Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi IX DPR, BPJS Watch dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Tanggapi Kenaikan Iuran BPJS

Polemik BPJS jadi trending topik di Twitter 3/11/2019 lantaran kenaikan 100 persen dinilai memberatkan masyarakat. Hal itu juga mendapat penolakan.

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Komisi IX DPR, BPJS Watch dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Tanggapi Kenaikan Iuran BPJS
Kata Data
Ilustrasi BPJS Kesehatan, simak syarat ajukan turun kelas perawatan 

TRIBUNNEWS.COM - Kenaikan iuran BPJS masih diperbedatkan oleh beberapa pihak hingga menjadi trending di Twitter, Minggu (3/11/2019).

Komisi IX DPR RI, BPJS Watch, dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), ikut menyuarakan tentang kenaikan iuran BPJS.

Komisi IX DPR RI meminta pemerintah melakukan kaji ulang terhadap keputusan menaikkan iuran BPJS hingga 100 persen.

Dikutip dari KompasTV melalui unggahan YouTubenya, Sabtu (2/11/2019), beberapa kalangan menunjukkan penolakan atas kenaikan iuran BPJS

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati mengharapakan pengkajian ulang dan mengubah tata kelola BPJS yang dinilainya tidak tepat.

"Bukan hanya desifit, tapi ada tata kelola BPJS tidak tepat," ungkapnya.

Kurniasih mengharapakan pemerintah mampu mencari cara lain untuk menanggulangi defisit BPJS Kesehatan.

Berita Rekomendasi

Baca : Polemik Iuran BPJS Kesehatan Naik: Tak Jamin Pelayanan Meningkat hingga Ada yang Ajukan Gugatan

Untuk diketahui, defisit BPJS Kesehatan mencapai 13,3 Triliun.

Besaran defisit BPJS diketahui mulai berkurang mengingat iuran yang sudah dinaikkan.

Kurniasih menambahkan, selain fokus kepada besaran iuran yang naik, seharusnya pemerintah juga mencari dari mana akar permasalahan mengenai BPJS Kesehatan ini muncul.

"Dimana problem root-nya? Karena kita sudah membaca dari audit banyak persoalan sebenarnya, tidak hanya dari besaran iuran saja," tuturnya.

Baca :  Ganjar Pranowo Akan Umumkan Besaran UMK Kota-kota di Jawa Tengah 21 November 2019 Mendatang

Penolakan dari BPJS Watch

Menurut Koordinator BPJS Watch, Indra Munaswar, kebijakan tersebut dinilai bukan sebuah solusi.

BPJS Watch, menilai keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen akan membebani peserta mandiri yang tergolong masyarakat kurang mampu.

"Ini bukan solusi, ini justru akan membebankan masyarakat yang kebutulan secara ekonomis sesungguhnya dia tidak mampu," kata Indra, Sabtu, seperti dikutip dari Kompas.com.

Lebih lanjut, Indra mengatakan masyarakat yang mengeluhkan naiknya iuran umumnya berasal dari masyarakat kurang mampu yang tidak terdaftar sebagai PBI.

"Kan banyak yang tidak mampu tapi tidak semua ter-cover kan oleh APBD, tidak semua ter-cover oleh APBN sebagai PBI.

Ilustrasi pelayanan BPJS Kesehatan
Ilustrasi pelayanan BPJS Kesehatan (makassar.tribunnews.com)

Baca :  Kendarai Lamborghini, Henry Indraguna Datangi Markobar Solo Milik Gibran: 'Siap Dampingi Gibran'

Indra Munaswar mengatakan seharusnya masyarakat tidak dibebankan kewajiban membayar iuran BPJS sebagai bentuk hukuman.

"Kami nggak setuju, nggak sepakat kalau itu dihukumkan ke peseta, pada dasarnya hak. Bukan kewajiban," ujarnya.

Dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebanyak 100 persen, menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'aruf, BPJS Kesehatan akan jamin pelayanan lebih baik bagi masyrakat.

"Adalah bagian dari menjamin pelayanan kesehatan bagi masyarakat," tuturnya.

Anggaran BPJS Kesehatan sempat terganggu karena defisit 13, 3 triliun di 2019.

Baca :  Para Pembalap Asia Talent Cup 2019 Lakukan Penghormatan Terakhir untuk Afridza Munandar di Sepang

Dengan kenaikan sebanyak itu, menurut Iqbal masyarkat berhak melaporkan jika ada pelayanan yang tidak memuaskan bagi peserta BPJS,

"Masyarkat bisa laporakan jika ada pelayanan tidak memuaskan bagi peserta BPJS," ungkapnya.

Kenaikan iuran tersebut tuturnya demi menaikan mutu layanan.

"Mutu layanan jadi prioriti," katanya.

Mengingat dalam kondisi mendesak ini, keputusan menaikkan iuran BPJS Kesehatan dilakukan agar rumah sakit dapat konsentrasi penuh untuk melayani masyarakat.

Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2019).
Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2019). (Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda)

Baca : Usai Bali, Labuan Bajo Flores Jadi Destinasi Liburan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina Selanjutnya

"Dalam kondisi mendesak ini, harus dilakukan agar rumah sakit tetap konsentrasi penuh untuk melayani masyarakt, tetap berjalan," jelasnya.

Menurutnya masukan dari masyarkat saat ini merupakan bagian konstruktif untuk meningkatkan perbaikan pelayanan.

Dalam meningkatkan perbaikan pelayanan, pihak BPJS Kesehatan tidak bekerja sendirian, namun juga bekerjsa sama dengan pemerintah daerah, juga pihak-pihak terkait lain.

"Komitmen masukan dari masyrakat merupakan bagian konstruktif untuk meningkatkan perbaikan. Kami tidak sendirian ada pemerintah daerah, pemerintah terkait, dan yang lain," tambahnya.

Pendapat Pihak Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi)

Hermawan Saputra, Anggota Persi mengatakn, bagi Persi sendiri kenaikan BPJS bukan hal utama.

Persi memberikan tanggapan bahwa berapapun kenaikan iuran BPJS bukan rumah sakit yang mengelola.

Hermawan mengharapkan kecepatan dalam merespon dan memberikan tanggapan, kemudian langkah-langkah verifikasi, serta pembayaran sesuai klaim rumah sakit ditangani dengan baik.

"Kenaikan BPJS, rumah sakit biasa saja. Tetapi lebih kepada responnya, kecepatannya, cepat tanggap, kemudian verifikasinya, dan pembayarannya sesuai klaim rumah sakit," ujarnya.

Baca :  Viral Polisi Stop Ambulans yang Bawa Pasien, Brigadir Urat dan Sopir Ambulans Sepakat Berdamai

Bagi Persi, kenaikan iuran BPJS berapapun nilai besarannya bukan konsen rumah sakit.

Namun, Persi mengharapkan tidak ada lagi alasan tidak adanya anggaran untuk mengcover klaim agar rumah sakit tidak disalahkan oleh masyarakat, atau dijadikan kambing hitam.

"Kenaikan berapapun BPJS bukan rumah sakit yang kelola. Dengan kenaikan itu, semoga tidak ada alasan anggaran tidak tercover atau tidak tersedia. Jangan rumah sakit disalahkan, dijadikan kambing hitam karena alasan-alasan," katanya.

Hermawan menambahkan rumah sakit sebesar-besarnya adalah untuk kepentingan masyarakat, jadi komplain atau klaim yang diajkukan seharunya pihak rumah sakit mendapat informasi lebih cepat dan memuaskan dari pihak BPJS.

Baca : UMP 2020 disepakati Naik Sekitar Rp 136.000, Masyarakat Menanti Besaran UMK Jawa Tengah 2020

"Rumah sakit itu sebesar-besarnya untuk pentingan masyarakat," tuturnya.

Hal tersebut semata untuk melayani masyarakat.

"Komplain atau klaim hanya sekedar klarifikasi, hanya sampai tahap mana? Verifikasi dan pencairan klaim yang diajukan oleh BPJS seringkali kita tidak mendapatkan informasi yang cepat dann memuaskan," tambahnya. (*)

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas