Kronologi Ibu Hamil 6 Bulan Tertembak Saat Demo Mahasiswa Ricuh Kendari
Zaenal Arifin, suami Putri, sekitar pukul 15.30 WIB tiba-tiba mendengar suara dari atap rumah yang terbuat dari seng.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, KENDARI - Putri (23) yang sedang hamil senam bulan tertembak di bagian paha saat tidur di rumahnya, yang berjarak sekitar tiga kilometer dari gedung DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra).
Hari itu, Kamis (26/9/2019), para mahasiswa sedang menggelar aksi unjuk rasa menolak UU KPK dan sejumlah rancangan undang-undang di depan gedung dewan.
Aksi tersebut berakhir ricuh.
Zaenal Arifin, suami Putri, sekitar pukul 15.30 WIB tiba-tiba mendengar suara dari atap rumah yang terbuat dari seng.
Baca: 13 Polisi di Kendari Ditahan Terkait 2 Mahasiswa UHO Tewas Saat Aksi Demo
Baca: Cerita Zainal yang Istrinya Tertembak saat Demo Ricuh di Kendari: Dengar Suara Seng Lalu Teriakan
Tidak seberapa lama, ia mendengar suara teriakan istrinya yang sebelumnya tidur di dalam kamar.
Zaenal yang sedang berada di depan bengkel rumah langsung berlari ke kamar dan melihat betis istrinya berdarah.
"Saya masuk kamar dan liat betis istriku berdarah, dan saya cuci ternyata ada lubang betis bagian kanan belakang lutut dengan kedalaman 4 sentimeter dan sebesar kelinking dan panjang 1 sentimeter, dan warna kuning emas," kata Zainal saat dihubungi Kompas.com, Senin (30/9/2019).
Putri kemudian langsung dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Kendari.
Saat tiba di rumah sakit, dokter mengambil proyektil peluru dari paha belakang sebelah kanan Putri yang sedang hamil enam bulan.
Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhardt mengatakan proyektil tersebut sudah diserahkan ke Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri, untuk uji balistik guna menyelidiki asal peluru itu.
"Di rumah korban, polisi juga langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Proyektil peluru berukuran 9 milimeter, dan hari itu juga yang bersangkutan sudah diperbolehkan pulang ke rumahnya. Namun, masih butuh perawatan dan istrahat. Tadi malam sudah dilakukan olah TKP,” ungkap Harry.
Sementara itu Zaenal, suami Putri mengaku sudah memeriksa atap rumah yang terbuat dari seng.
Ia menemukan lubang yang diduga tembus peluru yang bersarang di betis istrinya.
"Sudah divisum dan pelurunya ada di Rumah Sakit Bhayangkara. Saya sudah melapor ke Polres Kendari, dan belum ada perkembangannya," ujar dia.
Hingga kini Putri masih trauma jika mengingat kembali kejadian itu.
SUMBER: KOMPAS.com (Kiki Andi Pati)
13 Polisi di Kendari Diperiksa
Sementara itu, tim investigasi internal kepolisian telah memeriksa 13 polisi pasca kerusuhan saat aksi demo yang menewaskan dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) di Kendari, Kamis (26/9/2019) lalu.
Kabiro Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, selain meminta keterangan, tim juga telah menarik 13 pucuk senjata dari 13 personel polisi itu.
“Dan ke 13 personel polisi pemilik senjata itu, juga sudah kita mintai keterangan. Temuan itu nanti akan disampaikan Kapolda Sultra yang baru dilantik, Brigjen Merdisyam,” ujar Dedi saat dihubungi, Senin (30/9/2019).
Baca: Gelar Aksi di Patung Kuda, Massa GMNI dan FMN Berdoa Untuk Mahasiswa Kendari dan Korban Rusuh Wamena
Dedi mengatakan, tim investigasi juga menemukan tiga proyektil dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP).
Proyekti tersebut sudah dikirim ke Makassar untuk dilakukan uji balistik oleh tim labolatorium forensik (Labfor) dan tim inafis.
Kapolda yang baru juga akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) dan pihak terkait lainya, seperti Komnas HAM dan Ombudsman terkait investigasi bersama untuk mengusut tuntas kasus ini.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sultra Mastri Susilo mengungkapkan, tiga proyektil itu ditemukan di lokasi berbeda. Satu proyektil ditemukan di sebuah gerobak pedagang di kawasan Jalan Abdullah Silondae.
Satunya lagi yang ada di paha wanita hamil bernama Putri, yang jadi korban peluru nyasar.
"Nah, satunya itu belum kita ketahui. Yang jelas selama tiga hari polisi melakukan olah TKP sudah ada tiga proyektil yang didapatkan, dan tiga selongsong,” ujar Mastri di kantor Ombudsman Sultra usai bertemu dengan tim investigasi Polri.
Ia menjelaskan, 13 personel polisi itu dimintai keterangan karena diduga telah melakukan kesalahan prosedur dalam menangani massa aksi unjuk rasa di kantor DPRD Sultra.
“Kita belum tahu pasti, karena di sana pasti ada koordinator timnya. Tapi kita sudah minta kepada Propam untuk memeriksa koordinator tim masing-masing satuan. Kita minta juga Irwasda untuk memeriksa prosedur penanganan unras di DPRD kemarin,” ujar dia.
Mastri menambahkan, 13 polisi saat ini ditahan, tapi tidak di sel tahanan. Ke 13 polisi tidak diperbolehkan keluar dari kawasan Mapolda Sultra. (Kiki Andi Pati)