Kompolnas: Apakah Ada Pelaku Lain Selain Brigadir AM?
kepolisian RI hanya mengungkap kasus kematian mahasiswa Halu Oleo, Randy yang berdasarkan penyidikan dan penyelidikan meninggal karena luka tembak
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mempertanyakan apakah hanya Brigadir AM Tersangka dalam perisitiwa tewasnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo saat aksi unjuk rasa menentang UU KPK hasil revisi dan RKUHP di depan kantor DPRD, Sulawesi Tenggara pada 26 September 2019 lalu.
Padahal, Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti mengatakan, terdapat tiga orang yang diketahui menjadi korban dalam aksi demonstrasi yang terjadi sekitar dua bulan lalu tersebut.
Baca: Peluru Dari Senjata Api Brigadir AM Tewaskan Seorang Mahasiswa UHO dan Lukai Ibu-ibu
Namun, kata dia, hanya satu kasus kematian korban yang diungkap oleh Polri.
"Ada tiga korban dalam aksi demo di Kendari, yaitu satu mahasiswa meninggal akibat tembakan, satu mahasiswa meninggal akibat pukulan benda tumpul dan seorang perempuan luka-luka karena kakinya terkena peluru nyasar," kata Poengky saat dihubungi, Kamis (7/11/2019).
Menurutnya, kepolisian RI hanya mengungkap kasus kematian mahasiswa Halu Oleo, Randy yang berdasarkan penyidikan dan penyelidikan meninggal karena luka tembak.
Sedangkan, dua korban lainnya kepolisian tidak mengungkap siapa pelakunya.
"Perlu disampaikan kepada masyarakat, siapa yang disangka melakukan pemukulan dan menembak yang mengakibatkan peluru nyasar? Apakah ada pelaku-pelaku lain selain Brigadir AM?" sambungnya.
Atas dasar itu, pihaknya menyesalkan adanya peristiwa yang terjadi saat pengamanan aksi demonstrasi di depan kantor DPRD, Sulawesi Tenggara pada 26 September 2019 lalu.
Baca: Kasus Penembakan Mahasiswa di Kendari, Yusuf Kardawi Tak Dapat Dibuktikan Terkena Luka Tembak
Dia mendesak adanya keadilan bagi seluruh korban.
"Saya sangat menyesalkan kejadian ini dan berharap ada keadilan bagi para korban. Agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi, selain diproses pidananya tersangka, maka pimpinan Polri harus memastikan kepada semua anggota agar memahami dan melaksanakan aturan Perkap nomor 8 tahun 2009 tentang Hak Asasi Manusia," pungkasnya.
Polisi beberkan sejumlah bukti
Brigadir AM ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus tewasnya mahasiswa dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sulawesi Tenggara, pada 26 September 2019.
Kepala Subdirektorat V Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes (Pol) Chuznaini Patoppoi mengungkapkan sejumlah bukti yang memberatkan Brigadir AM.
Baca: Demo Mahasiswa di Kendari Ricuh, Polisi Dilempari Batu dan Kotoran Sapi
Bukti pertama, kata Chuznaini, berdasarkan hasil uji balistik, proyektil dan selongsong yang ditemukan di tempat kejadian perkara identik dengan senjata api yang dibawa Brigadir AM.
"Hasil uji balistik kami ini menyimpulkan, dua proyektil dan dua selongsong peluru yang dilakukan pemeriksaan, identik dengan senjata api jenis HS yang diduga digunakan oleh Brigadir AM," ujar Chuzaini dalam konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2019).
Dalam kejadian itu sendiri, tim investigasi Polri mengamankan tiga proyektil peluru serta enam selongsong.
Tiga dari enam selongsong itu didapatkan dari Ombudsman wilayah Sulawesi Tenggara.
Bukti kedua, lanjut Chuznaini, polisi telah menerima hasil visum dari tiga korban.
Hasil visum korban bernama Imawan Randi (21) menunjukkan tewas akibat luka tembak.
Sementara satu korban tewas lainnya bernama Yusuf Kardawi (19) disimpulkan bukan karena luka tembak.
Adapun seorang ibu hamil bernama Maulida Putri (23) mengalami luka tembak di bagian betis kanan.
Bukti ketiga, yakni keterangan sebanyak 25 saksi yang menunjukkan bahwa Brigadir AM membawa senpi ketiga mengamankan unjuk rasa.
"Dari 25 saksi ini, termasuk enam anggota Polri yang sudah ditetapkan melakukan pelanggaran disiplin. Kemudian dua ahli, yaitu dokter yang melakukan pemeriksaan dan visum et repertum dari korban Randi dan Yusuf," ungkap Patoppoi.
Brigadir AM disangkakan Pasal 351 ayat 3 dan/atau pasal 359 KUHP subsider Pasal 360 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara.
Pelaku pun akan dibawa ke Bareskrim Polri untuk diperiksa lebih lanjut. Berkasnya pun akan segera dilimpahkan ke jaksa penuntut umum.
Sebenarnya, terdapat lima anggota polisi lain yang terbukti membawa senjata api saat mengamankan aksi unjuk rasa menentak revisi UU KPK tersebut.
Mereka, yaitu eks Kasat Reskrim Polres Kendari AKP DK, Bripka MA, Bripka MI, Briptu H dan Bripda FRS.
Namun, berdasarkan hasil investiagasi, kelimanya tidak berkaitan langsung dengan tewasnya korban.
Mereka hanya dikenakan sanksi etika oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. (Devina Halim)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Ini Bukti-bukti Brigadir AM Terlibat dalam Tewasnya Mahasiswa Kendari
Telah jalani sidang disiplin
Sebelumnya pada Kamis (17/10/2019), digelar sidang disiplin terhadap enam anggota polisi terkait pengamanan demonstrasi mahasiswa di Gedung DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra).
Tiga polisi melepaskan tembakan ke udara saat pengamanan unjuk rasa mahasiswa.
Baca: Enam Polisi Bakal Jalani Sidang Disiplin Terkait Penembakan Mahasiswa di Kendari Besok
Kepala Biro Provos Divisi Propam Mabes Polri Brigjen (Pol) Hendro Pandowo mengatakan, ketiganya melepaskan tembakan ke udara sebanyak satu dan dua kali.
Hal itu terungkap saat sidang disiplin terhadap lima polisi yang digelar bidang Propam Polda Sultra, Kamis.
Hendro mengatakan, kelima polisi itu tidak mengikuti apel sebelum melakukan pengamanan demonstrasi mahasiswa sehingga mereka tidak mendengar arahan atau instruksi kapolres.
"Instruksi kapolres bahwa setiap personel pengamanan unjuk rasa tidak boleh bawa senjata api, tapi mereka tidak ikut apel karena habis tugas dan langsung bergabung dengan teman-temannya di gedung DPRD, Sultra," ujar Hendro.
Kabid Propam Polda Sultra AKBP Agoeng Ari Koerniawan menjelaskan, sidang disiplin berlangsung tertutup dengan menghadirkan lima saksi dari internal kepolisian.
Sementara saksi dari eksternal tidak ada karena pihak masyarakat dan mahasiswa menolak untuk menjadi saksi.
"Saksi eksternal sampai sekarang ini dari pihak mahasiswa. Kemarin kita minta tidak ada yang mau hadiri. Tapi kalau misalnya mau menjadi saksi, silakan saja," ujar Agoeng.
Ia menambahkan, lima polisi menjalani sidang disiplin yang berkaitan dugaan pelanggaran prosedur operasi standar (SOP).
"Hari ini lima, satunya besok karena beda atasan berhak menghukum (ankum). Lima anggota ini sudah dimutasikan ke bagian pelayanan markas (Yanma). DK Ankum di Biro Ops. Kasusnya sama, hanya persidangan dari atasannya berbeda," ujar dia.
Sidang hari ini merupakan sidang perdana.
Sidang akan dilakukan lebih dari satu kali atau tergantung perkembangan di dalam persidangan.
"Berapa kali nanti tergantung di persidangan tersebut. Apakah nanti berkembang, atau dirasa pimpinan tidak cukup, dua sampai tiga kali bisa," ujar Agoeng.
Baca: Revisi UU KPK Berlaku Hari Ini, KPK Masih Bisa Lakukan OTT
Saat demo, ada dua mahasiswa yang meninggal. Salah satunya tewas diterjang peluru.
Seorang ibu hamil juga terkena peluru. (Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: 3 Polisi 2 Kali Lepaskan Tembakan Saat Demo Mahasiswa Kendari
Temuan Kontras
Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan hasil investigasinya terkait tertembaknya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, ketika aksi unjuk rasa, Kamis (26/9/2019).
Dua mahasiswa yang meninggal tersebut atas nama Muhammad Yusuf Kardawi dan La Randi.
Investigasi dilakukan KontraS dengan melakukan wawancara terhadap lima saksi di lapangan yang melihat dua peristiwa penembakan tersebut.
KontraS juga melakukan komunikasi dengan lembaga perwakilan negara dalam hal ini Ombudsman perwakilan Sulawesi Tenggara.
Baca: Denmark Open 2019: Jadwal Tanding Babak 32 Besar Mulai Siang hingga Dini Hari
Selain itu, KontraS melakukan pendalaman terhadap tim kuasa hukum yang melakukan proses pendampingan terhadap korban dan saksi peristiwa tersebut dan juga melakukan kroscek data dengan jurnalis di Kendari.
Dari investigasi tersebut, mereka menduga dua orang mahasiswa tersebut mengalami penembakan.
Dalam video pertama yang ditampilkan Kepala Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Arif Nur Fikri, terlihat Yusuf tersungkur ke arah depan.
Ia menjelaskan, seorang saksi yang diwawancarainya, tembakan senjata api berasal dari arah samping yakni Kantor Disnaker oleh orang yang diduga aparat kepolisian berpakaian preman saat hendak menolong Yusuf.
Baca: Sosok Sulli Eks f(x), Artis Korea yg Meninggal Bunuh Diri: Perjalanan Karir, Asmara, hingga Hobinya
Hal tersebut terlihat dari video kedua yang ditunjukannya.
Saksi lain yang ditemuinya juga menyatakan bahwa setelah Yusuf tersungkur, aparat kepolisian yang berseragam dan tidak berseragam kemudian menghampiri Yusuf dari arah depan.
Saksi mengatakan seorang aparat kepolisian berseragam memukuli Yusuf dengan menggunakan tongkat.
Selain itu, saksi juga melihat tubuh Yusuf dipengangi oleh orang yang diduga aparat kepolisian berpakaian preman sambil membawa senjata api di tangan kanannya.
Beberapa saksi lain juga melihat aparat kepolisian membawa senjata api dan beberapa saksi menemukan beberapa selongsong di dekat tempat Yusuf terjatuh.
Dalam foto yang ditampilkan, terlihat luka terbuka di tengkorak kepala belakang Yusuf yang juga dikonfirmasi oleh teman Yusuf yang membawanya ke rumah sakit.
Baca: 5 Artis Korea yang Tewas Diduga Bunuh Diri Gegara Depresi: Sulli Eks f(x) hingga Lee Eun Joo
Saksi tersebut juga mengatakan melihat samar-samar ada lubang di kepala Yusuf yang mengeluarkan darah.
"Kami menduga penembakan Yusuf Kardawi persis di samping kantor Dinas Ketenagakerjaan. Karena info awal menyebutkan korban Muhammad Yusuf Kardawi ini meninggal karena ada luka pukul di kepala. Tetapi ketika kita mengkroscek dengan rekan-rekan dan beberapa saksi, bahwa ada dugaan kemungkinan Yusuf mengalami luka tembak," kata Arif di Kantor KontraS, Senin (14/10/2019).
Meski begitu, Arif belum dapat mengkonfrimasi terkait dugaan tembakan tersebut langsung atau serpihan proyektil.
Terkait tindakan negara, KontraS menyayangkan sampai saat ini kepolisian baru melakukan proses penindakan terhadap adanya anggota yang membawa senjata api, tapi tidak fokus terhadap siapa pelaku yang melakukan penembakan terhadap Yusuf dan La Randy.
"Itu karena beberapa saksi mengkonfirmasi bahwa baik dari sisi depan maupun samping dalam hal ini kantor Disnaker, mereka melihat banyak anggota kepolisian di lokasi dua korban itu jatuh," kata Arif.
Ia juga mengatakan, saat ia melakukan investigasi ia mengkonfirmasi ke beberapa pihak bahwa Komnas HAM maupun Kompolnas, belum melakukan tindakan-tindakan yang dinilainya cukup signifikan sebagaimana mandat yang diberikan kepada dua lembaga tersebut.
"Ketiga, LPSK baru melakukan perlindungan terhadap dokter yang mengautopsi La Randi itupun karena dorongan dari pihak Ombudsman Perwakilan. Sementara terhadap saksi-saksi itu belum ada proses perlindungan yang diberikan LPSK," kata Arif.
Menurutnya, hal itu penting karena juga jadi bagian dalam memperlancar proses pemeriksaan dan beberapa saksi ketakutan ketika memberikan keterangan atau bersaksi terkait peristiwa tersebut.