Ungkap Kasus BLBI: KPK Minta Bantuan Interpol Lacak Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim
Sebelumnya, KPK juga telah mengirimkan surat kepada Kapolri terkait Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap dua tersangka tersebut.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta bantuan National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia untuk melacak tersangka kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul dan Itjih Nursalim.
Sebelumnya, KPK juga telah mengirimkan surat kepada Kapolri terkait Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap dua tersangka tersebut.
"Setelah sebelumnya KPK mengirimkan surat pada Kapolri terkait DPO dua orang tersangka kasus korupsi terkait pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku obligor BLBI kepada BPPN, KPK juga telah mengirimkan surat pada Ses NCB Interpol Indonesia perihal bantuan pencarian melalui 'red notice' terhadap tersangka SJN dan ITN," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (21/11/2019).
Sjamsul-Itjih merupakan tersangka kasus korupsi terkait pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) selaku obligor BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Baca: Dirut Jasa Marga Kembali Mangkir dari Panggilan Penyidik KPK
"Surat 'red notice' tertanggal 6 September 2019 tersebut menguraikan perkara yang diduga dilakukan tersangka SJN dan ITN serta permohonan bantuan pencarian melalui mekanisme 'red notice' Interpol dengan permintaan apabila ditemukan agar dilakukan penangkapan dan menghubungi KPK," kata Febri.
Baca: UAS Datangi KPK untuk Penuhi Undangan Tausiyah, Berikan Ceramah Bertema Integritas
Langkah berikutnya, lanjut Febri, sesuai dengan respons dari pihak NCB Interpol Indonesia maka akan mengagendakan pertemuan koordinasi dengan KPK sekaligus jika dibutuhkan dilakukan gelar perkara.
"Bantuan Polri dan NCB Interpol memiliki peran yang krusial untuk penanganan kasus dengan dugaan kerugian keuangan negara sekitar Rp4,58 triliun ini agar dapat berjalan secara maksimal," katanya.
Sebelumnya, KPK telah melakukan penyidikan dan menetapkan keduanya sebagai tersangka sejak 10 Juni 2019.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.