Jokowi Tak Terbitkan Perppu KPK, Pengamat: Jika Nanti Melemahkan Bisa Dianggap Perlawanan Publik
Jokowi tak terbitkan Perppu KPK untuk uji materi di MK, Pengamat: jika nanti benar melemahkan bisa dianggap perlawanan publik
Penulis: Inza Maliana
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Pro kontra antara publik dengan pemerintah terkait Revisi UU KPK masih hangat untuk diperbincangkan.
Pasalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan kepada awak media untuk menghormati uji materi UU KPK yang masih berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (1/11/2019) lalu.
Artinya, Presiden Jokowi tidak berencana untuk membuat Perppu KPK.
"Jangan ada uji materi ditimpa dengan keputusan yang lain. Saya kira, kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan," terang Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta.
Pernyataan Jokowi menimbulkan banyak spekulasi dari berbagai pihak.
Satu di antara tokoh yang vokal untuk menanggapi tak jadi dikeluarkannya Perppu KPK ini adalah Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanti.
Menurut Hasto, langkah yang dilakukan Jokowi sudah tepat.
“Jadi apa yang dilakukan oleh Presiden satu hal yang memang sangat tepat, Presiden menghormati proses konstitusional itu termasuk di dalam hak yang dimiliki oleh pihak-pihak untuk mengajukan judicial review terhadap UU KPK itu,” ujar Hasto saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2019).
Namun jawaban berbeda dilontarkan oleh Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Gita Putri Damayana.
"Narasi mempertimbangkan Perppu KPK ini kan sudah keluar sejak beberapa pekan lalu. Kemarin, Presiden bilang bahwa tidak akan keluarkan perppu KPK. Ini seperti manipulasi sebetulnya, seolah-olah ada harapan publik yang dimanipulasi oleh pemerintah," kata Gita dalam diskusi di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Minggu (3/11/2019) yang dilansir melalui Kompas.com.
Padahal, kata Gita, publik sudah menaruh harapan besar agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK.
Saat dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (6/11/2019), Pengamat Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, Agus Riwanto memberikan pendapat UU KPK ini akan melemahkan atau tidak itu bergantung sudut pandangnya.
“Kalau sudut pandang pembuat undang-undang kan tidak melemahkan, supaya lembaga yang bekerja ada pengawasannya, itu versi pembuat undang-undang,” jawab Agus melalui sambungan telepon.
Menurut Agus, versi publik menyatakan UU KPK akan menganggu kinerja KPK, bisa dilihat nanti kalau ternyata benar melemahkan, maka bisa dianggap sebagai perlawanan publik.
"Kalau versi publik katanya itu akan mengganggu kinerja KPK, ya bisa saja mungkin nanti lihat di lapangan, selama ini nanti kita lihat dengan posisi undang-undang baru ini. Kalau nanti ternyata memperlemah ya nanti itu bisa dianggap bagian dari perlawanan publik, tapi dengan posisi saat ini nanti justru memperkuat ya wallahualam ya, kita tunggu saja yang terjadi nanti,” ujarnya.
Seperti diketahui, tidak hanya Perppu KPK saja yang menjadi pro kontra, adanya dewan pengawas yang ditunjuk langsung oleh Presiden Jokowi pun membuat berbagai spekulasi.
Agus berpendapat, lazimnya sebuah seleksi pejabat publik itu harusnya dengan seleksi menggunakan mekanisme yang biasa dilakukan, ada uji publik, ada pendaftaran, uji visi-misi, ada ketokohan ada profil asessment, ada uji psikologi dan sebagainya.
“Nah itu lazimnya mekanisme di Indonesia, tapi memang di undang-undang KPK yang terbaru ini khusus tahap pertama pembentukan dewan pengawas pertama ini kewenangan presiden,” ujar Agus.
Agus melanjutkan itu sudah menjadi kewenangan dari Presiden, namun jika ada pasal yang bertentangan dengan UUD 1945 maka mekanismenya di uji dasar ke MK.
“Jika itu kemauan pembuat undang-undang, ya mau melawannya bagaimana bisa di uji dasar ke MK, apakah pasal itu bertentangan dengan UUD 45 atau tidak, karena presiden bekerja berdasarkan UUD 45, kalau presiden tidak bekerja dengan UUD 45 maka presiden salah karena diamanatkan presiden untuk mengerjakannya,” jelas Agus.
(Tribunnews.com/Inza Maliana)