Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

ICW Ingatkan Pemerintah Harus Ketat Awasi Dana Desa Agar Tidak Muncul Desa Fiktif

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai upaya untuk mencegah korupsi dana desa harus diawali melalui penguatan fungsi pengawasan dari pemerintah.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in ICW Ingatkan Pemerintah Harus Ketat Awasi Dana Desa Agar Tidak Muncul Desa Fiktif
Ilham Rian Pratama/Tribunnews.com
Peneliti ICW Tama S Langkun saat diwawancarai awak media di Gedung KPK Lama, Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2019) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai upaya untuk mencegah korupsi dana desa harus diawali melalui penguatan fungsi pengawasan dari pemerintah.

Saran ICW tersebut sebagai lanjutan dari tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepolisian yang sedang mengusut dugaan dana 'desa siluman' di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, karena adanya kerugian negara atau daerah atas Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2016-2018.

Peneliti ICW Tama S Langkun mengatakan pengawasan dimulai dari proses keluarnya anggaran, dialirkan ke pemerintah daerah, diterima desa-desa hingga bagaimana anggaran tersebut dikelola.

Baca: Kemendagri Tak Kompromi Jika Ada Pegawainya yang Terlibat Pembentukan Desa Fiktif

"Makanya upaya akuntabilitas dan transparansi itu menjadi salah satu modal dasar pengelolaan dana desa," kata Tama S Langkun di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2019).

Selain itu, menurut dia, terpenting peran dan kesadaran dari masyarakat desa agar memahami pola dan mekanisme bantuan dana desa dari pemerintah.

"(Masyarakat desa) harus paham bagaimana anggaran desa tersebut bergulir untuk digunakan," ujar Tama.

Baca: ICW Sebut Ada 15 Pola Korupsi Terkait Dana Desa Fiktif

Berita Rekomendasi

ICW menyarankan kapasitas kepala desa harus ditingkatkan menyusul adanya dugaan korupsi dana desa lewat desa fiktif atau tak berpenghuni.

Tama mengatakan, peningkatan kapasitas kepala desa penting lantaran tidak jarang ditemukan sejumlah kepala desa yang menurutnya tidak mampu untuk mengelola anggaran.

Bahkan, menurut dia, ditemukan juga kepala desa yang tidak mampu membuat laporan pertanggungjawaban sehingga menimbulkan temuan-temuan dugaan korupsi dana desa.

"Nah, ini menurut saya menjadi problem-problem ke depan yang harus diselesaikan untuk mencegah dana desa di korupsi," kata Tama.

Sebelumnya, KPK setidaknya menemukan empat potensi masalah terkait dana desa menyusul kajian yang telah dilakukan pada 2015.

Baca: Ramai Desa Fiktif, Kemendagri Jelaskan Proses Pembentukan Desa Baru

Kajian yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas pencegahan KPK itu menemukan masalah dana desa terkait tumpang tindih regulasi antara Kemendagri dan Kemendes; tata kelola; pengawasan; serta masalah sumber daya manusia.

Pertama, terkait masalah regulasi. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan masalah muncul karena belum lengkapnya regulasi dan petunjuk pelaksanaan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa.

Selain itu, lantaran potensi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri.

"Kewajiban penyusunan laporan pertanggungjawaban oleh desa tidak efisien akibat ketentuan regulasi yang tumpang tindih," kata Febri, Rabu (6/11/2019) malam.

Baca: Heboh Desa Fiktif, Pengamat: Kelompok yang Menginisasi dan Mencairkan Dana Desa Harus Tanggung Jawab

Dia mengatakan masalah itu karena formula pembagian dana desa dalam PP No. 22 tahun 2015 dinilai tidak cukup transparan dan hanya didasarkan atas dasar pemerataan.

Kemudian, pengaturan pembagian penghasilan tetap bagi perangkat desa dari ADD yang diatur dalam PP No. 43 tahun 2014 kurang berkeadilan.

Kedua, potensi masalah dalam tata laksana yaitu, kerangka waktu siklus pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi oleh desa; satuan harga baku barang/jasa yang dijadikan acuan bagi desa dalam menyusun APBDesa belum tersedia; dan APBDesa yang disusun tidak sepenuhnya menggambarkan kebutuhan yang diperlukan desa.

Selanjutnya, transparansi rencana penggunaan dan pertanggungjawaban APBDesa masih rendah dan laporan pertanggungjawaban yang dibuat desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi.

Ketiga, kajian itu juga menemukan potensi masalah dalam hal pengawasan. Ditemukan bahwa efektivitas Inspektorat Daerah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan di desa masih rendah.

Tak hanya itu, saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah serta ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh camat belum jelas.

Terakhir, adanya potensi masalah sumber daya manusia (SDM).

Hal itu antara lain tenaga pendamping berpotensi melakukan korupsi/fraud memanfaatkan lemahnya aparat desa.

"Dari temuan tersebut, KPK merekomendasikan kepada badan atau kementerian terkait untuk merevisi dan atau membuat regulasi baru," ujarnya.

Revisi itu antara lain dengan merevisi Permendagri No. 7 tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

"(Rekomendasinya) dengan memasukkan aspek pengawasan partisipatif oleh masyarakat, audit sosial, mekanisme pengaduan dan peran inspektorat daerah," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas