KPK Kembali Panggil Dirut Petrokimia Gresik Terkait Suap Distribusi Pupuk
Rahmat akan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Direktur PT HTK
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemanggilan terhadap Direktur Utama (Dirut) PT Petrokimia Gresik Rahmat Pribadi terkait kasus dugaan suap bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Sedianya, Rahmat akan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Direktur PT HTK Taufik Agustono (TAG).
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka TAG," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (21/11/2019).
Sebelumnya, Rahmat Pribadi pernah diperiksa sebagai saksi untuk proses penyidikan mantan Anggota DPR Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso pada 4 Juli 2019. Rahmat Pribadi juga pernah dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan Bowo Sidik Pangarso.
Baca: KPK Tunggu BPK Tuntaskan Proses Penghitungan Kerugian di Kasus Waskita Karya
Baca: Pegawai KPK yang Undang Ustaz Abdul Somad Bakal Diperiksa
Nama Rahmat Pribadi kerap muncul dalam persidangan perkara ini. Ia disebut ikut terlibat sebagai pihak yang memperkenalkan PT HTK ke Bowo Sidik Pangarso untuk memuluskan kesepakatan jahat. Dalam persidangan, Rahmat membantah tudingan tersebut.
Belum diketahui apa yang akan digali penyidik lembaga antirasuah terhadap Rahmat Pribadi dalam pemeriksaan kali ini. Diduga, penyidik masih mendalami keterlibatan Rahmat Pribadi.
Dalam kasus ini, Taufik telah dijadikan tersangka baru KPK menyusul mantan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso dan orang kepercayaannya Indung Andriani serta GM Komersial PT HTK Asty Winasti.
Taufik diduga menyuap Bowo Sidik agar membantu PT HTK mendapatkan kerja sama kembali sewa menyewa kapal dengan PT Pilog. Taufik pun mengalirkan uang pada Bowo Sidik secara bertahap.
Kasus ini bermula ketika PT HTK memiliki kontrak pengangkutan dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama tahun 2013-2018.
Namun, pada 2015 kontrak ini dihentikan karena membutuhkan kapal dengan kapasitas yang lebih besar, yang tidak dimiliki oleh PT HTK.
Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan Bowo Sidik Pangarso.
Bowo pun kemudian bertemu dengan Asty Winasti untuk membicarakan dan mengatur agar PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal. Pertemuan ini kemudian dilaporkan pada Taufik.
Kemudian Taufik diduga bertemu dengan beberapa pihak termasuk Asty dan Bowo Sidik untuk menyepakati kelanjutan kerja sama sewa menyewa kapal yang sempat terhenti pada 2015.
Dalam proses tersebut, kemudian Bowo meminta sejumlah fee dan tersangka Taufik membahasnya dengan internal manajemen dan menyanggupi sejumlah fee untuk Bowo.
Pada akhirnya, pada 26 Februari 2019 dilakukan MoU antara PT Pilog dengan PT HTK, yang salah satu materi MoUnya adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Setelah adanya MoU tersebut, disepakati untuk pemberian fee dari PT HTK kepada Bowo dibuatkan satu perjanjian antara PT HTK dengan PT Inersia Ampak Engineers, perusahaan milik Bowo, untuk memenuhi kelengkapan administrasi pengeluaran oleh PT HTK.
Kemudian Bowo, meminta kepada PT HTK untuk membayar uang muka Rp1 miliar atas telah ditandatanganinya MoU antara PT HTK dan PT Pilog.
Permintaan ini lantas disanggupi oleh tersangka Taufik dan juga disetujui oleh Komisaris PT HTK. Namun, dengan pertimbangan terlalu besar untuk diberikan sekaligus, maka dibuatkan termin pembayarannya.
Uang pun lantas dialirkan PT HTK pada Bowo Sidik pada rentang waktu 1 November 2018 hingga 27 Maret 2019.
Rinciannya adalah, 59.587 dolar AS pada 1 November 2018; 21.327 dolar AS pada 20 Desember 2018; 7.819 dolar AS pada 20 Februari 2019; dan Rp89.449.000 pada 27 Maret 2019.
Atas perbuatan tersebut, tersangka Taufik disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.