KPK Periksa Ajudan Bupati Muara Enim, Muhammad Riza
Selain memanggil Riza, penyidik KPK juga memintai keterangan Noor Kholis Adam, notaris akan diperiksa sebagai saksi untuk Okta Falegi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan memeriksa Muhammad Riza yang merupakan ajudan Bupati Muara Enim Ahmad Yani yang terjerat kasus dugaan suap terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Riza akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka pemberi suap dari pihak swasta Robi Okta Fahlefi kepada Ahmad Yani.
"Kapasitas Riza kami periksa sebagai saksi untuk tersangka ROF (Robi Okta Fahlefi)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (21/10/2019).
Selain memanggil Riza, penyidik KPK juga memintai keterangan Noor Kholis Adam, notaris akan diperiksa sebagai saksi untuk Okta Falegi.
Selain Ahmad Yani dan Robi Okta Fahlefi, KPK menetapkan satu tersangka lainnya. Yakni sebagai penerima suap, Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar.
Baca: Tokoh Maluku: Erick Thohir Tak Sukses Pimpin TKN karena Gagal Menangkan Jokowi- Amin Secara Absolut
Pada awal tahun 2019 Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan untuk Tahun Anggaran 2019.
Baca: Inilah Sosok M Sabilul Alif, Ajudan Pribadi Wapres Maruf Amin yang Pintar Ngaji
Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga terdapat syarat pemberian commitment fee sebesar 10% sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan.
Diduga terdapat permintaan dari Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim dengan para calon pelaksana pekerjaan fisik di Dinas PUPR Muara Enim.
Baca: Keluarga Janda di Sragen Hajatan Nikahkan Anaknya, Tak Ada Tetangga yang Datang Hanya Gara-gara Ini
Ahmad Yani juga diduga meminta kegiatan terkait pengadaan dilakukan satu pintu melalui Elfin Muhtar.
Selanjutnya, Robi Okta Fahlefi yang merupakan pemilik PT Enra Sari, perusahaan kontraktor yang bersedia memberikan commitment fee 10% dan pada akhirnya mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai total sekira Rp130 miliar.
Pada tanggal 31 agustus 2019 Elfin Muhtar meminta kepada Robi Okta agar menyiapkan uang dalam pecahan dolar sejumlah 'LIMA KOSONG KOSONG'.
Pada tanggal 1 September 2019, Elfin berkomunikasi dengan Robi membicarakan mengenai kesiapan uang sejumlah Rp500 juta dalam bentuk dolar. Uang Rp500 juta tersebut ditukar menjadi USD35.000.
Selain penyerahan uang USD35.000 ini, KPK juga mengidentifikasi dugaan penerimaan sudah terjadi sebelumnya dengan total Rp13,4 miliar sebagai fee yang diterima Ahmad Yani dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Muara Enim.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Robi Okta Fahlefi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara sebagai pihak yang diduga penerima, Ahmad Yani dan Elfin Muhtar disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.