Sosok Angkie Yudistia Staf Khusus Presiden, Penyandang Tunarungu yang Berprestasi
Ia mulai sadar, bila ia tidak pernah menerima kekurangannya, sampai kapan pun ia tak akan pernah menikmati hidupnya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Angkie Yudistia sebagai salah satu staf khusus presiden.
Wanita yang lahir 32 tahun lalu ini dikenal sebagai perempuan penyandang disabilitas berpengaruh di Indonesia.
Baca: Ini 14 Staf Khusus Presiden Jokowi, Mayoritas Anak Muda
Dilansir dari Kompas.com, dengan judul berita Angkie Yudistia, Penyandang Tunarungu Berprestasi yang Jadi Staf Khusus Presiden, sejak usia 10 tahun, Angkie kehilangan pendengarannya.
“Awalnya aku enggak tahu (ada gangguan pendengaran), sampai lingkungan sekitar bilang sudah manggil-manggil, tetapi aku enggak dengar, enggan nengok,” cerita Angkie saat ditemui Kompas.com di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, 1 Maret 2017.
Mengidap keterbatasan pendengaran saat remaja bukanlah hal yang mudah untuk Angkie.
Ia kerap merasa tertekan dan kurang percaya diri.
Setidaknya, butuh waktu 10 tahun bagi penulis buku ‘Perempuan Tunarungu, Menembus Batas’ itu untuk bangkit.
Lulus dari SMAN 2 Bogor, Angkie kemudian melanjutkan kuliah jurusan Ilmu Komunikasi di London School of Public Relations Jakarta.
Kehidupan di kampus itulah yang kemudian sedikit demi sedikit mengubah pola pikirannya.
Ia mulai sadar, bila ia tidak pernah menerima kekurangannya, sampai kapan pun ia tak akan pernah menikmati hidupnya.
"Dosenku bilang, kamu jujur sama diri kamu sendiri. Kalau kamu sudah jujur sama diri sendiri dan jujur sama orang lain, orang lain akan mengapresiasi kejujuran kita. Jadi benar, ketika aku jujur, mereka jadi sangat bantu," ucap Angkie.
Pada 2008, ia didapuk menjadi salah satu finalis Abang None Jakarta. Masih pada tahun yang sama, ia didapuk sebagai "The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008".
Setelah itu, Angkie mendirikan Thisable Enterprise bersama rekan-rekannya untuk membantu memberdayakan mereka yang memiliki keterbatasan.
Sulitnya memperoleh pekerjaan menjadi alasan ia mendirikan Thisable Enterprise.
Ia kemudian bekerja sama dengan Gojek Indonesia untuk mempekerjakan orang-orang dengan disabilitas di Go-Auto dan Go-Glam.
Selain itu, para penyandang disabilitas didukung untuk mengembangkan ide kreatif untuk membuat suatu produ, salah satunya yang sudah ada saat ini adalah membuat produk kecantikan.
"Aku percaya, tuli itu juga SDM milik negara, aset negara, jadi kita juga memiliki hak," kata Angkie.
Menembus keterbatasan stigma tunarunggu
Di tengah pembicaraan, Angkie Yudistia tiba-tiba melepaskan sesuatu dari balik telinga kiri dan kanannya.
Wanita kelahiran Medan, 5 Juni 1987, itu ternyata ingin memperlihatkan alat bantu dengar yang sudah bertahun-tahun melekat di balik kedua telinganya.
Dengan bangga, Angkie ingin menunjukkan ia adalah wanita dengan disabilitas tuli.
Butuh waktu 10 tahun bagi Angkie untuk akhirnya bisa kembali percaya diri, seperti saat ditemui di Ruang Maharmardjono, Gedung Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, Rabu (1/3/2017).
Finalis Abang None Jakarta Barat tahun 2008 ini mengalami ketulian sejak usia 10 tahun.
Konsumsi antibiotik berlebihan saat sakit malaria perlahan telah merusak pendengarannya.
"Awalnya aku enggak tahu (ada gangguan pendengaran) sampai lingkungan sekitar bilang sudah manggil-manggil, tetapi aku enggak dengar, enggak nengok," cerita Angkie.
Angkie kemudian dibawa orangtuanya secara rutin untuk periksa masalah pendengaran.
Setiap kali melakukan pemeriksaan enam bulan sekali, hasilnya selalu buruk.
Fungsi pendengaran Angkie terus menurun.
Ia juga sempat mengalami tinitus atau telinga berdengung saat SMP.
Berbagai pengobatan telah ia jalani, tetapi tak bisa mengembalikan pendengarannya seperti semula.
Angkie akhirnya menggunakan alat bantu dengar.
"Waktu itu pakai alat bantu dengar bukan perkara mudah, susah dan malu banget.
Orang pikir itu apa sih di belakang telinga. Karena kalau kita berpikir sesuatu yang sempurna, kalau ada yang enggak sempurna itu jadi di-bully," tutur Angkie.
Mengalami keterbatasan pendengaran saat remaja adalah masa sulit bagi Angkie.
Ia kerap merasa tertekan dan kurang percaya diri.
Meski demikian, penulis buku Perempuan Tunarungu, Menembus Batas ini tak pernah patah semangat untuk mengenyam pendidikan.
Dilansir dari Kompas.com, lulusan SMAN 2 Bogor, Angkie melanjutkan kuliah jurusan Ilmu Komunikasi di London School of Public Relations Jakarta.
Saat kuliah, perlahan Angkie bisa menerima keterbatasan yang dimilikinya. Ia banyak belajar kata-kata dengan membaca buku.
"Dosenku bilang, kamu jujur sama diri kamu sendiri. Kalau kamu sudah jujur sama diri sendiri dan jujur sama orang lain, orang lain akan mengapresiasi kejujuran kita. Jadi benar, ketika aku jujur, mereka jadi sangat bantu," ucap Angkie.
Angkie mulai sadar, bila ia tidak pernah menerima dirinya sendiri, sampai kapan pun tak akan bisa menikmati hidupnya.
Dukungan orangtua juga membuat Angkie bangkit kembali untuk menjalani kehidupannya.
Perlahan, ia dapat mengatasi mental block terhadap diri sendiri.
Angkie juga teringat ucapan seorang dokter spesialis THT (telinga, hidung, dan tenggorokan) yang mengatakan jika kesembuhannya ada di tangan Tuhan.
"Jadi, ini sudah jalan hidup. Ada maksud Tuhan di balik ini semua. Dari kuliah komunikasi aku mulai bisa menerima dan menemukan jati diri aku sebenarnya," ucapnya.
Mendirikan Thisable Enterprise Bersama rekan-rekannya, Angkie kemudian mendirikan Thisable Enterprise untuk memberdayakan orang-orang yang memiliki keterbatasan.
Wanita yang pernah terpilih sebagai "The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008" ini menyadari, orang dengan disabilitas kerap sulit mendapat pekerjaan. Sangat sedikit perusahaan yang mau memperkerjakan mereka.
Angkie mengungkapkan, ada 7.000 disabilitas yang mengirimkan lamaran melalui Thisable Enterpraise, tetapi penyerapan tenaga kerjanya baru 50 orang.
"Kami butuh dukungan bersama semua pihak agar mereka bisa mandiri dan berkontribusi," kata Angkie.
Ibu satu anak ini sudah menjalin kerja sama dengan PT Gojek Indonesia untuk memperkerjakan orang-orang dengan disabilitas di Go-Auto hingga Go-Glam.
Selain itu, para disabilitas juga didukung untuk mengembangkan ide kreatif untuk membuat suatu produk. Salah satunya yang sudah ada saat ini adalah membuat produk kecantikan.
"Aku percaya, tuli itu juga SDM milik negara, aset negara, jadi kita juga memiliki hak," kata Angkie.
Jadi staf khusus presiden
Sore ini Rabu (20/11/2019) Presiden Joko Widodo mengumumkan 7 Staf Khusus Presiden berkategori Milenial kepada publik di Istana Merdeka yaitu:
1. Angkie Yudistia, Pendiri Thisable Enterprise
2. Aminuddin Ma’ruf, Mantan Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Periode 2014-2017.
3. Adamas Belva Syah Devara, Pendiri Ruang Guru.
4. Ayu Kartika Dewi, Perumus Pergerakan Sabang Merauke.
5. Putri Indahsari Tanjung, CEO dan Founder Creativepreneur.
6. Andi Taufan Garuda Putra, CEO Amarta.
7. Gracia Billy Mambrasar, Pemuda asal Papua yang mendapatkan. beasiwa di Universitas Oxford
Ke-7 Staf Khusus Presiden dari milenial ini akan memberikan masukan konstruktif-inovatif dunia milenial kepada Presiden Joko Widodo, "Milenial adalah masa depan Indonesia."
Selain itu, ada 5 tambahan Staf Khusus Presiden, yaitu:
1. Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana, akademisi
2. Sukardi Rinakit, intelektual
3. Arif Budimanta, ekonom Megawati Institute
4. Diaz Hendropriyono, Ketua Umum PKPI.
5. Dini Shanti Purwono, Kader PSI, ahli hukum lulusan Harvard
"Semuanya merupakan putra-putri terbaik Indonesia yang akan mendampingi Presiden Joko Widodo sesuai keahliannya masing-masing untuk mewujudkan 5 program prioritas menuju Indonesia Maju," kata Juru Bicara Presiden M. Fadjroel Rachman.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul: Profil Angkie Yudistia Staf Khusus Presiden, Penyandang Tunarungu dengan Sederet Prestasi