Said Aqil Siradj Cerita Sejarah Hubungan NU dan PDIP
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menyebutkan, organisasi Islam yang dipimpinnya bersahabat sejak lama dengan PDIP.
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menyebutkan, organisasi Islam yang dipimpinnya bersahabat sejak lama dengan PDIP.
Bahkan, menurut dia, persahabatan tersebut telah terjalin sejak zaman Presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Said Aqil Siradj singgung soal itu saat menemani Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di acara silahturahmi bersama santri di Pondok Pesantren Luhur Al Tsaqafah, Jakarta (8/10/2019).
Tokoh lain yang terlihat adil di antaranya Gus Nabiel Haroen yang juga Ketua Pencak Silat NU Pagar Nusa, Sekjen Baitul Muslimin Indonesia, Gus Falah Amru yang hadir bersama Wasekjennya Rahmat Sahid, dan beberapa anggota DPRD DKI Jakarta.
"Sejak dulu, sekarang dan insya Allah seterusnya, antara NU yang berbasis pesantren dengan partai nasionalis sangat sangat bersahabat. Jika tidak bergadengan santri dan dan nasionalis, belum tentu Indonesia merdeka," kata Kiai Said dalam paparannya.
Baca: PROJO Sambut Baik Usulan MPR RI Soal Pelantikan Jokowi
Baca: Masih Marah dan Kecewa, Dhawiya Zaida Belum Siap Jenguk Suaminya
Baca: BMKG Catat Gempa M 3.4 Guncang Alor Nusa Tenggara Timur, Pusat Gempa Berada di Laut
Baca: Ketua Umum PBNU: Insya Allah Nanti Ada Menteri Urusan Pesantren
Said Aqil juga bercerita bahwa sedari dulu Bung Karno telah banyak meminta masukan dari para kiai NU. Salah satunya adalah KH Wahab Chasbullah yang ditemui Bung Karno pada 1948.
Saat itu, kondisi negara sedang berada di ambang perpecahan. Dari keduanya, lahirlah istilah halal bihalal yang hingga saat ini dipakai.
"Saat itu terminologi halal bihalal muncul dari Kiai Wahab untuk menjawab permintaan Bung Karno untuk adanya silaturahmi antartokoh," kata Kiai Said.
Demikian juga saat sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) pada 1945 silam. Kala itu, Hasto bilang ada peran tokoh NU, KH Wahid Hasyim dalam penghapusan tujuh kata dari Piagam Jakarta.
"Sila pertama ketuhanan yang maha esa menjadi kewajiban menjaga syariat islam bagi para pemeluknya. Ini dapat penolakan dari orang-orang non muslim," ungkapnya.
Menurut Kiai Said Aqil, hubungan antara NU yang berbasis pesantren dengan kalangan nasionalis harus tetap dijaga ke depannya.
"Jadi persahabatan NU dengan kaum Nasionalis sangat penting harus kita jaga. Kalau tidak nanti kita seperti Timur Tengah," pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan, ada sejarah panjang antara Soekarnois dengan Nahdliyin. Maka itu, bisa dipahami banyak pihak yang tak senang ketika keduanya bersatu.
"Ketika Soekarnois dan Nahdliyin bersatu, banyak pihak tidak senang. Maka fitnah bahwa PDI Perjuangan anti Islam sudah jelas tak benar. Bagaimana mungkin anti Islam, terbukti PDI Perjuangan dekat dengan NU," tutupnya.