Amnesty Desak Polisi Usut Tuntas Kasus Tewasnya Yusuf saat Demo di Kendari
"Amnesty tetap mendesak (pengusutan terhadap) siapa yang bunuh Yusuf juga, karena dugaan kuatnya dia mati bukan karena senjata api," ucap Usman Hamid
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski aparat kepolisian telah menindaklanjuti penyebab tewasnya Muhammad Yusuf Kardawi (19), namun Amnesty International Indonesia tetap desak agar polisi serius menanganinya.
Diketahui, Muhammad Yusuf Kardawi (19), yang diketahui meninggal dengan luka serius di bagian kepala.
Baca: Polri Sebut Alasan Brigadir AM Tembak Mahasiswa di Kendari karena Spontanitas
Yusuf merupakan salah satu korban tewas saat unjuk rasa mahasiswa di Gedung DPRD Sulawesi Tenggara, 26 September 2019.
"Amnesty tetap mendesak (pengusutan terhadap) siapa yang bunuh Yusuf juga, karena dugaan kuatnya dia mati bukan karena senjata api," ungkap Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (7/11/2019).
Berbeda dengan Yusuf, satu korban lainnya yaitu Randi (21) tewas akibat luka tembak di dada.
Sementara, seorang ibu hamil bernama Maulida Putri (23) mengalami luka akibat tertembak di betis bagian kanan.
Perkembangan terbaru, polisi telah menetapkan seorang tersangka berinisial Brigadir AM.
Brigadir AM beserta lima rekan lainnya sebelumnya telah dikenakan sanksi disiplin.
Keenam orang itu diduga melanggar standard operational procedure (SOP) karena membawa senjata api saat pengamaan unjuk rasa.
Namun, berdasarkan sejumlah bukti-bukti, sebanyak dua proyektil dan dua selongsong peluru yang ditemukan identik dengan senjata api yang digunakan Brigadir AM.
Sementara, kelima anggota kepolisian lainnya hanya diproses melalui mekanisme sanksi etik.
Menurut Usman, polisi juga perlu memberikan penjelasan mengenai kelima anggota polisi lainnya.
Dengan begitu, katanya, barulah rasa keadilan dapat ditegakkan bagi korban dan keluarganya.
Baca: Brigadir AM Tersangka Terkait Kasus Tewasnya Mahasiswa di Kendari, Berikut Bukti-buktinya
"Tindakan kepolisian yang tidak membawa serta lima orang tersebut, termasuk kejelasan siapa pelaku atas pembunuhan Yusuf, akan tetap menimbulkan kecurigaan serta ketidakpuasan pada keseriusan negara dalam menghadirkan rasa keadilan dan remedy korban," kata Usman Hamid.
Brigadir AM disangkakan Pasal 351 ayat 3 dan/atau pasal 359 KUHP subsider Pasal 360 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara. Baca berikutnya (Devina Halim)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Amnesty Tetap Desak Polisi Cari Pelaku Tewasnya Yusuf Saat Demo di Kendari
Kompolnas pertanyakan jumlah tersangka
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mempertanyakan apakah hanya Brigadir AM Tersangka dalam perisitiwa tewasnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo saat aksi unjuk rasa menentang UU KPK hasil revisi dan RKUHP di depan kantor DPRD, Sulawesi Tenggara pada 26 September 2019 lalu.
Padahal, Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti mengatakan, terdapat tiga orang yang diketahui menjadi korban dalam aksi demonstrasi yang terjadi sekitar dua bulan lalu tersebut.
Baca: Peluru Dari Senjata Api Brigadir AM Tewaskan Seorang Mahasiswa UHO dan Lukai Ibu-ibu
Namun, kata dia, hanya satu kasus kematian korban yang diungkap oleh Polri.
"Ada tiga korban dalam aksi demo di Kendari, yaitu satu mahasiswa meninggal akibat tembakan, satu mahasiswa meninggal akibat pukulan benda tumpul dan seorang perempuan luka-luka karena kakinya terkena peluru nyasar," kata Poengky saat dihubungi, Kamis (7/11/2019).
Menurutnya, kepolisian RI hanya mengungkap kasus kematian mahasiswa Halu Oleo, Randy yang berdasarkan penyidikan dan penyelidikan meninggal karena luka tembak.
Sedangkan, dua korban lainnya kepolisian tidak mengungkap siapa pelakunya.
"Perlu disampaikan kepada masyarakat, siapa yang disangka melakukan pemukulan dan menembak yang mengakibatkan peluru nyasar? Apakah ada pelaku-pelaku lain selain Brigadir AM?" sambungnya.
Atas dasar itu, pihaknya menyesalkan adanya peristiwa yang terjadi saat pengamanan aksi demonstrasi di depan kantor DPRD, Sulawesi Tenggara pada 26 September 2019 lalu.
Baca: Kasus Penembakan Mahasiswa di Kendari, Yusuf Kardawi Tak Dapat Dibuktikan Terkena Luka Tembak
Dia mendesak adanya keadilan bagi seluruh korban.
"Saya sangat menyesalkan kejadian ini dan berharap ada keadilan bagi para korban. Agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi, selain diproses pidananya tersangka, maka pimpinan Polri harus memastikan kepada semua anggota agar memahami dan melaksanakan aturan Perkap nomor 8 tahun 2009 tentang Hak Asasi Manusia," pungkasnya.
Polisi beberkan sejumlah bukti
Brigadir AM ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus tewasnya mahasiswa dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sulawesi Tenggara, pada 26 September 2019.
Kepala Subdirektorat V Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes (Pol) Chuznaini Patoppoi mengungkapkan sejumlah bukti yang memberatkan Brigadir AM.
Baca: Demo Mahasiswa di Kendari Ricuh, Polisi Dilempari Batu dan Kotoran Sapi
Bukti pertama, kata Chuznaini, berdasarkan hasil uji balistik, proyektil dan selongsong yang ditemukan di tempat kejadian perkara identik dengan senjata api yang dibawa Brigadir AM.
"Hasil uji balistik kami ini menyimpulkan, dua proyektil dan dua selongsong peluru yang dilakukan pemeriksaan, identik dengan senjata api jenis HS yang diduga digunakan oleh Brigadir AM," ujar Chuzaini dalam konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2019).
Dalam kejadian itu sendiri, tim investigasi Polri mengamankan tiga proyektil peluru serta enam selongsong.
Tiga dari enam selongsong itu didapatkan dari Ombudsman wilayah Sulawesi Tenggara.
Bukti kedua, lanjut Chuznaini, polisi telah menerima hasil visum dari tiga korban.
Hasil visum korban bernama Imawan Randi (21) menunjukkan tewas akibat luka tembak.
Sementara satu korban tewas lainnya bernama Yusuf Kardawi (19) disimpulkan bukan karena luka tembak.
Adapun seorang ibu hamil bernama Maulida Putri (23) mengalami luka tembak di bagian betis kanan.
Bukti ketiga, yakni keterangan sebanyak 25 saksi yang menunjukkan bahwa Brigadir AM membawa senpi ketiga mengamankan unjuk rasa.
"Dari 25 saksi ini, termasuk enam anggota Polri yang sudah ditetapkan melakukan pelanggaran disiplin. Kemudian dua ahli, yaitu dokter yang melakukan pemeriksaan dan visum et repertum dari korban Randi dan Yusuf," ungkap Patoppoi.
Brigadir AM disangkakan Pasal 351 ayat 3 dan/atau pasal 359 KUHP subsider Pasal 360 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara.
Pelaku pun akan dibawa ke Bareskrim Polri untuk diperiksa lebih lanjut. Berkasnya pun akan segera dilimpahkan ke jaksa penuntut umum.
Sebenarnya, terdapat lima anggota polisi lain yang terbukti membawa senjata api saat mengamankan aksi unjuk rasa menentak revisi UU KPK tersebut.
Mereka, yaitu eks Kasat Reskrim Polres Kendari AKP DK, Bripka MA, Bripka MI, Briptu H dan Bripda FRS.
Namun, berdasarkan hasil investiagasi, kelimanya tidak berkaitan langsung dengan tewasnya korban.
Mereka hanya dikenakan sanksi etika oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. (Devina Halim)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Ini Bukti-bukti Brigadir AM Terlibat dalam Tewasnya Mahasiswa Kendari