6 Menteri yang Tidak Layak Dipertahankan di Kabinet Jokowi 2, Faisal Basri Sebut Rini Ngaco Terus
Faisal Basri menyebut, ada 6 menteri yang tidak layak dipertahankan di kabinet Jokowi jilid 2. Ada Rini Soemarno hingga Luhut Binsar.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Miftah
Faisal Basri menyebut, ada 6 menteri yang tidak layak dipertahankan di kabinet Jokowi jilid 2. Ada Rini Soemarno hingga Luhut Binsar.
TRIBUNNEWS.COM - Jelang pelantikan Presiden 2019-2024, nama calon menteri terus ramai diperbincangkan.
Terbaru, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membocorkan mengenai kabinet yang akan membantunya.
Ia memastikan akan mempertahankan beberapa menteri Kabibet Kerja periode 2014-2019.
"Ya, ada yang lama. Yang baru, banyak,” kata Presiden Jokowi setelah menerima pimpinan MPR RI, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (16/10/2019) siang.
Sejumlah nama menteri yang layak dipertahankan pun mencuat.
Sebut saja Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, hingga Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Baca: Bantah Prabowo Dapat Tawaran Kursi Menteri, Dahnil Anzar: Bagaimana Dibahas kalau Tak Ditawarkan?
Namun, di luar nama menteri yang layak dipertahankan, ada sejumlah nama menteri yang tidak layak dipertahankan alias diganti.
Demikian menurut ekonom senior sekaligus pendiri INDEF, Faisal Basri.
Dalam program Layar Demokrasi yang disiarkan di CNN Indonesia, ada enam menteri yang menurut Faisal Basri, tidak dipakai lagi oleh Jokowi.
"Doa kita agar mereka tidak dipakai lagi. Saya sampaikan, saya sebut nama, mudah-mudahan bisa saya pertanggungjawabkan," kata Faisal Basri.
Lantas, siapa saja enam menteri di Kabinet Kerja I yang tidak layak dipertahankan Jokowi di periode keduanya menjabat menurut Faisal Basri?
1. Enggartiasto Lukita
Faisal Basri menyebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memiliki 'dosa' yang paling banyak di antara menteri lainnya.
"Menggelar karpet merah, membanjirnya impor. Menghancurkan industri dalam negeri dan penganggguran. Itu kejahatan luar biasa," kata pria berusia 59 tahun itu.
2. Rini Soemarno
Faisal Basri menyebut, Rini Soemarno wajib diganti karena kerap 'ngaco.'
Menurut Faisal Basri, Menteri BUMN itu menerapkan konsep holding tunggal yang tidak jelas.
"Semuanya di-holdingkan sama dia dan kriteria holding-nya tidak jelas. Induk holding-nya, nggak jelas juga," kata Faisal.
Faisal juga mengungkapkan 'dosa' Rini Soemarno lainnya yaitu memanfaatkan BUMN untuk tujuan tidak produktif.
Proses pergantian yang begitu cepat di direksi BUMN oleh Rini Soemarno juga disinggung Faisal Basri.
"Ya walaupun bukan salah sepenuhnya dia, tapi dalam proses rekrutmen, kan itu sering sekali pergantian."
"Dan terbukti yang dia gantikan adalah sebagian masuk penjara. Terlalu cepat, tidak loyal."
"Misalnya Dwi Soetjipto, sudah bagus menangani Pertamina, diganti oleh Nicke (Widyawati, red) yang ada sangkut pautnya dengan kasus di PLN waktu dia di PLN," kata dia.
3. Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar
Faisal Basri juga menyebut, nama Menteri ESDM dan Wakil Menteri ESDM wajib diganti karena dinilai arogan.
"Arogan, tidak mau mendengar dari stakeholders, kemudian tiba-tiba mengganti aturan dari cost recovery menjadi gross split di sektor migas tanpa kajian," kata Faisal.
Masih menurut Faisal, ada kesalahan di antara kedua sosok yang membuat negara dirugikan dengan perubahan Blok Masela dari offshore ke onshore.
"Itu tambahan investasinya billion US Dolar, yang akhirnya negara harus menanggung karena cost recovery. Seluruh tambahan ongkosnya, negara yang bayar," ujar Faisal.
Saat disinggung mengenai sosok Arcandra Tahar yang cukup mumpuni di bidangnya, Faisal buru-buru menyangkal.
"Siapa bilang? Dia orang yang bagus, hebat punya beberapa hak paten, tapi untuk engineering, bukan di dunia migas secara keseluruhan," katanya.
Faisal juga mengungkapkan informasi dari KPK, terkait langkah Ignasius Jonan yang memperpanjang izin batubara yang sudah kedaluwarsa.
Jonan baru mencabut setelah disurati KPK karena ada unsur pidana.
4. Airlangga Hartarto
Masih kata Faisal Basri, Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto juga tidak layak dipertahankan Jokowi di Kabinet Kerja jilid 2.
Faisal tak menampik, Airlangga Hartarto memiliki seorang ayah, Hartarto Sastrosoenarto yang dulu dikenal sebagai Menteri Perindustrian yang sukses.
"Hebat. Saya respek, bapaknya hebat. Saya juga hormat kepada Pak Airlangga, tapi barangkali dia tidak cocok di perindustrian," ujar Faisal.
Menurut ekonom senior ini, Airlangga gagal mengangkat dunia industri.
"Pertumbuhan industri tahun ini, semester I sudah di bawah 4 persen. Di bawah pertumbuhan PDB. Share industri sudah di bawah 20 persen."
"Kemudian jargonnya cuma Making Indonesia Revolusi Industri 4.0. Itu nggak jelas, itu bukan konsep industri."
"Strategi industrialisasi yang dibutuhkan bukan makeup," kata dua.
Faisal Basri juga sempat menyinggung soal mobil Esemka yang disebutnya sebagai prakarya pelajar STM.
"Bukan industri mobil karena tidak ada di dunia industri otomotif seperti itu. Dia nggak punya apa-apa, dia cuma punya bengkel, hanggar yang sebagian besar diimpor dari China."
"Itu usaha perakitan, bukan industri mobil. Itu yang jadi jagonya," kata dia.
Baca: Fadli Zon Disebut Bakal Jadi Menteri Jokowi, Dahnil Anzar Beri Bocoran Ini
5. Andi Amran Sulaiman
Menurut Faisal, Amran Sulaiman layak diganti karena defisit pangan yang terjadi di Indonesia meningkat.
"Kebetulan saya baru ada acara dengan pembicara dari (Kementerian) Pertanian. Dia kerap melakukan misleading. Wah, kita udah ekspor. Padahal ekspornya 10 ton," ujar Faisal.
Alasan terakhir kenapa Amran tidak layak dipertahankan adalah memfasilitasi pembangunan pabrik gula milik sepupunya.
"Ada di Tempo. Namanya Haji Isam. Pabriknya belum ada, lahannya sudah ada tapi belum ditumbuhi tebu, tapi sudah dapat fasilitas impor gula karena impor gula lezat," kata dia.
6. Luhut Binsar Pandjaitan
Nama menteri terakhir yang disebut Faisal wajib diganti adalah Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan.
Padahal, Luhut merupakan orang dekat sekaligus tangan kanan Presiden Jokowi.
"Etika kurang, tapi bukan salah dia, salah yang memberikan otoritas ya."
Menurut Faisal, Luhut diberikan keleluasaan untuk mengurus mobil listrik, baterai, duta investasi ke mana-mana, hingga kemudian mengambil alih.
"Namanya Menko, mengoordinasikan kementerian-kementerian di bawahnya agar tidak tumpang tindih atau serasi. Kalau dia mengambil alih tugas menteri," kata Faisal.
"Ya misalnya Pelabuhan Kuala Tanjung tidak laku, dibikinlah konsep agropolitan, tapi datangnya dari sana bukan dari Kementerian Pertanian," beber Faisal.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)