Kronologi Ibu Hamil 6 Bulan Tertembak Saat Demo Mahasiswa Ricuh Kendari
Zaenal Arifin, suami Putri, sekitar pukul 15.30 WIB tiba-tiba mendengar suara dari atap rumah yang terbuat dari seng.
Editor: Hasanudin Aco
Hingga kini Putri masih trauma jika mengingat kembali kejadian itu.
SUMBER: KOMPAS.com (Kiki Andi Pati)
13 Polisi di Kendari Diperiksa
Sementara itu, tim investigasi internal kepolisian telah memeriksa 13 polisi pasca kerusuhan saat aksi demo yang menewaskan dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) di Kendari, Kamis (26/9/2019) lalu.
Kabiro Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, selain meminta keterangan, tim juga telah menarik 13 pucuk senjata dari 13 personel polisi itu.
“Dan ke 13 personel polisi pemilik senjata itu, juga sudah kita mintai keterangan. Temuan itu nanti akan disampaikan Kapolda Sultra yang baru dilantik, Brigjen Merdisyam,” ujar Dedi saat dihubungi, Senin (30/9/2019).
Baca: Gelar Aksi di Patung Kuda, Massa GMNI dan FMN Berdoa Untuk Mahasiswa Kendari dan Korban Rusuh Wamena
Dedi mengatakan, tim investigasi juga menemukan tiga proyektil dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP).
Proyekti tersebut sudah dikirim ke Makassar untuk dilakukan uji balistik oleh tim labolatorium forensik (Labfor) dan tim inafis.
Kapolda yang baru juga akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) dan pihak terkait lainya, seperti Komnas HAM dan Ombudsman terkait investigasi bersama untuk mengusut tuntas kasus ini.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sultra Mastri Susilo mengungkapkan, tiga proyektil itu ditemukan di lokasi berbeda. Satu proyektil ditemukan di sebuah gerobak pedagang di kawasan Jalan Abdullah Silondae.
Satunya lagi yang ada di paha wanita hamil bernama Putri, yang jadi korban peluru nyasar.
"Nah, satunya itu belum kita ketahui. Yang jelas selama tiga hari polisi melakukan olah TKP sudah ada tiga proyektil yang didapatkan, dan tiga selongsong,” ujar Mastri di kantor Ombudsman Sultra usai bertemu dengan tim investigasi Polri.
Ia menjelaskan, 13 personel polisi itu dimintai keterangan karena diduga telah melakukan kesalahan prosedur dalam menangani massa aksi unjuk rasa di kantor DPRD Sultra.