Jelang UU KPK Berlaku, Pegiat Antikorupsi Masih Berharap Jokowi Terbitkan Perppu
ILR menilai ada lima alasan kenapa Presiden harus menerbitkan Perppu. Pertama, Pembentukan Perppu memenuhi syarat materil sebagaimana yang dimaksud
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dalam tinggal hitungan hari lagi, tepatnya 17 Oktober, Undang-undang (UU) mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi yang disahkan DPR RI, akan otomatis berlaku.
Meskipun demikian Indonesian Legal Roundtable masih berharap presiden Joko Widodo (Jokowi) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atas UU KPK yang telah direvisi dan disahkan oleh DPR.
Memang kata Deputi Direktur ILR, Erwin Natosmal Oemar, masih ada mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan di MK.
"Tapi yang paling memungkinkan untuk dilakukan dalam menyelamatkan asa pemberantasan korupsi saat ini adalah Presiden menerbitkan Perppu KPK," ujar pegiat antikorupsi ini kepada Tribunnews.com, Senin (14/10/2019).
ILR menilai ada lima alasan kenapa Presiden harus menerbitkan Perppu. Pertama, Pembentukan Perppu memenuhi syarat materil sebagaimana yang dimaksud oleh Putusan MK No.138 /PUU-VII/2009.
Ada tiga syarat sebagaimana yang dimaksud oleh MK: (1) Kebutuhan mendesak menyelesaikan masalah hukum; (2) Terjadinya kekosongan hukum; dan (3) Kekosongan hukum itu tidak bisa dengan diselesaikan dengan cara formal.
"Dari ketiga syarat itu, kondisi saat ini telah memenuhi semua prasyarat objektif untuk mengeluarkan Perppu KPK, seperti adanya kekosongan hukum bagi KPK dan kebutuhan mendesak menyelamatkan KPK agar menjalankan fungsinya secara efektif," jelasnya.
Baca: Jokowi: Kecepatan Internet Jangan Untuk Hoax Apalagi Ujaran Kebencian
Kedua, Perppu merupakan jalan keluar untuk menjawab kebuntuan konstitusional salah satu anggota KPK terpilih, Nurul Gufron.
Bahwa proses revisi UU KPK yang terburu-buru mengakibatkan tercederainya hak konstitusional calon anggota KPK terpilih, Nurul Gufron, karena yang bersangkutan dipilih berdasarkan syarat UU KPK yang lama.
Padahal, dalam UU KPK Revisi, Gufron tidak memenuhi syarat usia (50 tahun) sedangkan undang-undang itu harus tetap dijalankan.
Oleh karena itu, untuk menyelamatkan hak konstitusional Nurul Gufron yang tercederai, Presiden harus mengeluarkan Perrpu sebagai jalan konstitusional dalam waktu yang singkat.
Ketiga, Penerbitan Perppu lebih memberikan kepastian hukum terhadap KPK secara kelembagaan.
Dalam UU KPK versi revisi, tidak ditemukan adanya mekanisme transisi pemberlakukan peraturan tersebut. UU KPK yang baru harus langsung dijalankan jika disahkan Presiden.
Meski demikian, terlalu banyak implikasi yuridis turunannya yang harus direspon oleh Presiden dan KPK untuk mengefektikan undang-undang hasil revisi tersebut, yang tidak mungkin dilakukan dalam jangka waktu pendek.
Setidaknya perlu dua atau tiga tahun untuk memastikan semua peraturan pendukung tersebut ada, padahal KPK harus terus bekerja tanpa menunggu kekosongan hukum.
Keempat, Kewenangan menerbitkan Perppu merupakan kewenangan absolut Presiden sebagai bagian mengukuhkan sistem presidensil. Satu hal yang penting untuk diperhatikan, bahwa Indonesia menganut sistem presidensil, bukan parlementer, sehingga posisi konstitusional Presiden sangat kuat.
Oleh karena itu, Presiden pun harus mandiri dan memiliki posisi yang jelas dihadapan parlemen untuk mempertahankan kebijakannya. Kebijakan Presiden dalam menerbitkan Perppu KPK untuk menyelamatkan asa pemberantasan korupsi tidak boleh diintervensi dan ditekan oleh parlemen.
Kelima, penerbitan Perppu memperpanjang jalan dan napas penyelamatan upaya pemberantasan korupsi. Sebagaimana diketahui bahwa apabila menunggu proses pengujian undang-undang di MK, maka akan memakan waktu yang cukup lama dan memiliki risiko yuridis yang tidak pasti.
Padahal secara kelembagaan, KPK harus tetap berjalan dan fungsional.
Melalui Perppu KPK, selain memberikan jalan cepat mengatasi kebuntuan konstitusional, upaya hukum ini juga memperpanjang upaya hukum dalam menyelamatkan asa pemberantasan korupsi apabila di kemudian hari risiko yuridis di MK tidak dapat diprediksi.
Berangkat dari lima poin tersebut, menurut Erwin, presiden jangan takut bahwa Perppu KPK akan ditolak oleh DPR.
Karena kata dia, penolakan dari DPR tidak ada hubungannya dengan komitmen Presiden dalam memberantas korupsi dan memastikan janji-janji politiknya untuk menyelematkan KPK dan pemberantasan korupsi dalam Pemilu lalu. Bahkan jika Perrpu KPK yang dikeluarkan Presiden ditolak oleh DPR, masih terdapat upaya terakhir meskipun mengandung risiko yuridis yang tidak dapat diprediksi.
"Perppu KPK merupakan standar utama dalam mengukur komitmen pemberantasan Jokowi," tegasnya.
Hari Ini 'Deadline'Perppu KPK
Mahasiswa meminta Presiden Joko Widodo membuka jajak pendapat terkait tuntutan menerbitkan Perppu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.
Mereka memberikan deadline (batas waktu) tanggal 14 Oktober kepada Presiden. Apabila tak diindahkan, mahasiswa mengancam demonstrasi besar-besaran lagi.
Sejumlah mahasiswa menemui Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko untuk menyampaikan desakan penerbitan Perppu KPK ke Jokowi.
"Kita mendesak negara membuat adanya agenda jajak pendapat antara negara, presiden, dengan mahasiswa sampai 14 Oktober," ucap seorang perwakilan mahasiswa bernama Dino Ardiansyah di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2019).
Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti ini menyebut, apabila sampai batas waktu itu tuntutannya tidak direalisasi, akan ada gerakan mahasiswa lebih besar lagi. Dia pun menuntut Jokowi segera memberikan tanggapan.
"Kalaupun sampai 14 Oktober tidak ada juga diskusi tersebut dan tidak ada statement dari Presiden, kita pastikan mahasiswa akan turun ke jalan dan lebih besar lagi," imbuhnya.
Dino mengaku datang menemui Moeldoko untuk meluruskan kembali gerakan mahasiswa. Sebab, dia menilai beberapa waktu terakhir isu gerakan mahasiswa digeser menjadi tidak substantif.
"Kita mencoba membuka dialog dengan pemerintah untuk meluruskan kembali gerakan mahasiswa sehingga tidak makin bias," ucapnya.
Bersama Dino, turut hadir Presiden Mahasiswa Paramadina Salman Ibnu Fuad. Selain itu, ada dari Universitas Tarumanagara hingga Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida).
"Kita komunikasi untuk arahnya menunggu kepastian dari pihak negara bahwa substansi kita, khususnya di UU KPK ada kepastian.
Minimal dari Pak Jokowi selaku eksekutif bisa ada statement mengeluarkan Perppu," ujar Dino. "Pak Moeldoko akan menyampaikan kepada Pak Jokowi untuk dipertimbangkan dan tadi semaunya akan diakomodir," ujar Dino.
Terkait pertemuannya dengan Moeldoko, Dino menepis anggapan pecah kongsi dengan BEM Seluruh Indonesia. Ia menegaskan dialog dengan Moeldoko adalah salah satu cara mahasiswa supaya tuntutan mereka dikabulkan.
"Oh tidak. Ini beberapa kampus. Secara substansi sama. Tapi beda cara. Kita di sini berpikir mulai komunikasi dengan pemerintah, ini bukan memecah gerakan kita. Kita tetap solid," ujar Dino.
Keinginan untuk dibukanya dialog dengan Jokowi juga disampaikan Presiden Mahasiswa Paramadina Salman Ibnu Fuad. "Kami tahu isu kami dirusak. Gerakan kami yang tadinya substantif menjadi gerakan yang ke mana-mana. Sekarang ini kita membuka ruang dialog agar pemerintah lebih utuh dapat info itu. Setahu kami, ada banyak pembisik-pembisik yang didengar presiden," jelas Salman.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.