Anies Baswedan Dirundung Tuduhan, M Qodari: Gubernur DKI Jakarta adalah Gubernur Rasa Presiden
Belakangan, warga DKI Jakarta dihebohkan dengan temuan anggaran janggal dalam Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS)
Penulis: Nidaul 'Urwatul Wutsqa
Editor: Fathul Amanah
TRIBUNNEWS.COM - Belakangan, warga DKI Jakarta dihebohkan dengan temuan anggaran janggal dalam Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020.
Satu di antaranya adanya temuan anggaran lem Aibon sebesar Rp 82,8 miliar.
Anggaran janggal ini diungkapkan pertama kali oleh William Aditya, kader dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang kini duduk di kursi DPRD DKI Jakarta.
Hal tersebut lantas memicu kritikan terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Sejumlah pihak mengkritik keputusan Anies Baswedan yang tidak membuka rencana anggarannya kepada publik, sehingga masyarakat bisa memantau alokasi anggaran sejak tahap perencanaan.
Ia sengaja tidak ingin membukanya sampai pembahasan dengan anggota DPRD DKI selesai.
Pengamat politik dan peneliti muda Indonesia, M. Qodari ikut berkomentar.
"Poinnya ramai karena menurut kacamata publik barang kali memang prosesnya aneh, itemnya aneh, angkanya juga cukup ajaib," ujarnya.
Ia menjelaskan ada persoalan angka dan proses yang harus dikoreksi Anies Baswedan.
Menurut M. Qodari, Jakarta adalah panggung politik paling strategis menuju pilpres 2024.
Alasannya, terdapat tiga wilayah dengan penduduk paling besar secara administratif yaitu Jawa Barat 18%, Jawa Timur 16% dan Jawa Tengah 13%.
Namun, ia melanjutkan sesungguhnya yang paling luas daya jangkau elektoralnya adalah Gubernur DKI Jakarta yang secara administratif hanya 5%.
Tetapi karena banyak media berada di ibukota negara, maka aksesnya sama dengan 50% bahkan 10% penduduk di Indonesia.
"Jadi, karena ini dibaca bahwa Gubernur DKI Jakarta ini adalah gubernur rasa presiden," celetuknya dalam acara Indonesia Lawyers Club TVOne pada Selasa (12/11/2019).