Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sikapi Wacana Sertifikasi Nikah, AMAN: Pernikahan Masyarakat Adat Saja Belum Dianggap Legal

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) meminta Pemerintah untuk memikirkan pernikahan masyarakat adat yang ada di Indonesia.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Sikapi Wacana Sertifikasi Nikah, AMAN: Pernikahan Masyarakat Adat Saja Belum Dianggap Legal
Tribunnews.com/ Gita Irawan
Sfaf Divisi Pembelaan Kasus, Direktorat Advokasi kebijakan, Hukum dan HAM AMAN Tommy Indyan dalam diskusi di kawasan Cikini Jakarta Pusat pada Minggu (17/11/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) meminta Pemerintah untuk memikirkan pernikahan masyarakat adat yang ada di Indonesia.

Sfaf Divisi Pembelaan Kasus, Direktorat Advokasi kebijakan Hukum dan HAM AMAN, Tommy Indyan menilai hingga kini pernikahan masyarakat adat yang ada di Indonesia belum dianggap legal.

Tidak hanya itu, menurutnya masih banyak masyarakat adat di Indonesia yang hingga kini belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Ia pun menilai wacana terkait sertifikasi nikah sebagai syarat menikah tersebut merupakan bentuk campur tangan negara yang terlalu jauh.

Baca: Guntur Romli Nilai Pernyataan Sukmawati Bandingkan Nabi dan Soekarno Cacat Logika

Untuk itu ia meminta agar Pemerintah dapat memenuhi hak politik masyarakat adat sebelum menjadikan sertifikasi nikah sebagai syarat adiministrasi menikah sebagai aturan.

"Nikah adatnya saja belum dianggap legal. Belum status anak, KTP tidak punya. Hak politik itu penuhi dulu. Boleh mengatur hal lain tapi syarat utama penuhi dulu," kata Tommy usai diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (17/11/2019).

Baca: Maruf Amin Panggil Nadiem Hingga Tito Karnavian Bahas Strategi Tangani Terorisme dan Radikalisme

Berita Rekomendasi

Menurutnya, kalau wacana tersebut diberlakukan tanpa memenuhi hak-hak dasar masyarakat adat, maka aturan tersebut akan membuat masyarakat adat bisa berurusan dengan hukum.

Menurutnya pemerintah juga harus memberi tahu masyarakat adat mengenai hal tersebut karena selama ini masyarakat adat melakukan pernikahan berdasarkan hukum-hukum adat yang berlaku di daerah mereka masing-masing.

"Kalau itu mau diatur, harus diakui semua supaya mereka tidak terkena kasus kriminal. KUHP itu akan menjebak orang dalam konteks perkawinan yang belum diatur oleh negara menjadi seolah-olah pelaku kriminal. Itu harus jadi ruang yang dibenahi pemerintah sebelum berpikir urban untuk antisipasi ini itu. Daerah saja belum. Benahi dulu bagian ini," kata Tommy.

Alasan wacanakan sertifikat nikah

Pemerintah berencana akan memberlakukan sertifikasi siap nikah bagi penduduk Indonesia yang akan menikah pada 2020 mendatang.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menjelaskan alasan pemerintah mewajibkan calon pasangan suami istri memiliki sertifikat siap kawin sebelum melangsungkan pernikahan.

Satu di antaranya untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan anak khususnya mencegah stunting atau kekurangan gizi.

Baca: Menteri Muhadjir: Gratis, Sertifikasi Siap Kawin

“Karena sebetulnya untuk mereka yang akan menikah harus memperhatikan kesehatan reproduksi, dari situ informasi kesehatan anak-anak perlu diberikan seperti mencegah stunting dari generasi penerus bangsa,” ujar Muhadjir Effendy di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019).

Muhadjir Effendy menjelaskan, berdasarkan data, anak Indonesia penderita stunting masih fluktuatif meskipun sempat menurun dari 30,8 persen menjadi 27 persen pada 2019 ini.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut akan melibatkan kementerian agama dan kementerian kesehatan dalam menerapkan kebijakan tersebut.

Baca: Menkumham: Naskah Akademik Omnibus Law Hampir Tuntas

“Karena masalah pernikahan ranahnya Kemenag dan masalah kesehatan reproduksi ya Kemenkes. Yang mengurus sertifikat bisa di antara keduanya, tapi lebih condong ke Kemenag karena berkaitan dengan pernikahan, ini sedang kami bahas,” katanya.

Muhadjir pun meminta Kemenag untuk mempelajari serius penerapan sertifikasi siap nikah agar bisa terealisasi dan terlembagakan secara baik.

Baca: Mentan Targetkan Penyatuan Data Pertanian Rampung Bulan Ini

"Karena saya tahu sejumlah agama seperti Katolik mensyaratkan hal tersebut secara baik, ada pelatihan menghadapi pernikahan yang baik selama tiga bulan,” kata Muhadjir.

Lebih lanjut, menurut Muhadjir untuk mendapatkan sertifikasi siap kawin, masyarakat tidak perlu merogoh kocek alias gratis.

Nantinya, baik pria atau wanita yang akan menikah akan mendapat pendidikan di kelas dalam bentuk bimbingan pranikah sebelum mendapatkan sertifikat siap kawin.

"Mestinya gratis. Iya. Kita lebih sempurnakan, melibatkan kementerian yang kita anggap relevan. Termasuk ini untuk menekan angka perceraian," ucap Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (14/11/2019).

Baca: Tjahjo Mulai Pangkas Pejabat Eselon III dan IV

Muhadjir menjelaskan pemerintah ingin memberikan pendidikan pranikah kepada setiap pasangan yang ingin berumah tangga.

Materinya meliputi ekonomi keluarga, kesehatan reproduksi, dan masalah lain yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga.

Bagi pasangan yang telah ikut kelas pranikah, kata Muhadjir, nantinya bisa langsung mendaftarkan diri untuk menikah dengan membawa sebuah bukti.

Sementara pasangan yang belum mengikuti kelas pranikah tidak bisa mendaftar untuk menikah.

"Pokoknya dia harus ikut pelatihan atau pendidikan atau kursus, apa lah namanya pranikah. Apa perlu sertifikat atau tidak itu kan soal teknis. Yang penting bahwa mereka harus ada semacam program pembelajaran pranikah," kata Muhadjir. (tribunnews.com/ rizal bomantama/ theresia felisani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas