Kapolda Sebut Ledakan di Monas Karena Granat Asap, Ahli Bilang Granat Asap Tidak Meledak
Granat asap tidak sama dengan granat api/nanas. Granat asap diciptakan untuk mengepulkan asap, alih-alih meledak dan menghancurkan sekeliling.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Publik dihebohkan dengan ledakan yang terjadi di kawasan Monas, Jakarta Pusat, pada Selasa (3/12/2019) pagi.
Dua tentara atas nama Serka Fajar dan Praka Gunawan terluka imbas ledakan tersebut.
Kedua korban tengah dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta.
Dari foto dan video yang beredar di jagat maya, korban terkapar dan menderita luka parah.
Tangan kirinya tampak cedera cukup serius, sedangkan wajah dan dadanya berlumur darah.
Baca: Pengamat Intelijen Ragu Penyebab Ledakan di Monas Karena Granat Asap, Ini Alasannya
Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono mengklaim, ledakan ini disebabkan granat asap.
Granat itu disebut berada dalam kantong kresek dan meledak ketika dipegang tentara.
Mengenal granat asap
Granat asap tidak sama dengan granat api/nanas. Granat asap diciptakan untuk mengepulkan asap, alih-alih meledak dan menghancurkan sekeliling.
Riwayat granat asap dapat dilacak pada era Perang Dunia. Saat itu, militer Amerika menggunakan granat asap sebagai kode komunikasi antara pilot dengan tentara di darat.
Asap warna-warni menandakan kode tersendiri.
Di samping itu, tebalnya asap dapat digunakan sebagai media kamuflase untuk menyamarkan pergerakan pesawat ketika hendak mendarat, agar tak ditembak dari jauh.
Dalam perjalanannya, strategi ini ditiru oleh Jerman dan Jepang, musuh Amerika dalam Perang Dunia II untuk mengelabui para pilot Amerika.
Hingga saat ini, granat asap di kalangan militer masih digunakan sebagai sarana penanda, bukan sebagai bahan peledak atau senjata.
“Sebetulnya fungsinya adalah sebagai alat penanda untuk zona sasaran atau pendaratan,” tutur peneliti bidang kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Joddy Arya Laksmono M.T. kepada Kompas.com, Selasa.
Joddy menjabarkan, ada dua jenis granat asap yang jamak digunakan. Pertama, granat asap warna-warni yang cenderung aman jika seseorang terpapar.
Baca: Mengetahui Lebih Dalam soal Granat Asap, yang Disebut-sebut Penyebab Ledakan di Monas
Jenis kedua adalah granat asap penyembunyi. Joddy mengatakan, bahan kimia utama yang ada dalam granat ini adalah hexachloroethane-zinc (HC), atau campuran dari asam terephthalic (TA).
“HC ini sebetulnya senyawa yang memiliki risiko. Kalau terserap kulit dalam konsentrasi yang tinggi, efek utamanya korban akan merasa depresi. Istilahnya memiliki reaksi eksotermis. Jadi jika terpapar, selama beberapa saat badan masih merasa panas meskipun sudah tidak ada lagi asapnya,” kata dia.
Senyawa HC yang membahayakan kulit dapat diantisipasi dengan membasuh kulit dengan air.
Kejanggalan
Satu-satunya granat asap yang dapat meledak adalah granat asap berbahan fosfor putih. Granat ini identik dengan sebutan “bom fosfor”.
Joddy menyebut, fosfor ini mampu melukai seseorang, namun bukan dengan cara menghancurkan anggota tubuh seperti yang terjadi pada dua tentara korban ledakan Monas.
“Jika terkena tubuh, bisa menyebabkan luka bakar yang cukup parah. Bahkan bisa menyebabkan kematian,” ujar dia.
Bom fosfor masuk dalam kategori senjata kimia yang berbahaya, bahkan dilarang penggunaannya dalam perang lantaran bisa mematikan warga sipil.
Pelarangan bom fosfor dalam perang jauh diteken pada Konvensi Persatuan Bangsa-bangsa tentang Senjata Konvensional Tertentu di Jenewa, Swiss, 1980.
Ledakan bom fosfor dapat dikenali dengan mudah, karena ia menyemburkan fosfor putih yang padat seperti kembang api ketika meletus.
Senjata ini pernah dipakai Israel di Gaza, Amerika di Vietnam, Arab Saudi di Yaman, dan serangan di Mosul, Irak.
Masalahnya, mungkinkah granat asap meledak di Monas? Sedangkan satu-satunya granat asap yang sanggup meledak adalah bom fosfor yang penggunaannya dilarang bahkan dalam hukum perang internasional?
Pakar militer dan intelijen Beni Sukadis juga sangsi bahwa ledakan Monas disebabkan oleh granat asap.
Beni belum pernah mendengar riwayat granat asap (di luar bom fosfor) pernah meledak dan melukai orang.
"Granat asap kan hanya buat pengalihan saja untuk mengusir. Kemungkinan sih granat nanas, makanya bisa sampai melukai begitu. Kalau dilihat dari foto-fotonya kan memang cukup parah ya," jelas Beni kepada Kompas.com, Selasa.
"Tapi saya tidak tahu kalau polisi bilang granat asap," tambah dia.
Keterangan Beni diperkuat oleh keterangan saksi di sekitar Monas pada saat ledakan.
Mariyati, petugas kebersihan, mengaku mendengar ledakan berdesibel tinggi dari Monas.
Mariyati saat itu tengah menyapu jalanan di sekitar gedung Mahkamah Agung.
"Sekali ledakan kenceng banget," kata Mariyati, seperti dikutip dari Kompas TV, Selasa.
Beni mengaku heran, bahan peledak bisa ada di Monas, kawasan ring 1 yang semestinya dijaga ketat.
Apalagi, tak sembarang orang dapat memiliki granat.
Tak hanya sipil, beberapa pasukan TNI dan Polri tak punya akses terhadap peledak yang satu ini.
Granat beredar secara eksklusif hanya di pasukan-pasukan tertentu.
"Saya enggak yakin kalau sipil yang meletakkan, kecuali tentaranya jualan ke sipil. Tidak masuk akal kalau orang sipil yang meletakkan," ujar Beni.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (LESPERSSI) itu pun menepis kemungkinan bahwa granat dibawa oleh massa reuni akbar 212 saat acara berlangsung pada Senin (2/12/2019) lalu.
Sebab, semestinya keberadaan granat sudah bisa terdeteksi dalam penyisiran sepanjang acara tersebut.
"Jangan-jangan setelah 212 baru dimasukkan ke Monas. Setelah acara (212) juga kan (Monas) disisir. Harusnya saat penyisiran kan (granat) sudah didapat, kalau mereka dari awal sebelum acara sudah membawa," tutup Beni.