Ini Kata Pengamat soal Isu Larangan Pakai Cadar dan Celana Cingkrang bagi ASN yang Jadi Kontroversi
Usulan dari Menteri Agama, Fachrul Razi terkait larangan pemakaian cadar di instansi pemerintah masih menjadi kontroversi.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWS.COM - Radikalisme masih menjadi ancaman serius bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Peringatan adanya gerakan radikal muncul pada berbagai elemen masyarakat, di antaranya yang disusupi paham radikal yakni Aparatur Sipil Negara (ASN).
Data Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada 19 Juni 2019 menunjukkan sebanyak 19,4 persen ASN berpotensi terpapar radikalisme karena tidak setuju dengan Ideologi Pancasila.
Terkait pemberantasan radikalisme di kalangan ASN, sempat beredar adanya isu pelarangan cadar dan celana cingkrang bagi ASN.
Mengenai hal itu, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi membantah dirinya menerbitkan larangan memakai cadar dan celana cingkrang.
Fachrul Razi hanya mengatakan memakai cadar dan celana cingkrang bukanlah ukuran ketakwaan seseorang.
Ia juga menyebut aturan memakai cadar dan celana cingkrang tidak ada dalam Alquran dan hadis.
Meski demikian, Fachrul Razi menyetujui jika ada aturan untuk pegawai di lingkungan instansi pemerintah agar tak mengenakan penutup wajah demi alasan keamanan.
"Di instansi pemerintah tidak boleh memakai helm dan cadar. Kalau ada orang mau bertamu ke rumah saya tapi tidak kelihatan mukanya, saya tidak mau," ungkapnya dilansir dari YouTube KompasTV (4/11/2019).
Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan agar masyarakat mematuhi aturan yang telah dibuat instansi pemerintah.
Jokowi meminta jajarannya untuk melakukan upaya serius dalam mencegah meluasnya gerakan yang kerap disebut gerakan radikalisme.
Jokowi juga sempat mengusulkan istilah radikalisme diganti menjadi 'manipulator agama'.
Sementara itu, menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius, menyatakan pemerintah sebaiknya menggunakan cara lain dalam membatasi radikalisme di lingkungan instansi pemerintah.
"Tidak bisa kita lihat dengan tata busana, berjenggot, celana cingkrang, ini masalah ideologi, bisa saja orang yang berpakaian rapi pikirannya malah keras," kata Suhardi.
Suhardi tidak setuju jika cara berpakaian dikaitkan dengan terorisme.
Tanggapan lain datang dari Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Maman Imanulhaq, menurutnya kebijakan yang dikatakan Jokowi tentang tata busana belum dipahami oleh Menag.
Maman menyebut maksud Jokowi yang sebenarnya ingin mengingatkan masyarakat terkait bahaya radikalisme, namun bahaya radikalisme tidak lalu diterjemahkan dengan simbolik cadar dan celana cingkrang.
Menurut mantan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf ini, tindakan Menag mengatakan memakai cadar dan celana cingkrang tidak ada dalam Alquran dan hadis adalah tindakan gegabah.
"Stigmatisasi seolah-olah yang memakai cadar dan celana cingkrang membahayakan keamanan dan radikal itu suatu tindakan yang gegabah," kata Maman.
Menurutnya aparatur pemerintahan harus merangkul umat, karena Indonesia adalah ke-behinekaan dan hak kebebasan dalam beragama.
Maman setuju dengan pendisipilina ASN, namun ia berharap agar tidak ada argumen mengenai orang yang melakukan ekspresi keagamaan dikaitkan dengan stigmatisasi.
Ia juga menyatakan, pencegahan radikalisme yang perlu dilakukan yakni melakukan penegakan awal terkait mendispilnkan ASN mengenai ideologi Pancasila, dan meminimalisir ujaran-ujaran kebencian yang beredar di media sosial.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)