Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sjamsul Nursalim Harusnya Buktikan Saja ke KPK Jika Tak Terlibat Kasus BLBI

KPK terbuka untuk mendengar keterangan dan bukti-bukti Sjamsul dan Itjih jika merasa tidak melakukan tindak pidana dalam kasus korupsi

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Sjamsul Nursalim Harusnya Buktikan Saja ke KPK Jika Tak Terlibat Kasus BLBI
KOMPAS.ID
Sjamsul Nursalim. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pengusaha Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim yang kini menetap di Singapura seharusnya kembali ke Indonesia dan memenuhi panggilan penyidik jika memang memiliki itikad baik menghadapi proses hukum kasus dugaan korupsi SKL BLBI yang menjerat keduanya sebagai tersangka.

Bahkan, KPK terbuka untuk mendengar keterangan dan bukti-bukti Sjamsul dan Itjih jika merasa tidak melakukan tindak pidana dalam kasus korupsi yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp4,58 triliun tersebut.

"Sebenarnya kalau punya iktikad baik, ketika dipanggil oleh KPK itu datang saja ke Indonesia dan kalau yakin memiliki bukti tidak melakukan perbuatan korupsi, silakan perlihatkan saja pada penyidik. Pasti kami pelajari lebih lanjut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Sabtu (23/11/2019).

Baca: KPK: Oknum TP4 Banyak Salahgunakan Wewenang

Diketahui, KPK telah menetapkan Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim sebagai sebagai daftar pencarian orang (DPO) atau buronan terkait kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI yang menjerat pasangan suami istri itu sebagai tersangka.

Lembaga antirasuah telah mengirimkan surat kepada Kapolri dan jajarannya terkait status Sjamsul sebagai DPO. Dalam surat itu, KPK juga meminta jajaran Kepolisian membantu mencari Sjamsul dan Itjih.

Status buronan ini disematkan KPK kepada Sjamsul dan Itjih lantaran pemegang saham BDNI tersebut tidak memiliki itikad baik menjalani proses hukum. Setelah ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 10 Juni 2019, KPK sudah dua kali memanggil keduanya untuk diperiksa sebagai tersangka, yakni pada 28 Juni 2019 dan 19 Juli 2019.

Baca: KPK Segera Sidangkan Penyuap Bupati Nonaktif Bengkayang Suryadman Gidot

Namun, pasangan suami istri yang telah menetap di Singapura itu mangkir dari panggilan penyidik. Padahal, surat panggilan pemeriksaan telah dilayanglan KPK ke lima alamat di Indonesia dan Singapura yang terafiliasi dengan Sjamsul dan Itjih.

Berita Rekomendasi

Di Indonesia, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan ke rumah kedua tersangka di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Selatan. Untuk alamat di Singapura, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia, ke empat alamat, yaitu, 20 Cluny Road; Giti Tire Plt. Ltd. (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West; 9 Oxley Rise, The Oaxley dan 18C Chatsworth Rd.

Tak hanya melayangkan surat panggilan, KPK juga meminta Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura mengumumkan pemanggilan pemeriksaan Sjamsul dan Itjih di papan pengumuman Kantor KBRI Singapura. Upaya pemanggilan tersangka juga dilakukan dengan meminta bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), Singapura.

Baca: Respons Saut Situmorang Soal Komjen Firli Bahuri Tak Perlu Mundur dari Polri Saat Jadi Ketua KPK

Bahkan, Sjamsul dan Itjih diketahui selalu mangkir untuk dimintai keterangan sejak kasus yang menjerat mereka masih dalam proses penyelidikan.

Tak hanya itu, belakangan,KPK juga meminta bantuan National Central Bureau (NCB)-Interpol Indonesia untuk turut memburu Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Dalam surat mengenai red notice tertanggal 6 September 2019 itu, KPK menjelaskan kepada Interpol mengenai perkara korupsi yang menjerat Sjamsul dan Itjih.

Langkah KPK yang meminta bantuan Kepolisian dan Interpol dinilai advokat Maqdir Ismail sebagai tindakan yang berlebihan. Menurutnya, KPK tidak menghormati putusan MA yang telah melepaskan terdakwa perkara dugaan korupsi SKL BLBI, Syafruddin Arsyad Temenggung.

Apalagi, advokat lainnya, Otto Hasibuan menyatakan Sjamsul tidak melarikan diri. Sjamsul saat ini berada di Singapura, dengan alamat rumah dan kantor yang jelas.

Febri menjelaskan, red notice terhadap Sjamsul dan Itjih belum diterbitkan. Selain itu, red notice merupakan kewenangan Interpol, bukan KPK.

Dijelaskan, yang dilakukan KPK adalah memasukkan nama Sjamsul dan Itjih dalam DPO karena sudah berulang kali mangkir dari panggilan pemeriksaan.

"Yang sudah dilakukan KPK adalah, kami terbitkan DPO karena sudah berkali-kali dipanggil secara patut ke sejumlah alamat dan diumumkan juga di KBRI tetapi yang bersangkutan tidak datang. Jadi pemanggilan sudah dilakukan bahkan saat penyelidikan ya dan di tahap penyidikan juga sudah dilakukan," kata Febri.

Dalam upaya mencari Sjamsul dan Itjih, KPK berkirim surat dan meminta bantuan Kepolisian dan Interpol. Sebagai tindak lanjut dari permintaan tersebut, KPK dan Sekretariat NCB-Interpol Indonesia akan membahas lebih lanjut untuk kebutuhan pencantuman dan permintaan bantuan agar dilakukan pencarian oleh Interpol.

Ditegaskan Febri, permintaan bantuan kepada Interpol, Kepolisian maupun aparat penegak hukum dan instansi lainnya dalam mengusut suatu perkara merupakan kewenangan KPK yang diatur dalam Pasal 12 UU nomor 30 tahun 2002 maupun perubahannya, yakni UU nomor 19/2019.

"Ini ada dasar hukumnya ada di Pasal 12 UU 30 tahun 2002 yang sudah diubah saat ini. Jadi KPK dapat bekerja sama di tahap penyidikan dengan Interpol atau organisasi terkait untuk kebutuhan penangan perkara," tegasnya.

Diberitakan, KPK menetapkan Sjamsul dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI.

Baca: KPK Isyaratkan Panggil Lagi Dirut Jasa Marga Terkait Kasus Korupsi di Waskita Karya

Penetapan ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung. Dalam kasus ini, Sjamsul dan Itjih diduga diperkaya atau diuntungkan sebesar Rp4,58 triliun.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Sjamsul dan Itjih disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas