2 BUMN yang Dinilai Cocok untuk Ahok, Pengamat: Karena Dia Bersih, Bernyali
Berikut ini dua BUMN yang dinilai cocok untuk Ahok, pengamat menyebut mantan gubernur DKI Jakarta ini bersih dan bernyali.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Wulan Kurnia Putri
TRIBUNNEWS.COM - Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok digadang-gadang akan masuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ahok diketahui telah bertemu Menteri BUMN, Erick Thohir, di Kantor Kementerian BUMN pada Rabu (13/11/2019).
Saat ditanya mengenai isi obrolannya dengan Erick, Ahok tidak menyangkal bahwa mereka membicarakan soal BUMN.
Bahkan, Ahok juga mengungkapkan ia diajak masuk ke sebuah perusahaan BUMN.
Meski begitu, mantan gubernur DKI Jakarta ini tidak membeberkan secara detail menganai jabatan atau posisi yang akan ditempatinya nanti.
Terkait hal tersebut, dua pengamat memberikan tanggapan mereka soal BUMN apa yang cocok untuk Ahok.
Dikutip Tribunnews dari Kompas.com, Managing Director Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Toto Pranoto, menilai Ahok lebih cocok ditempatkan di BUMN yang diberi tugas menjalankan Public Service Obligation (PSO).
Pasalnya, menurut Toto, Ahok suka mengambil keputusan secara cepat dan memotong birokrasi.
Toto pun menilai Ahok tidak akan cocok ditempatkan di perusahaan yang bersinggungan dengan peraturan internasional.
“BUMN yang terikat dengan banyak regulasi internasional yang rigid mungkin tidak cocok dengan gaya Ahok yang suka terobosan cepat dan potong birokrasi,” jelas Toto saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/11/2019).
“Mungkin inovasi birokrasi Ahok bisa ditularkan ke model BUMN pengelola PSO, sehingga mereka bisa bekerja lebih efisien denga pelayanan prima ke customer,” imbuh dia.
Karena itu, Toto menilai Ahok lebih cocok mengisi jabatan di perusahaan BUMN seperti PT Pertamina atau PT PLN (Persero).
Meski begitu, Toto juga mengingatkan BUMN dituntut untuk meraih keuntungan.
Ia pun mengatakan, Ahok layak disebut sebagai seorang leader jika bisa mengelola PSO dan keuntungan BUMN.
“Tapi jangan lupa, bahwa BUMN seperti ini juga dituntut meraih keuntungan."
"Jadi ada dual function, profit oriented and PSO."
"Bagaimana sebagai seorang CEO Ahok (harus) mampu meng-combine dua hal terserbut,” tutur Toto.
“Idealnya kemampuan men-create profit bisa dipakai untuk cross subsidy bagian yang PSO."
"Kalau (Ahok) bisa berhasil, berarti dia OK sebagai seorang leader,” sambungnya.
Senada dengan Toto Pranoto, peneliti Alpha Research Database Indonesia, Ferdy Hasiman, juga menilai Ahok cocok menduduki jabatan Direktur Utama PT Pertamina atau PT PLN (Persero).
Dilansir Kompas.com, Ferdy mengatakan dua perusahaan tersebut memiliki tantangan besar.
Baik dari sisi finansial maupun tata kelola korporasi.
Tak hanya itu, Pertamina dan PLN juga dipandang menjadi sarang mafia, mulai dari mafia migas hingga proyek.
Berdasarkan rekam jejak Ahok selama ini, Ferdy pun menilai mantan gubernur DKI Jakarta ini sudah terbiasa berhadapan dengan mafia.
Mulai mafia korporasi, birokrat, hingga politisi yang memanipulasi APBD.
“Jauh lebih tepat lagi jika Ahok menjadi Direktur Utama PLN, karena dia bersih, bernyali, memiliki integritas dan kemampuan mengolah keuangan."
"PLN itu memiliki masalah bawaan di keuangan dan hampir semua Dirut PLN selama ini mengakhiri jabatannya karena korupsi,” terang Ferdy dalam keterangan tertulisnya, Kamis.
Lebih lanjut, Ferdy menyebutkan Ahok dibutuhkan di PLN untuk bisa memperbaiki kinerja keuangan perusahaan satu ini.
Pasalnya, PLN memiliki rasio utang cukup tinggi dan mencemaskan.
Ferdy mengungkapkanm total utang PLN per tahun 2019 mencapai Rp 604,5 triliun.
Sementara total aset Rp 1.537,923 triliun.
Ferdy menilai Ahok tepat ditempatkan di PLN karena pria asal Belitung ini karena sudah teruji mengolah birokrasi dan memiliki perhitungan tepat dalam menentukan proyek.
Ahok pun diharapkan bisa membantu pemerintahan Jokowi di PLN karena memiliki target ambisius, yakni program listrik 35 ribu MW yang hingga sekarang baru mencapai 25 persen.
Sementara itu, Ferdy juga menuturkan pendapatnya mengapa Ahok cocok menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina.
Ahok dianggap bisa membantu pemerintahan Jokowi, karena sumber defisit terbesar periode pertama Jokowi berasal dari sektor energi.
Produksi minyak dan gas nasional turun tajam sebanyak 750 ribu barrel per hari (bph).
Tak hanya itu, Pertamina juga harus mengimpor 800 ribu bph untuk memenuhi kebutuhan domestik yang mencapai 1,6 juta bph.
“Sangatlah bagus jika Ahok membantu pemerintah Jokowi di Pertamina."
"Pertamina juga harus menyelesaikan pembangunan kilang-kilang migas yang sudah ada programnya sejak tahun 2014, namun belum bisa dijalankan sampai sekarang, karena ketiadaan mitra bisnis."
"Risikonya, kita terus tertekan karena impor migas tinggi,” lanjutnya.
Ahok diminta mundur dari PDIP
Jika terpilih menjadi pemimpin sebuah perusahaan BUMN, Ahok diminta mundur dari PDIP.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu.
"Kalau pun beliau mau masuk ke BUMN harus mengundurkan diri karena BUMN itu ada surat semacam pakta integritas gitu."
"Tidak boleh ikut dalam partai politik atau aktif dalam kegiatan politik," jelasnya.
Mengutip Kompas.com, Fadjroel menilai status Ahok sebagai mantan narapidana tidak menjadi halangan.
Yang terpenting adalah Ahok tidak pernah tersandung kasus dugaan korupsi.
"Jadi kalau mau masuk BUMN, masuk bersih, di dalam bersih-bersih dan keluar bersih. Begitu saja," tandas Fadjroel.
Disisi lain, Menteri BUMN, Erick Thohir, juga menegaskan hal tersebut.
Pada Kamis, Erick mengungkapkan semua yang terlibat dalma BUMN, dipastikan harus bebas.
Itu berarti Ahok harus mengundurkan diri dari PDIP jika masuk ke BUMN.
"Kan dari jubir (presiden) kemarin sudah bicara. Semua yang terlibat di BUMN, apakah komisaris dan direksi harus bebas."
"Kalau memang orang partai harus mengundurkan diri. Staf khusus BUMN juga sudah melakukan itu," tegas Erick di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, dilansir Kompas.com.
Sementara itu, Jokowi mengungkapkan saat ini Ahok sedang dalam proses seleksi.
"Kita tahu kinerjanya Pak Ahok. Jadi, ini masih dalam proses seleksi," ujar Jokowi, Kamis, dikutip dari Kompas.com.
Namun, saat ditanya mengenai apakah dirinya yang merekomendasikan Ahok, Jokowi hanya mengulang pernyataannya soal proses seleksi.
"Ini kan masih proses seleksi," ulang Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi mengaku tahu betul bagaimana kinerja Ahok yang pernah menjadi mantan rekan kerja di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
Tapi, mengenai posisi Ahok, Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada Menteri BUMN, Erick Thohir.
"Kita kan tahu kinerjanya. Penempatannya di mana, itu proses seleksi yang ada di Kementerian BUMN," kata dia.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Akhdi Martin Pratama/Ihsanuddin/Rakhmat Nur Hakim/)