan KPK, Indriyanto Seno Adji, dan Pimpinan KPK Adnan Pandu Praja memberikan keterangan pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) sejumlah orang termasuk anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi Hanura, Dewie Yasin Limpo, di kantor KPK, Jakarta Selatan, Rabu (21/10/2015). KPK berhasil mengamankan delapan orang dan uang dalam bentuk dollar singapura 177.700 dollar Singapura diduga terkait pengembangan pembangkit listrik tenaga micro hydro di Provinsi Papua. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Presiden Jokowi diminta menahan diri untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atas Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK).

Menurut mantan pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK, Indriyanto Seno Adji, syarat penerbitan Perppu tidak dapat dilakukan secara serampangan, tetapi harus memenuhi syarat konstitusional sesuai Pasal 22 UUD 45 dan syarat Yudisial dalam Putusan MK No138/PUU-VII/ 2009.

Penerbitan Perppu sebagaimana saran sejumlah tokoh, menurut Indriyanto jangan sampai menyesatkan presiden dan masyarakat.

"Presiden hanya bisa menerbitkan Perppu apabila ada kegentingan yang memaksa," katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/9/2019).

Artinya, Perppu dikeluarkan apabila terjadi keadaan atau kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.

Selain itu, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.

Berita Rekomendasi

"Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan," tegas ahli hukum tersebut.

Baca: Mahasiswa Tolak Undangan ke Istana, Kabulkan Saja Tuntutan Kami. . .

Indriyanto yang juga mantan Pansel Capim KPK ini menambahkan, dalam pemahaman dan persyaratan konstitusional, tidak ada kegentingan yang memaksa yang mengharuskan Presiden Jokowi menerbitkan Perppu atas revisi UU KPK.

"Jadi dalam kaitan revisi UU KPK, presiden bukan dan tidak dalam kapasitas menerbitkan Perppu, sehingga Presiden diharapkan tidak terjebak melanggar konstitusi dan hukum untuk menerbitkan Perppu terhadap revisi UU KPK," imbuhnya.

Dengan demikian, saran menerbitkan Perppu adalah solusi menyesatkan dan memosisikan Presiden dalam jebakan dan penerbitan Perppu yang secara substansial melanggar konstitusi dan hukum.

"Ada rekayasa politik yang menghendaki Presiden memasuki lubang hitam pelanggaran konstitusi dengan tujuan akhir legally impeachment. Pola menyesatkan ini sebagai modus yang tidak bijak," tegasnya.

Jalan terbaik bagi polemik revisi UU KPK sesuai hukum dan konstitusional, menurut Indriyanto dengan memberikan media solusi hukum melalui permohonan uji materil ke MK yang konstitusional.

"Atau presiden dapat menunggu putusan MK terhadap uji materil revisi UU KPK yang diajukan sejumlah komponen masyarakat, sidang persananya akan digelar Senin (30/9/2019) mendatang," tambahnya.000000000

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas